Catatan Anazkia

Karena hanya tulisan yang bisa saya tinggalkan

  • beranda
  • Kisah
    • Serial
    • Cerpen
    • Celoteh
    • Reportase
    • Perjalanan
      • Gaya Travel
      • Trip Gratisan
      • Piknik Buku
  • Pojok Anaz
  • Murai
  • Sosok
  • komunitas
    • Volunteer
    • KBO
    • Semestarian
    • Blogger Hibah Buku



Bapak, meninggal ketika saya masih duduk di bangku SMA. Saya anak kedua dari empat bersaudara. Saat itu, kakak belum lama menikah. Sementara saya hidup mandiri dengan bekerja sambil sekolah. Dua adik saya, tinggal bersama orang tua. Sejak bapak meninggal, hidup ibu sedikit lintang pungkang. Sebelum itu, ibu kerap bekerja membantu bapak dengan menjadi asisten rumah tangga (ART). Pekerjaan itu dilakoni ibu tanpa mengenal lelah. 

Sejak bapak meninggal, ibu kembali menggeluti pekerjaannya sebagai ART di Jakarta. Sementara kedua adik bersama dengan kakak di Cilegon. Kalau saya, sudah terbiasa hidup jauh dari orang tua. Tak lama, ibu saya kembali ke Cilegon dan berkumpul dengan adik-adik. Sementara saya, kembali merantau entah kemana-mana. Saya memang termasuk anak yang jarang berkumpul bersama keluarga. Merantau dari satu tempat ke tempat lain. Sampai terkadang lupa, cebisan-cebisan memori mengenai perjalanan ibu setelah bapak tiada.

Sepanjang menjadi orang tua tunggal, ibu tak pernah terdetik untuk kembali menikah lagi. Sebagai anak, masing-masing dari kami memberikan peluang kepada ibu jika memang masih ada jodohnya ibu dibolehkan menikah lagi. Tapi, ibu selalu menolak. Bahkan, ibu selalu bilang dengan orang yang belum begitu kenal kalau suaminya masih ada. 

Perjalanan ibu selama menjadi orang tua tunggal tentu saja tidak mudah. Dengan keterbatasan pendidikan, yang ibu saya buat untuk menopang hidup tentu saja tak jauh dari pekerjaan informal sebagai ART. Sampai suatu hari, ketika saya masih di Malaysia kakak memberi kabar kalau ibu hendak berjualan nasi uduk. 

Saya mendukung niat ibu. Dengan modal yang tak begitu banyak, ibu memulai usahanya. Mulanya, hanya menjual uduk saja. Tapi kemudian, ada banyak orang yang menitipkan dagangannya. Setelah saya pulang dan kerap melihat aktivitas ibu, saya acap dibuat terpana. Bagaimana seorang perempuan tanpa pendidikan tinggi ini memberdayakan sesama perempuan lainnya. Gimana ceritanya kalau cuma dagang uduk saja bisa memberdayakan perempuan?

Ibu saya, setiap pagi menggelar dagangannya. Jualan di kampung, tentu saja harganya murah-murah saja. Rp5000/bungkusnya. Isinya, tentu saja nasi ditambah dengan beberapa lauk seperti potongan dadar telur, oreg tempe, bihun goreng dan sambal tentu saja. Eh, kerupuk jangan lupa. Harganya iya Rp5000. Tapi, kalau ada orang beli Rp3000-Rp4000 masih dilayanin dengan lauk yang sama. Mak Ai! Murah hati betul ibu saya itu. Ibu hanya menyediakan dua jenis gorengan, bakwan dan tempe. Kata ibu, biar diisi oleh tetangga makanan lainnya.

Lah, kalau cuma jualan uduk begitu, di mana letak pemberdayaan perempuannya? Nanti dulu, sabar...

Jadi, setelah sekian lama ibu saya berjualan, mulai ada orang-orang yang menitipkan kuenya. Dari mulai risoles, donat, ketan, pisang goreng, martabak mini, bubur sumsum, buras dan macam-macam lagi. Kalau pas pulang dan ngobrol sama ibu, saya acap berbincang-bincang bagaimana para ibu di luaran sana menitipkan dagangannya.

Ada, seorang ibu yang tiap harinya menjual bubur sumsum. Jualannya tak banyak, karena memang modalnya sangat terbatas. Ibu ini, awalnya bukan orang susah. Tapi, roda ekonomi selalu berputar. Beliau pantang menyerah, dengan uang seadanya membuat bubur sumsum. Meski tak banyak, tapi dari uang berjualan itulah ia menggantungkan kehidupan sehari-harinya. Apa sampai ratusan ribu setiap harinya? Tentu saja tak sampai. Bubur yang dibuat sedikit, uang yang didapat pun tentu saja sedikit. Kadang, hanya Rp20,000 saja. Tapi, dari uang itulah ibu tersebut membeli kebutuhan hidup setiap harinya. Kadang, kalau buburnya nggak ada yang beli, sama ibu saya diborong. Trus dikirim ke kakak saya yang suka makan bubur tersebut. Tapi sekarang ibunya lagi libur, lagi di luar kota jaga cucunya.

Risoles. Seorang perempuan muda, setiap harinya membuat risoles tak lebih dari 20 biji. Ditaro di tempat ibu saya. Suaminya ada, tapi yah kerjanya gitu-gitu aja. Balik lagi, uang 20 itulah yang diputar buat kebutuhan hidup sehari-hari.

Kalau ibu penjual buras beda lagi. Jualannya lebih banyak. Yang jualan sudah sepuh. Tapi beliau gigih setiap hari menitipkan jualannya. Untuk tambah-tambah biaya hidup sehari-hari, katanya. Sekarang, ibunya lagi nggak jualan. Sejak suaminya meninggal belum lama, ibunya sering sakit-sakitan. Kabarnya, setelah idul adha ini akan berjualan lagi. Semoga segera jualan lagi. Soalnya burasnya enak.

