Catatan Anazkia

Karena hanya tulisan yang bisa saya tinggalkan

  • beranda
  • Kisah
    • Serial
    • Cerpen
    • Celoteh
    • Reportase
    • Perjalanan
      • Gaya Travel
      • Trip Gratisan
      • Piknik Buku
  • Pojok Anaz
  • Murai
  • Sosok
  • komunitas
    • Volunteer
    • KBO
    • Semestarian
    • Blogger Hibah Buku

Tiba-tiba Ada Kebun Stroberi di Desa Karangsari


“Mungkin kampung ini sedang bergerak sesuai dengan hukum alamiahnya, sedangkan kami hanya terjebak pada masa lalu yang terus kami jaga di kenangan kami.”

Penggalan di atas adalah petikan dari cerita pendek (cerpen) milik Mas Puthut EA dengan judul, “Dalam Pusaran kampung Kenangan”. Salah satu kumpulan cerpen tersebut saya baca di buku Kupu-Kupu Bersayap Gelap terbitan Mojok. Cerpen tersebut ada sembilan lembar lebih. Dan semuanya dalam bentuk narasi. Terkesan membosankan, tapi saya amat menggemarinya. Selama membaca, selesai membaca pikiran saya berkelindan. Lantas saya bergumam, “Segala keindahan kampung halaman itu hanya ada dalam kenangan”. Kenangan ketika saya kecil, juga kenangan-kenangan sebelum saya jauh merantau entah ke mana-mana.

Saya, ketika pulang seperti tergagap. Kampung halaman nampak asing di mata saya. Saya juga merasa  tak ada kawan dan saya seolah tak bisa bertahan hidup ketika berada di kampung halaman. Kampung halaman, bagi saya seperti menjadi tempat wisata saja. Datang sekejap, lalu pergi lagi. Begitu seterusnya. Tapi, saya bangga punya kampung halaman yang notabene masih desa. Dan saya juga acap merindukannya. Bahkan, tak jarang saya membanggakannya.

Adalah sepupu saya, yang dulu ketika kecil kami senantiasa bersama. Dia adalah penebar racun sejati. Dia acap memanas-manasi. Hampir setiap hari dia mengirim foto dan video keadaan kampung. Meskipun terkadang foto-fotonya kerap saya tertawakan, karena angle yang berantakan. Tapi saya menikmati itu semua. Fatullah, sepupu saya seperti menanam benih memori setiap hari ke alam bawah sadar saya.



Pertanyaan-pertanyaan kapan kamu pulang yang kerap dilontarkan melalui chats Whatsaap terkadang amat menyebalkan bagi saya. Tapi, tak jarang pertanyaan itu juga seperti pupuk yang menyirami rasa kerinduan saya akan tinggal di kampung halaman. Meski saya tak yakin. Tak yakin akan memilih tinggal di kampung halaman nantinya.

“Bro, balik, Bro. Toli siki ana kebun strowberi karo kopi ning Karangsari.”

Kami, dalam berkomunikasi senantiasa menggunakan bahasa Ngapak. Ini tentu saja menjadi barang mewah karena bisa menjadi pengingat saya yang kadang ada satu dua bahasa Ngapak yang terlupa.

Ketika Tuloh mengabarkan ada kebun strowberi, saya dan kakak bingung. Dari mana asalnya kebun tersebut? Selama ini, tak pernah terdengar kabarnya kalau ada petani strowberi di kampung halaman kami.

Sampailah tanggal 16 April lalu, Tuloh mengirimkan sebuah video berdurasi 20 detik. Betul-betul di kebun strowberi. Dengan pengantar,

“Pan pada njaluk ora?”

“Ngene sapa kue?” Tanya saya penasaran.

“Mene VC. Ning Karangsari Baratlah.

Saya membuat video call. Dan Tuloh betul-betul tengah berada di hamparan kebun strowberi  dengan latar belakang gunung Kukusan. Saya takjub. Bertanya itu di daerah mana dan meminta dia mengirim foto lebih banyak. Meski tetap saja, foto yang Tuloh kirimkan tak sesuai dengan ekspektasi saya. Hahahaha. Malangnya, saya tak dapat mengingat tempat yang dia sebutkan. Sampai akhirnya kakak saya muncul dan bertanya,

“Bekas kebun jambu udhu?”