Penjual ketan, pisang goreng dan sebagainya itu semuanya perempuan. Dulu saya abai dengan aktivitas ibu selama berjualan. Tapi melihat latar belakang siapa saja yang berjualan, saya malah kagum. Roda ekonomi sederhana digerakan dari kalangan bawah. Betapa nilai uang yang nampak tak seberapa itu mampu menghidupi perempuan-perempuan hebat tersebut. Kadang saya mikir, ibu saya ini tanpa sadar juga jadi feminis. Tapi benar-benar di akar rumput. Tanpa ilmu, tanpa teori dan tanpa pahaman-pahaman apapun. Hahahaha... lebay amat ya saya.

Itu baru yang nitip jualan. Ada lagi cerita-cerita ibu yang lain. Ibu saya ini penjual yang murah hati. Ibu selalu melebihkan orang yang beli. Misal ada yang beli gorengan lima, ditambah jadi enam. Atau kalau ada anak pondok beli, selalu ditambahin macam-macam. Malah ada satu anak yang kerap dikasih uduk setiap pagi (sekarang anaknya udah pulang). Kata ibu saya, itu cara dia "menitipkan" anak-anaknya ke alam semesta. Eh, maksudnya gimana? Saya kan jarang di rumah, selalu hidup merata-rata. Jadi, ketika ibu memberi makanan ke pembeli itu ibaratnya lagi ngasih ke saya. Lebih kurangnya begitulah.

Kalau kata kakak saya, itu cara ibu berbahagia. Jadi, biarkan saja, jangan pernah dihitung dengan matematika.

Kalau pas pulang, kadang saya suka iseng merhatiin tangan ibu kalau lagi tidur. Di usianya yang sudah memasuki 59 tahun, tangan ibu nampak mulai keriput. Sering ngerasa takut dan dibuai sayu. Takut kalau tiba-tiba ibu tiada. Takut kalau selama hidup saya, saya tak pernah sekalipun berbakti kepada ibu. Pernah, terdetik di hati kecil kalau ada rezeki, saya ingin berangkatin ibu umroh. Nggak usah saya dulu, saya harus prioritaskan ibu. Meski saya tak tahu, entah dari mana uangnya. Tapi melihat orang-orang yang naik haji katanya harus punya niat dulu, maka itulah niat yang saya tanamkan di hati kecil. Kenapa bukan niat haji sekalian? Usia ibu saya menjelang 60 tahun. Kalau daftarnya sekarang, kapan akan dapat panggilan. Meski sebetulnya, perhitungan manusia terkadang tak sama dengan ketentuan-Nya.

Semoga Allah mengijabah niat saya.




Kalau menyebut “tenun ikat” pikiran kita akan langsung mengingat kain etnik khas beberapa daerah di negeri tercinta ini. Salah satu daerah penghasil tenun ikat yang terkenal adalah NTT (Nusa Tenggara Timur), khususnya di 4 pulau utama yaitu Flores, Sumba, Timor, dan Alor, yang bisa disingkat “Flobamora.”

Tapi, bagaimana seandainya saya menyebut “Topi Rea?” Apakah ada diantara teman-teman yang mengenalnya? Ah, Topi Rea khas Manggarai Barat ini memang tidak begitu populer di kalangan wanita. Tapi, banyak pria yang mungkin mengenalnya karena memang, topi ini adalah sejenis kopiah yang umum digunakan oleh kaum pria.

Baik tenun ikat khas NTT maupun Topi Rea khas Manggarai Barat, adalah dua kekayaan budaya Indonesia yang indah dan wajib dilestarikan. Di samping dua kekayaan daerah tersebut, tentu masih ada banyak produk-produk lokal lainnya yang menarik dan kerap kita butuhkan.

Tapi, bagaimana kita “berani” berharap budaya khas bangsa ini akan bertahan jika kita (sebagai anak bangsa) sering tak peduli dan tidak mau membeli produk dalam negeri sendiri?

Ya, ini adalah problema yang selama ini selalu menghantui pelaku usaha lokal (UKM dan UMKM) dalam mempertahankan berbagai budaya lokal. Produk-produk mereka seringkali kurang diminati oleh bangsa sendiri. Hingga tak mengherankan jika banyak produk khas daerah yang kalah bersaing dengan produk luar. Hingga, perlahan namun pasti (produk lokal) mulai terlupakan dan kelak tinggal sejarah.

Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI)

Gernas BBI atau Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia adalah program yang dipilih untuk membangkitkan, memperkenalkan, dan mempromosikan produk buatan UMKM lokal agar bisa bertahan dan bersaing serta berkilau tidak hanya di negeri sendiri, tapi juga di seluruh penjuru dunia.

Program ini, kali pertama diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Mei tahun 2020 silam. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan pelaku usaha (UKM dan UMKM) di Indonesia agar bisa bertahan dan bangkit serta mampu melewati masa-masa sulit di era pandemi ini.

Usaha ini patut kita apresiasi dan kita harus #SiapBersamaUMKM. Karena kita bukan bangsa yang lemah dan mudah berputus asa, bukan? Banyak bukti yang telah menunjukkan kepada kita betapa bangsa ini sebenarnya sangat cinta, peduli, dan mau ikut bersusah payah mempertahankan budaya. Hingga, budaya tersebut tak lekang oleh zaman. Seperti batik contohnya. Kini warisan nenek moyang tersebut telah meraih puncak popularitasnya setelah dahulu sempat tenggelam. Dan, berkat kegigihan dan kepedulian anak bangsa, maka budaya ini tak hanya dicintai di dalam negeri sendiri tapi juga dikagumi dan digemari oleh bangsa lain. Hingga, membuat kita merasa begitu bangga.

Peluang yang sama tentu bisa didapatkan oleh kekayaan budaya negeri ini yang lainnya. Termasuk, produk lokal khas Flobamora. Untuk meningkatkan peluang tersebut, pemerintah Indonesia rutin menggelar program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) untuk mempromosikan produk asli Indonesia--buatan anak bangsa. Sekaligus, untuk membantu para pelaku usaha UMKM agar bisa bertahan ditengah himpitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Kilau Digital Permata Flobamora

Setelah Gernas BBI sukses memperkenalkan dan mempromosikan beberapa budaya daerah di tahun-tahun sebelumnya, Gernas BBI seri Juni 2021 kali ini memilih tajuk “Kilau Digital Permata Flobamora.” Tujuannya adalah untuk mempromosikan dan mengangkat permata ekonomi serta budaya dari daerah Nusa Tenggara Barat (NTT).