“Kidule.”

“Sebelah wangan?”

“Iya, betul!”

Siyal! Daya ingat saya memahami peta kampung halaman rupanya sangat buruk. Sama dengan kapasitas daya ingat  mengenai beberapa bahasa yang acap terlupa.

Kebun itu, tentu saja bukan milik Tuloh. Bukan juga milik saudara saya. Tapi, perasaan saya begitu berbunga melihatnya. Penasaran siapa yang punya, siapa yang menanam, kenapa terpikir menanam strowberi dan kenapa memilih desa Karangsari? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkelindan  ketika Tuloh mengabarkan yang menanam adalah warga dari tetangga desa.

Tuloh mengabarkan serba sedikit mengenai petaninya. Sampailah malam harinya, saya menelusuri Facebook, dengan carian kunci “strowberi Karangsari” saya berhasil menemukan siapa pemiliknya.

Saya memberanikan diri untuk menambahkannya menjadi teman. Tak ada satu mutual temanpun dalam list jumlah teman pemilik akun bernama Hartono Sedapur. Tadinya, saya berpikir pemilik akun satu lingkaran dengan orang-orang dari SMAN 1 Pemalang. Kenapa? Yah tiba-tiba saya dapat lingkaran itu soalnya. Ahahahaha... Padahal nggak pernah sekolah di Pemalang.

Statusnya orang-orang Karangsari ^_^


Minggu pagi, saya memberanikan diri mengirim inbox. Dan dengan ramah, Mas Hartono menyilakan saya untuk menghubungi nomor Whatsappanya (WA). Mulanya, saya berpikir ingin menuliskan sedikit mengenai kebun strowberinya. Beberapa pertanyaan sudah saya susun di kepala (iya, baru di kepala doang eheheheehe).

Tapi, saya urung memberikan banyak pertanyaan ketika tiga soalan yang saya berikan, salah satu jawabannya membuat saya merenung panjang.

“Kenapa memilih desa Karangsari sebagai kebun, sedangkan Mas Hartono sendiri kalau tidak salah orang Jurangmangu?”

Jawabannya,

“Pertama soal kebutuhan air buat tumbuh kembang stroberi, Karangsari soal air cukup memadai. Kedua, perihal mendekat ke pasar, konsumen stroberi petik sendiri cenderung memilih akses jalan yang mudah dijangkau.”

Saya terdiam cukup lama membaca baris-baris tersebut. Semuanya bagi saya seolah menjadi tiba-tiba. Tiba-tiba, saya jadi ingat draft tulisan di blog pribadi dengan judul, “Siapakah Gadis dari Jurangmangu itu?” Jangan-jangan, istri Mas Hartono adalah gadis yang saya pertanyakan di kepala sejak dua bulan terakhir ini. Lalu, tiba-tiba juga saya seperti melihat potensi ekonomi yang begitu besar di desa saya.

Selepas membaca novelnya Okky Madasari, saya teringat dengan sosok gadis dari Jurangmangu yang tak pernah saya kenali.


Dan mengenai ketersediaan air di desa Karangsari yang melimpah, saya jadi ingat salah satu akun di Twitter yang belum lama saya ikuti. Akun tersebut adalah milik anak Gunungsari. Kata dia, mengabarkan ke teman saya lainnya  bahwa desa saya, adalah tempat dia mengambil air ketika musim kemarau tiba. Jangan-jangan, akun tersebut juga temannya Mas Hartono karena kalau tak salah dia juga pernah kuliah di Semarang. Alahai, tiba-tiba!

Allahu...

Betapa kayanya kampung saya!

Kembali ke pembukaan tulisan di atas, mengetahui ada kebun stroberi dan mengenal Mas Hartono seperti menampar-nampar alam bawah sadar saya. Bahwa, sejatinya kampung halaman itu tak hanya indah dalam kenangan.

Saya urung menanyakan banyak hal kepada Mas Hartono. Mungkin, lain kali saya harus  menyusun kembali soalan-soalan yang akan diajukan. Dan jawaban-jawabannya, tak menimbulkan melankolia kepada diri saya.