Sehingga, produk-produk lokal di wilayah ini akan lebih dikenal dan lebih mudah diakses serta dibeli oleh masyarakat di seluruh Indonesia maupun masyarakat luar. Untuk mewujudkan impian tersebut, Gernas BBI pun berusaha memaksimalkan platform digital. Dengan harapan, platform online ini bisa membantu memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dengan belanja #DiIndonesiaAja kapanpun mereka mau dan dari manapun mereka berada.

Puncak perhelatan Gernas BBI untuk mengangkat budaya dan ekonomi pelaku usaha maupun UMKM di NTT yang bertajuk Kilau Digital Permata Flobamora (Flores, Sumba, Timor, dan Alor) resmi digelar pada hari Jumat tanggal 18 Juni 2021 kemarin. Dan, mengambil lokasi di wilayah Puncak Waringin, Labuan Bajo, NTT.

Demi mendukung kesuksesan program #KilauDigitalFLobamora, Gernas BBI menggelar acara puncak secara offline (tatap muka) dan online ini yang dihadiri banyak nama-nama beken yang tentu tidak asing bagi kita. Seperti beberapa tamu undangan VVIP yang terlihat antusias mengikuti acara tersebut. Sebut saja, Edistasius Endi (Bupati Manggarai Barat) dan Gubernur NTT Viktor Laiskodat sebagai perwakilan tuan rumah. Serta, beberapa perwakilan pemerintah yang terdiri atas, Wapres Ma’ruf Amin, Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan, Menparekraf Sandiaga Uno, Menkominfo Johnny G. Plate, Gubernur BI Perry Warjiyo, Mendagri Tito Karnavian, MenPUPR Basuki Hadimuljono, MenBUMN Erick Thohir, MenkopUKM Teten Masduki, Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar, hingga Dirut Telkom Ririek Adriansyah.

Untuk mensukseskan program Gernas BBI, Kilau Digital Permata Flobamora diisi dengan serangkaian acara yang bertujuan untuk memperkenalkan produk UMKM, memfasilitasi pelaku usaha lokal, dan membantu perekonomian masyarakat, serta melestarikan budaya NTT. Seperti misalnya,

1. Sambutan Wapres hingga Bupati 

Melalui sambutannya, Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi menghimbau kepada para pelaku usaha maupun UMKM di NTT untuk memanfaatkan platform digital dalam rangka mempromosikan dan memasarkan produk-produk mereka secara online. Sehingga, karya dan kreasi mereka dapat menjangkau konsumen yang lebih luas.

“Inilah era kebangkitan (yang akan membantu) kita keluar dari keterpurukan yang disebabkan oleh Covid-19, kita bangkit bersama digitalisasi. Hari ini, Pemerintah Provinsi NTT meluncurkan aplikasi Go NTT sebagai marketplace bagi produk-produk lokal NTT,” paparnya.

Tak mau ketinggalan, Menparekraf Sandiaga Uno juga turut menyampaikan sambutan di acara puncak Gernas BBI yang bertajuk Kilau Digital Permata Flobamora tersebut. Beliau membuka sambutannya dengan membaca dua gubahan pantun yang mengangkat tema promosikan produk lokal.

Di sela-sela sambutannya, Sandi juga tak lupa melemparkan candaan untuk memperkenalkan kreasi masyarakat NTT yaitu, Topi Rea khas Manggarai Barat. “Pak Bupati, saya kehabisan kopiah produk ekonomi kreatif Manggarai Barat, tiap kali saya pakai diminta orang. Tolong dikirim lagi 100 biji.” Begitu selorohnya saat menyampaikan sambutan secara virtual dari Makassar, Sulawesi Selatan.

Sambutan di tempat terpisah juga diberikan oleh Wapres Ma'ruf amin yang tak lupa mengapresiasi Gernas BBI sebentar serta berharap program ini mampu membangun ekonomi nasional yang mandiri melalui dukungan infrastruktur digital. 

Dalam sambutannya, Wapres menekankan pentingnya untuk menjadi kreatif, inovatif, dan bersikap aktif dalam menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Serta, memaksimalkan platform digital agar pemasaran produk, distribusi, dan pembiayaannya jadi lebih mudah.

“Pelaku ekraf dan UMKM dituntut untuk lebih adaptif, kreatif, dan inovatif menciptakan produk-produk yang sesuai dengan selera dan kebutuhan pasar dengan memanfaatkan platform digital termasuk media sosial untuk mengembangkan usaha serta mempermudah akses pada pembiayaan, distribusi, dan pemasaran produk.” Kata Ma’ruf. 

2. Virtual Expo Produk UMKM NTT

Pada helatan tersebut, launching seremonial diisi dengan kegiatan virtual expo yang diramaikan dengan pertunjukan busana (fashion show) yang menampilkan kreasi dan keindahan tenun khas Flobamora. Dan, diisi pula dengan berbagai kegiatan hiburan (musik) serta Bazaar Expo sebagai media untuk mempromosikan produk khas UMKM NTT.

3. Talk Show

Di samping launching ceremonial, acara yang diikuti oleh kurang lebih 1000 orang ini (termasuk saya--salah satunya), juga menampilkan bincang-bincang (talk show) tentang kemajuan UMKM di Indonesia, khususnya di daerah NTT. 

Sesi Talk Show yang mengangkat tema peluang bisnis bagi para pelaku UMKM di NTT ini sendiri diramaikan oleh narasumber beken seperti, CEO Grab, ketua umum idEA, serta Ceo Ladara.

4. Digitalisasi UMKM

Untuk mewujudkan transformasi digital industri kreatif nasional yang akan mendorong para pelaku UMKM agar lebih aktif memperkenalkan produk mereka, Kominfo melalui BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) akan membangun kurang lebih 422 BTS yang didukung jaringan internet berkecepatan tinggi (4G) di wilayah NTT dan, akan disebar di 16 Kabupaten. Mulai dari, wilayah Ende, Manggarai, Sumba Barat, Sumba Tengah, Rote Ndao, sampai Manggarai Timur.