Bersambung...

 

Waktu Tuloh kirim foto ini, kami yakin ini bukan jepretannya. Hahahahaha!

Pengobat rindu kumpul, kan makan dan brol ngobrol ^_^


Kopi Jinjinger? Apa yang kebayang kalau dengar nama itu? Saya, awal baca Kopi Jinjinger kesannya itu kopi untuk kaum sosialita. Hahahaha... Kan ngebayanginnya orang yang belanja di mall trus jinjing tentengan dengan isi barang-barang branded gitu. Jadi, pas pertama dengar yah agak mikir gini, "Ini bukan untuk kelas saya." Gitu amat kepikirannya. Wakakakaka... Yah maaf, dah setahun otak buat rebahan aja jadi over thingking terus.

Pas sudah di Depok, saya nanya-nanya dengan Kak Beby ada kopi apa saja. Dan saya direkomendasikan kopi Hujan Senja. Kata kak Beby, itu enak. Sebagai peminum kopi amatir, saya manut aja. Terus mesen ke Kak Beby. Eh, saya lupa mesennya sama kak beby atau Om Ragil. Hehehehe.

Beberapa hari kemudian, kopi langsung sampai aja. Cepet bener proses bungkus dan kirimnya. Kudu ditiru ini. Nah, pas nyobain itu kopi Hujan Senja beneran enak banget. Enak buat diminum kosongan gitu aja tanpa gula. Yah, selama ini kan saya minum kopinya masih tetep pakai gula atau susu kental manis (SKM). Meski nggak manis-manis banget, tapi yah tetep belum bisa kayak Diaz yang bisa minum kopi sehari lima gelas tanpa gula. Bahahahaha... Maaf, jadi ghibahin orang. 

Sejak minum Hujan Senja, saya mulai mentasbihkan diri sebagai bajer independennya Kopi Jinjinger. Bahahaha... Apa banget, dah! Maaf ya, Kak beby dan Om Ragil (sungkem).

Tapi sayang, pas mesen yang ke dua kalinya kopi Hujan Senja sudah nggak ada. Apa setelah itu saya berhenti jadi bajer independen? Yah nggak juga, sih. Soale masih ada gayo wine yang rasanya juga enak banget! Tuh, sampai pakai tanda seru. Mahahaha.

Sebelumnya, Kopi Jinjinger dikirim dari Kalibata. Ini karena Ownernya Om Ragil dan Kak Beby tinggalnya memang di sana. 

Tahun 2021 ini Kopi Jinjinger pindah ke Depok. Tetanggan! Tetanggan jauh tapi, lebih dari 10 KM. Hahahahaha...

Nah, Februari lalu (ya elah, dah berapa bulan ini) saya niat main ke Kopi Jinjinger. Sekalian biar bisa ketemu sama Om Ragil yang kalau nggak salah inget baru ketemu sekali waktu acara ASEAN Bloger. Dan pengen ketemu juga dengan Kak Beby yang belum pernah ketemu. Janjian sejak di Malaysia, tapi nggak pernah jadi juga. Sampailah Kak Beby pindah ke Sabah dan pulang ke Indonesia.

Sebelum ke tempat Kopi Jinjinger, tentu saja saya mengajak kawan-kawan yang lain. Diaz, Hilda dan Kak Ije. Owh ya, teman-teman saya ini pada taat prokes banget. Jadi, pas diajakin nanya dulu, "Beneran nggak apa datang lebih dari seorang?"

Setelah meyakinkan satu sama lain aman dan meyakinkan tetap jaga prokes akhirnya tanggal 14 Februari 2021 kami datang ke Kopi Jinjinger. Saya dan Hilda, sebagai kang nyasar dah biasalah ya sesat jalan. Sampai di lokasi Kopi Jinjinger, waw! Homey banget! Selain deretan kopi, juga udah disiapin macam-macam makanan.

Gimana, gimana?

Kami sampai masih siang. Jam satuan kayaknya. Pas banget buat langsung makan. Niat banget ini cari makan. Owh ya, saya bawa bahan roti jalan. Tadinya mau dimasak dulu di rumah, tapi gasnya habis. Sementara Nitanya nggak ada, jadi saya nggak bisa pasang. Dasar lemah!

Nggak lama sampai, langsung eksekusi roti jala. Sementara kuah kari (yang kemudian diganti gulai) sudah disiapkan oleh Kak Beby. Ya ampun, enak banget hidup. Hahahaha. Roti jala belum selesai dibuat, Kak Beby, Om Ragil dan Mamanya sibuk nyuruh kami makan. Jadilah, kami langsung makan. Sementara Kak Beby kembali menghangtkan roti maryam. Yak ampun, lengkap banget.

Roti jalan buatan saya sendiri.


Sambil makan, sambil minum kopi, kami ngobrol macam-macam. Apa selesai makan kami pulang? Oh, tentu tidak. Kami masih ngobrol entah apa-apa, sebab masih ada nasi bakar yang dibawa Hilda belum dimakan. Ahahahah... Astaga, niat banget ini. Macam piknik aja.

Dari terang benderang, sampai gelap gulita. Hahahahaha


Menjelang ashar, nasi bakar yang Hilda bawa baru kami panaskan. Tahu dong ngapain lagi? Ya makanlah :D.

Manasin nasi bakar.


Ngobrolin apa sih sampai selama itu?

Banyak hal. Pengalaman masing-masing. Kayaknya, baru kali itu saya ketemu teman-teman selama ngobrol tak sekalipun melepas masker. Boleh dibilang, ini adalah kumpul-kumpul pertama saya di Jabodetabek setelah pandemi dengan jumlah teman yang banyak. Ini jadi kayak obat rindu ngumpul. Buat Om Ragil, Kak Beby dan Mamanya, terima kasih banyak sudah mau menerima kami. Terima kasih juga atas hidangan mewahnya. Cold Brew yang enak banget. Pun sudi menerima kami dari hari benderang, sampailah gelap gulita. 

Oh ya, ngomong-ngomong penasaran nggak kenapa namanya Kopi Jinjinger? Setelah menanyakan ke Kak Beby, arti harfiahnya rupanya gini, Bisa dibawa ke mana-mana, bisa dikirim ke mana-mana, nanti kurir yang ngejinjing sampai ke depan rumah.

Dulunya, Kak Beby punya blog namanya jinjinger juga. Blognya isi tentang jalan-jalan. paslah ya, kalau dicocok-cocokin. Kalau bukan Kak beby yang jalan-jalan, biar kopinya saja. ^_^

Cold Brewnya enak ^_^. Yang mau nyoba pesen, sila hubungi nomor di atas. Kopi Jinjinger aktif di jam kantor, ya. Setelah itu, selow respon.




Detail harga Kopi Jinjinger. Akun IG, @kopijinjinger.

Sekali lagi, terima kasih untuk sambutan hangatnya. Semoga bisa main lagi, kumpul-kumpul.






Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Teman-teman

Sering Dibaca

  • Diary Blogger Indonesia
  • RM. 100 Dari Denaihati
  • Minyak Gamat Bukan Hanya untuk Obat Luka
  • Beli Sprei Bisa Umroh?
  • Daftar Peserta Lomba

Harta Karun

  • ►  2022 (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2021 (8)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (1)
    • ▼  April (2)
      • Tiba-tiba ada Kebun Stroberi di Desa Karangsari
      • Main dan Makan-makan di Kopi Jinjinger
    • ►  Februari (1)
  • ►  2020 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (41)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (63)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2015 (137)
    • ►  Desember (25)
    • ►  November (20)
    • ►  Oktober (34)
    • ►  September (19)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (52)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2013 (40)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2012 (74)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (14)
  • ►  2011 (87)
    • ►  Desember (10)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (18)
    • ►  September (13)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (141)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2009 (124)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (17)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2008 (105)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (16)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2007 (30)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (12)
    • ►  Agustus (2)

Kategori

Ads Blogger Hibah Buku Celoteh Cerpen Featured GayaTravel KBO komunitas Murai Perjalanan Piknik Buku Pojok Anaz Reportase resep reveiw Semestarian Serial Sosok Teman TKW TripGratisan Volunteer

Catatan Anazkia By OddThemes | Turatea.com