5. Aplikasi Go NTT

Seperti yang tertuang pada sambutan Gubernur Nusa Tenggara Timur di atas, pemerintah daerah juga telah membuat aplikasi Go NTT (Gerbang Online NTT) yang berfungsi sebagai wadah untuk promosi dan jual-beli kekayaan lokal NTT. Sehingga, akan lebih mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia maupun pasar global.




Bagi kamu yang penasaran dengan produk-produk khas NTT dan ingin mencoba membeli produk khas masyarakat NTT seperti, kain tenun ikat, topi Rea khas Manggarai, berbagai kerajinan, serta rupa-rupa olahan makanan, kamu bisa langsung:

  1. Mendownload aplikasi Go NTT melalui Google Play Store bagi kamu pengguna smartphone Android. Setelah aplikasi terdownload dan terinstal,

  2. Bagi kamu yang belum punya akun terdaftar, kamu bisa menekan tombol “Daftar Sekarang” untuk melakukan registrasi. Yaitu dengan memasukkan nama, memilih username, alamat email, nomor hp, dan password. kemudian, tekan tombol Daftar

  3. Sesaat kemudian, kamu akan diarahkan ke halaman di mana kamu diharuskan untuk menginput “alamat tujuan pengiriman” jika nanti membeli produk melalui aplikasi ini. Setelah melengkapi semua data yang dibutuhkan, selanjutnya

  4. Kamu bisa langsung memilih berbagai produk yang terdiri atas berbagai jenis:

    1. Kuliner khas NTT

    2. Produk UMKM

    3. Alat transportasi di wilayah NTT, hingga

    4. Produk PPOB seperti pulsa (hp/PLN) serta pembayaran tagihan bulanan

  5. Kamu bisa memilih beberapa produk dan memasukkannya ke keranjang belanja atau langsung membeli produk tersebut dengan menekan tombol “BELI” > memilih jenis ekspedisi > dan melakukan Check-out, lalu akhiri transaksi dengan membayar tagihan

Cara #BeliProdukNTT melalui aplikasi GO NTT sangat mudah, bukan? Persis seperti yang biasa kita jumpai pada marketplace populer di tanah air lainnya. Jadi, bagi kamu yang sudah kangen dengan cita rasa makanan khas NTT ataupun ingin memiliki beberapa produk khas NTT, kamu bisa langsung mendownload dan menginstal serta menggunakan aplikasi GO NTT | Mikro Marketplace UMKM NTT by Bidlink Mitra Nusantara.




Waktu berjalan ini kayaknya cepat banget. Nggak terasa, tiba-tiba sudah tengah tahun. Sudah bulan Juni di tahun 2021 ini. Sementara, kayaknya belum ada apa-apa perubahan dalam diri. Hidup seperti tak bergerak sejak bulan Maret 2020. Stuck, di sini-sini aja. Ya, pandemi membuat saya tak bisa bergerak dan tak leluasa ke mana-mana. Jalan-jalan? Apatah lagi. Lah wong pulang ke Cilegon dari Citayam aja nggak berani.

Biasanya, sebelum pandemi pulang ke Cilegon bisa seminggu sekali. Sejak pandemi, sampai delapan bulan nggak berani pulang. Itu pun di Citayam nggak ke mana-mana kayak dulu. Kalau dulu biasanya akhir pekan bisa untuk kegiatan, ini Senin sampai Minggu tetep ngerem di rumah. Semua hari rasanya jadi sama libur semua. Lagian, sudah jadi freelancer sepenuh masa juga. Tapi, kata teman dibecandainnya freelancer yang banyak freenya. Hahahaha.

Beberapa kali, saya di ajak ke luar kota sama teman. Tapi saya belum berani naik kendaraan umum, terutama sekali bis. Gimana, ya. Asa takut gitu. Makanya salut sama teman yang bisa dan masih sering bolak-balik Jakarta-Cilegon naik bis. Tapi, nantinya saya juga harus berani. Karena mau nggak mau, kita memang harus berani berdepan dengan pandemi ini. Karena kita nggak tahu ngadepin keadaan gini sampai kapan. Asal, harus tetap taat prokes. Dan keluar kalau memang ada keperluan.

Ngomong-ngomong keluar kalau memang ada perlu, ada alternatif lain selain kendaraan umum yang biasa digunakan kalau mau ke luar kota. Ini bisa dijadikan referensi untuk orang-orang yang penakut kayak saya. Kita bisa menggunakan rental mobil dari TRAC. Rental mobil TRAC sudah menerapkan SMART protokol. 

Apa itu SMART protokol?

  • Penyemprotan rutin unit kendaraan dengan disainfektan setiap sebelum dan setelah digunakan. 
  • Petugasnya juga rutin dilakukan tes kesehatan. 
  • Penggunaan masker dan sarung tangan juga diwajibkan kepada pengemudi. 
  • Untuk penumpang, juga disediakan handsanitizer dan juga menerapkan physical distancing dan membatasi jumlah penumpang.

Lengkap banget. Ngomong-ngomong, apa itu TRAC? TRAC merupakan anak perusahaan PT Serasi Autoraya dan bagian dari keluarga Astra, yang memberikan layanan solusi transportasi secara menyeluruh. Ia berdiri sejak tahun 1986. Sejak berdiri, TRAC selalu berusaha mengembangkan produk dan pelayanan. Mulanya, hanya menyewakan lima mobil saja. Tapi kini TRAC telah berkembang menjadi market leader di bidang solusi transportasi yang mengelola hingga ribuan kendaraan, yang terdiri dari mobil, sepeda motor dan bus.

Selain itu, apa lagi kelebihan dari TRAC?

Sambut kembali aktivitas baru dengan lebih aman dan nyaman bersama TRAC buat teman-teman yang pulang dari Wisma Atlet dan memiliki hasil swab negatif  ada harga spesial mulai Rp259.000.

Syarat dan Ketentuan:

  • Promo ini hanya berlaku untuk psien yang telah memiliki hasil swab negatif dari wisma atlit
  • harga yang tertera termasuk BBM, tol dalam kota PPN 10%, masker, kacamata, pelindung, sarung tangan untuk driver, sekat pembatas driver serta penyemprotan disianfektan sebelum dan setelah pemakaian.
  • Reservasi maksimal H-12 jam dengan menunjukkan dokumen KTPdan hasil SWAB negatif dari Wisma Atlit.
  • Pembayaran dilakukan di depan.
  • Promo ini tidak digabung dengan promo lainnya.
  • Untuk pemesanan langsung dapat menghubungi PIC TRAC untuk Wisma Atlit, Fitri Amalia Hanif (0853 5600 0575) Nurlaela (0818 8833 172) Indra (0878 8094 7404)
Fitur Experience

TRAC To Go Experience merupakan fitur terbaru dari aplikasi TRAC To Go. Customer dapat memilih paket wisata yang disediakan oleh masing-masing cabang TRAC yang ada di berbagai kota di Indonesia seperti Bali, Malang, Jogjakarta, dan masih banyak lagi.

Di dalam produk Experience ini juga tersedia berbagai pilihan akomodasi mulai dari mobil penumpang berkapasitas 4 orang sampai Bus dengan kapasitas hingga 45 orang. Bekerja sama dengan vendor-vendor terpercaya seperti hotel bintang 4 dan 5, tempat-tempat wisata, serta beberapa restoran yang otentik, menjadikan layanan TRAC semakin lengkap untuk mengisi liburan keluarga maupun teman sekantor.

Pengen tahu lebih detailnya, bisa juga download aplikasinya di sini. Andorid dan Apple


·         Link GooglePlay Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=com.trac.tractogo&hl=en&gl=US 

 

Link Apple App Store : https://apps.apple.com/us/app/trac-to-go/id1459840738







Hampir sembilan bulan saya nggak pulang ke Serang. Sejak bulan September, di Citayam nggak ke mana-mana. Jadi orang rumahan yang sering sakit badan karena banyak rebahan kalau lagi nggak ada kerjaan. Kamar, ruang makan, dapur, kamar mandi tiap hari aktivitasnya di situ aja. Lama-lama, ini beneran jadi candu sampai kemudian malas ke mana-mana. Kalaupun ada keperluan, magernya masya Allah.

Selain terjemahan, kadang saya juga membuat kue. Donat, bolu atau apalah tergantung pesenan. Nah, kalau pesenan donat lagi banyak ini bikinnya bisa seharian. Ngulen dan sebagainya membutuhkan waktu lama serta menguras  tenaga. Seharian, kadang sampai nggak sempat makan. Selesai itu semua, selalunya langsung mandi terus langsung rebahan lagi. Kalau sudah capai gini, saya paling suka mengenakan baju yang berbau wangi. Selain mandi juga pakai sabun yang wangi-wangi. Kayaknya, wangi ini bisa jadi terapi buat penat lelah setelah ngadon.

Setelah mandi, biasanya dibarengi dengan leha-leha rebahan sambil sekrol media sosial. Waktu itu, sering banget iklan Scarlett muncul di Facebook. Apalagi, kalau lagi nonton video di Facebook. Iklan yang tak sampai satu menit itu membuat saya penasaran. Sabun cair warna ungu dan skincare kerap mampir di beranda. Skincare nggak penasaran, karena memang bukan pengguna. Yang sabun ini penasaran sebab suka wangi-wanginya.

Selain iklan di Facebook, sewaktu membuka Instagram juga lini masa kembali memunculkan macam-macam produk Scarlett. Ada body lotion. Lotion, adalah salah satu perlengkapan yang harus saya punya. Maklum, tangan agak sensitif. Malam, saya selalu rajin memakai lotion.

Awal bulan lalu, akhirnya saya coba cari-cari informasi mengenai produk Scarlett ini. Ada banyak review yang sudah saya dapatkan. Dan tiga produk ini akhirnya yang saya perolehi. Dikirim dan dikemas dengan aman, produk ini sampai dengan selamat. Nggak pecah. Dibungkus buble wrap. Eh, ini waktu baru sampai saya nggak sempat foto.



Waktu baru sampai, saya sempat mengunggah fotonya di story Whatsapp. Rupanya, beberapa tean komentar dan mereka pun penasaran dengan produk Scarlett ini. Sampai ada yang mau nungguin reviewnya. Hahahhaa... Maaf reviewnya lama, ya. Ini beberapa pengalaman menggunakan Scarlett selama lebih kurang tiga minggu.







1.       1. Pomegrante Scarlett Brightening Shower Scrub



Waktu lihat iklannya di Facebook, kirain botol sabun ini warna ungu. Ternyata, saya salah! Yang warna ungu itu cairannya, bukan botolnya. Sementara botolnya bening. Waktu produk Scarlett baru sampai, yang saya coba lebih dulu sabun cair ini. Gimana pengalamannya menggunakan sabun cair ini? Wadahnya, gampang dibuka, flip top dengan tulisan SCARLETT di atasnya. Ini mudah dibawa ke mana-mana. Atau kalau mau lebih simpel, bisa lebih mudah dituang ke botol sabun kecil untuk bepergian. Tapi, sekarang lagi jarang bepergian jadilah itu sabun nongkrong di kamar mandi aja.

Dalam cairan sabun, ada butiran gel kecil-kecil berwarna merah dan biru. Meski butiran, ini nggak kasar waktu dipakai. Baunya, manis dan wangi. Eh, manis? Iya, bau kayak gula-gula. Lembut pula wanginya.

2.      2.  Scarlett Jolly Fragrance Brightneing Body Lotion



Rutinitas saya memakai lotion biasanya pagi dan petang. Pagi, kalau mau berangkat kerja, malam kalau mau tidur. Dan meski di rumah aja, rutinitas pagi memakai lotion kerap saya lakukan meski kadang terlupa. Tapi kalau siang bisa berkali-kali kalau kulit lagi kering banget. Paling sering, itu malam hari. Nah, pas nyoba buka lotion Scralett ini wanginya menyeruak. Lembut dan wangi banget. Pakai malam hari, paginya masih wangi. Ini sempat ditanya teman di Whatsapp, gimana wanginya. Saya bilang, wanginya awet. Dan setelah disapukan ke tangan, lotionnya nggak begitu basah. Ada beberapa lotion setelah diusapkan ke tangan jadi terasa lengket.

Pernah nyoba pakai waktu keluar rumah. Keluar sejak siang hari, pulangnya malam. Itu bekas wangi lotion yang saya udap ke badan masih ada. Bahkan, nempel di kerudung. Lebay? Enggak, wong beneran. Pakai lotion ini, kayaknya nggak perlu pakai parfum lagi. Hahahahaha.

Kenapa wanginya bisa selama itu? Body lotion Jolly, wangi jollynya kayak wangi Yves Saint Laurent Black Opium Eau De Parfume. Itulah kenapa bisa tahan lama. Selain varian Jolly Scarlett, ada juga varian lainnya seperti,

Body lotion charming: wangi Charimng seperti wangi parfume Baccarat Rouge 540 Eau De.

Body lotion Freshy: wango Jo Freshy kayak wangi Jo Malone English Pear & Freesia eau de cologne.

Ini bisa nyobain nanti kalau yang Jolly udah habis.

3.       3. Scarlett Body Scrub Romansa



Luluran. Seberapa sering saya melakukan luluran? Tentu saja amat jarang. Tapi, pas udah ada Scarlett ini saya bisa melakukannya seminggu dua kali. Warnanya putih, dengan buliran-buliran halus yang tak sakit saat digunakan ini baunya lagi-lagi harum. Selain harum, wanginya juga tahan lama. Saya biasanya menggunakan sore hari, paginya masih ada sisa-sisa wangi.

Cara pakainya gimana? Langsung disapukan ke seluruh badan sebelum mandi. Terus, diamkan selama 2-3 menit. Baru setelah itu disiram air. Dan lanjut bilas lagi menggunakan Scarlett Shower Scrub. Tapi saya tak selalu. Kadang, cukup dengan Body Scrub aja.

Scarlett by Felicya Angelista ini awalnya saya pikir produk dari luar negeri. Rupanya, ini asli produk buatan mojang Bandung. Oh ya, body scrub, shower scrub dan body lotion Scralett ini mengandung Glutathione dan Vit E untuk mencerahkan, melembabkan dan menutrisi kulit. Selain itu, sudah terdaftar di BPOM. Tidak diujicoba kepada binatng.

Ngomong-ngomong, harganya berapa?

Seluruh harga produk, satuanya adalah Rp75.000. Tapi, ada harga paket hemat yang lima item, harganya Rp300.000 (bisa dapat box exclusive+free gift).

Bisa dibeli di mana dan bagaimana?

Semua produk Scarlett bisa dioreder melalui nomor Whatsapp, 0877-0035-3000. Line, @scarlett_whitening, DM Instagram @scarlett_whitening atau juga Shopee dengan akun Scralet_whitening.

Yang penasaran pengen nyoba, bisa klik-klik nomor dan akun di atas, ya. Alhamdulillah, selama menggunakan Scralett tidak ada iritasi kulit.

Owh ya, keaslian produk Scralett ini terjaga. Di setiap wadahnya ada barcode yang bisa kita scan dan nanti akan muncul informasi kayak gini. Jadi, jangan takut kita dapat barang tiduran, ya ^_^.




Foto ini saya ambil dari webnya jurangmangudesa.id.  



Hari masih gelap saat aku dan Simbok keluar rumah. Tanah dan rumput teki yang kami injak basah oleh embun. Ayam berkokok sahut menyahut, langit di sebelah timur agak memerah.

Aku dan Simbok bukan satu-satunya orang yang menyusuri jalanan pagi ini. Di depan kami, di belakang, juga disamping, perempuan-perempuan menggendong tenggok menuju Pasar Ngranget. Kami semua seperti kerbau yang dihela dipagi buta, menuju sumber kehidupan.

Narasi di atas adalah sebuah tulisan dari Okky Madasari dalam novelnya, Entrok. Setting tersebut tentu saja di sebuah kampung yang jauh dari keramaian pada masanya.

Kalau membaca cerita-cerita fiksi dengan latar belakang kampung yang tak ada penerangan listrik, ke pasar jalan kaki dan seumpamanya saya acap dibuai kenangan ketika kecil.

Dulu, waktu masih Sekolah Dasar (SD) di awal tahun 90-an saya pernah mengalami hal serupa.  Jalan kaki ke sekolah. Nggak begitu jauh memang, tapi untuk saat ini jaraknya lumayan bisa mengeluarkan keringat kalau ditempuh. Dalam dua kilo meter sepertinya. Saat itu warga yang memiliki kendaraan juga masih sedikit. Kalau hari pasaran Selasa dan Jumat, jalanan akan lebih ramai. Berbarengan dengan warga yang pergi ke pasar. Saat itu, masih ada warga yang masih membawa tenggok (bakul) ke pasar. Selain tenggok, warga juga membawa tas tenteng sendiri. Ada juga yang membawa hasil bumi. Dari cabai, jagung, kopi, cengkih, pisang, nangka atau tergantung musimnya. Seorang bapak yang memikul kayu bakar pun saya masih mengingatnya.

Selain keriuhan yang saya temui di atas, ada satu sosok yang tiba-tiba saya ingat ketika membaca novelnya Okky Madasari. Seorang gadis berseragam SMA mengusik hati kecil saya. Gadis itu, kabarnya berasal dari desa Jurangmangu. Mengingat jarak, Jurangmangu cukup jauh dari kampung saya. Ia betul-betul berada di kaki gunung Slamet. Gadis berseragam SMA tersebut postur tubuhnya tinggi, rambutnya ikal dan langkah kakinya panjang-panjang. Bagi saya saat itu, gambaran menjadi dewasa adalah gadis tersebut. Tasnya selempang, roknya di bawah lutut, kaos kaki putihnya sampai ke betis. Betul-betul idola dalam hati kecil saya.

Saat itu, saya hanya menganguminya. Tapi sekarang ketika mengingatnya saya lebih takjub lagi. Kira-kira dia jam berapa dari rumahnya ketika jam enam atau setengah tujuh pagi dia sudah berada di desa Karangsari? Tergambar juga dia melewati jalanan yang gelap karena saat itu belum ada listrik. Kabarnya, gadis tersebut sekolah di SMA Negeri Satu Pemalang. Entah betul, entah tidak. Karena kami memang tak pernah ada komunikasi sama sekali.

Dulu, di kampung halaman orang yang sekolah sampai ke jenjang SMA itu bisa dihitung dengan jari. Mas Slamet, Mbak Arum dan Mas Edi (ada yang di blok wetan, tapi saya lupa namanya). Dan gadis dari desa Jurangmangu itu menjadi tambahan. Meski dia bukan dari desa saya.

Jadi kepikiran gadis itu. Sekarang apa kabar? Kalau ketemu, pengen denger ceritanya selama perjalanan menuju sekolah. Dan kenangan apa yang paling diingatnya. Kabupaten dari desa saya, tentunya masih jauh. Satu kali naik angkot, dan berpindah lagi naik bis. 

Selain gadis tersebut, adajuga satu pria. Tapi saya tak mengingat jelas. Kalau tak salah ingat, pria tersebut mengenakans eragam putih biru. Bukan putih abu-abu. Tapi mereka kerap jalan beriringan.

Dulu, gambaran dewasa bagi saya adalah gadis tersebut. Ternyata kenyataan yang saya temui ketika sudah besar berbeda. Saya tak tumbuh meninggi seperti gadis itu. Postur tubuh saya juga tak jauh berubah semenjak saya merantau dari desa. Tapi, persoalan-persoalan hidup yang saya temui jauh lebih besar dari badan saya. Ahahahaha. Ah! Tapi tak mengapa jika saya masih disapa segala persoalan. Bermakna, saya masih hidup dan menjadi manusia. Kalau hidup saya dikelilingi wijen, tentu saja saya adalah onde-onde. Bukan lagi manusia. Halagh!

Tiba-tiba Ada Kebun Stroberi di Desa Karangsari


“Mungkin kampung ini sedang bergerak sesuai dengan hukum alamiahnya, sedangkan kami hanya terjebak pada masa lalu yang terus kami jaga di kenangan kami.”

Penggalan di atas adalah petikan dari cerita pendek (cerpen) milik Mas Puthut EA dengan judul, “Dalam Pusaran kampung Kenangan”. Salah satu kumpulan cerpen tersebut saya baca di buku Kupu-Kupu Bersayap Gelap terbitan Mojok. Cerpen tersebut ada sembilan lembar lebih. Dan semuanya dalam bentuk narasi. Terkesan membosankan, tapi saya amat menggemarinya. Selama membaca, selesai membaca pikiran saya berkelindan. Lantas saya bergumam, “Segala keindahan kampung halaman itu hanya ada dalam kenangan”. Kenangan ketika saya kecil, juga kenangan-kenangan sebelum saya jauh merantau entah ke mana-mana.

Saya, ketika pulang seperti tergagap. Kampung halaman nampak asing di mata saya. Saya juga merasa  tak ada kawan dan saya seolah tak bisa bertahan hidup ketika berada di kampung halaman. Kampung halaman, bagi saya seperti menjadi tempat wisata saja. Datang sekejap, lalu pergi lagi. Begitu seterusnya. Tapi, saya bangga punya kampung halaman yang notabene masih desa. Dan saya juga acap merindukannya. Bahkan, tak jarang saya membanggakannya.

Adalah sepupu saya, yang dulu ketika kecil kami senantiasa bersama. Dia adalah penebar racun sejati. Dia acap memanas-manasi. Hampir setiap hari dia mengirim foto dan video keadaan kampung. Meskipun terkadang foto-fotonya kerap saya tertawakan, karena angle yang berantakan. Tapi saya menikmati itu semua. Fatullah, sepupu saya seperti menanam benih memori setiap hari ke alam bawah sadar saya.



Pertanyaan-pertanyaan kapan kamu pulang yang kerap dilontarkan melalui chats Whatsaap terkadang amat menyebalkan bagi saya. Tapi, tak jarang pertanyaan itu juga seperti pupuk yang menyirami rasa kerinduan saya akan tinggal di kampung halaman. Meski saya tak yakin. Tak yakin akan memilih tinggal di kampung halaman nantinya.

“Bro, balik, Bro. Toli siki ana kebun strowberi karo kopi ning Karangsari.”

Kami, dalam berkomunikasi senantiasa menggunakan bahasa Ngapak. Ini tentu saja menjadi barang mewah karena bisa menjadi pengingat saya yang kadang ada satu dua bahasa Ngapak yang terlupa.

Ketika Tuloh mengabarkan ada kebun strowberi, saya dan kakak bingung. Dari mana asalnya kebun tersebut? Selama ini, tak pernah terdengar kabarnya kalau ada petani strowberi di kampung halaman kami.

Sampailah tanggal 16 April lalu, Tuloh mengirimkan sebuah video berdurasi 20 detik. Betul-betul di kebun strowberi. Dengan pengantar,

“Pan pada njaluk ora?”

“Ngene sapa kue?” Tanya saya penasaran.

“Mene VC. Ning Karangsari Baratlah.

Saya membuat video call. Dan Tuloh betul-betul tengah berada di hamparan kebun strowberi  dengan latar belakang gunung Kukusan. Saya takjub. Bertanya itu di daerah mana dan meminta dia mengirim foto lebih banyak. Meski tetap saja, foto yang Tuloh kirimkan tak sesuai dengan ekspektasi saya. Hahahaha. Malangnya, saya tak dapat mengingat tempat yang dia sebutkan. Sampai akhirnya kakak saya muncul dan bertanya,

“Bekas kebun jambu udhu?”

“Kidule.”

“Sebelah wangan?”

“Iya, betul!”

Siyal! Daya ingat saya memahami peta kampung halaman rupanya sangat buruk. Sama dengan kapasitas daya ingat  mengenai beberapa bahasa yang acap terlupa.

Kebun itu, tentu saja bukan milik Tuloh. Bukan juga milik saudara saya. Tapi, perasaan saya begitu berbunga melihatnya. Penasaran siapa yang punya, siapa yang menanam, kenapa terpikir menanam strowberi dan kenapa memilih desa Karangsari? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkelindan  ketika Tuloh mengabarkan yang menanam adalah warga dari tetangga desa.

Tuloh mengabarkan serba sedikit mengenai petaninya. Sampailah malam harinya, saya menelusuri Facebook, dengan carian kunci “strowberi Karangsari” saya berhasil menemukan siapa pemiliknya.

Saya memberanikan diri untuk menambahkannya menjadi teman. Tak ada satu mutual temanpun dalam list jumlah teman pemilik akun bernama Hartono Sedapur. Tadinya, saya berpikir pemilik akun satu lingkaran dengan orang-orang dari SMAN 1 Pemalang. Kenapa? Yah tiba-tiba saya dapat lingkaran itu soalnya. Ahahahaha... Padahal nggak pernah sekolah di Pemalang.

Statusnya orang-orang Karangsari ^_^


Minggu pagi, saya memberanikan diri mengirim inbox. Dan dengan ramah, Mas Hartono menyilakan saya untuk menghubungi nomor Whatsappanya (WA). Mulanya, saya berpikir ingin menuliskan sedikit mengenai kebun strowberinya. Beberapa pertanyaan sudah saya susun di kepala (iya, baru di kepala doang eheheheehe).

Tapi, saya urung memberikan banyak pertanyaan ketika tiga soalan yang saya berikan, salah satu jawabannya membuat saya merenung panjang.

“Kenapa memilih desa Karangsari sebagai kebun, sedangkan Mas Hartono sendiri kalau tidak salah orang Jurangmangu?”

Jawabannya,

“Pertama soal kebutuhan air buat tumbuh kembang stroberi, Karangsari soal air cukup memadai. Kedua, perihal mendekat ke pasar, konsumen stroberi petik sendiri cenderung memilih akses jalan yang mudah dijangkau.”

Saya terdiam cukup lama membaca baris-baris tersebut. Semuanya bagi saya seolah menjadi tiba-tiba. Tiba-tiba, saya jadi ingat draft tulisan di blog pribadi dengan judul, “Siapakah Gadis dari Jurangmangu itu?” Jangan-jangan, istri Mas Hartono adalah gadis yang saya pertanyakan di kepala sejak dua bulan terakhir ini. Lalu, tiba-tiba juga saya seperti melihat potensi ekonomi yang begitu besar di desa saya.

Selepas membaca novelnya Okky Madasari, saya teringat dengan sosok gadis dari Jurangmangu yang tak pernah saya kenali.


Dan mengenai ketersediaan air di desa Karangsari yang melimpah, saya jadi ingat salah satu akun di Twitter yang belum lama saya ikuti. Akun tersebut adalah milik anak Gunungsari. Kata dia, mengabarkan ke teman saya lainnya  bahwa desa saya, adalah tempat dia mengambil air ketika musim kemarau tiba. Jangan-jangan, akun tersebut juga temannya Mas Hartono karena kalau tak salah dia juga pernah kuliah di Semarang. Alahai, tiba-tiba!

Allahu...

Betapa kayanya kampung saya!

Kembali ke pembukaan tulisan di atas, mengetahui ada kebun stroberi dan mengenal Mas Hartono seperti menampar-nampar alam bawah sadar saya. Bahwa, sejatinya kampung halaman itu tak hanya indah dalam kenangan.

Saya urung menanyakan banyak hal kepada Mas Hartono. Mungkin, lain kali saya harus  menyusun kembali soalan-soalan yang akan diajukan. Dan jawaban-jawabannya, tak menimbulkan melankolia kepada diri saya.

Bersambung...

 

Waktu Tuloh kirim foto ini, kami yakin ini bukan jepretannya. Hahahahaha!

Pengobat rindu kumpul, kan makan dan brol ngobrol ^_^


Kopi Jinjinger? Apa yang kebayang kalau dengar nama itu? Saya, awal baca Kopi Jinjinger kesannya itu kopi untuk kaum sosialita. Hahahaha... Kan ngebayanginnya orang yang belanja di mall trus jinjing tentengan dengan isi barang-barang branded gitu. Jadi, pas pertama dengar yah agak mikir gini, "Ini bukan untuk kelas saya." Gitu amat kepikirannya. Wakakakaka... Yah maaf, dah setahun otak buat rebahan aja jadi over thingking terus.

Pas sudah di Depok, saya nanya-nanya dengan Kak Beby ada kopi apa saja. Dan saya direkomendasikan kopi Hujan Senja. Kata kak Beby, itu enak. Sebagai peminum kopi amatir, saya manut aja. Terus mesen ke Kak Beby. Eh, saya lupa mesennya sama kak beby atau Om Ragil. Hehehehe.

Beberapa hari kemudian, kopi langsung sampai aja. Cepet bener proses bungkus dan kirimnya. Kudu ditiru ini. Nah, pas nyobain itu kopi Hujan Senja beneran enak banget. Enak buat diminum kosongan gitu aja tanpa gula. Yah, selama ini kan saya minum kopinya masih tetep pakai gula atau susu kental manis (SKM). Meski nggak manis-manis banget, tapi yah tetep belum bisa kayak Diaz yang bisa minum kopi sehari lima gelas tanpa gula. Bahahahaha... Maaf, jadi ghibahin orang. 

Sejak minum Hujan Senja, saya mulai mentasbihkan diri sebagai bajer independennya Kopi Jinjinger. Bahahaha... Apa banget, dah! Maaf ya, Kak beby dan Om Ragil (sungkem).

Tapi sayang, pas mesen yang ke dua kalinya kopi Hujan Senja sudah nggak ada. Apa setelah itu saya berhenti jadi bajer independen? Yah nggak juga, sih. Soale masih ada gayo wine yang rasanya juga enak banget! Tuh, sampai pakai tanda seru. Mahahaha.

Sebelumnya, Kopi Jinjinger dikirim dari Kalibata. Ini karena Ownernya Om Ragil dan Kak Beby tinggalnya memang di sana. 

Tahun 2021 ini Kopi Jinjinger pindah ke Depok. Tetanggan! Tetanggan jauh tapi, lebih dari 10 KM. Hahahahaha...

Nah, Februari lalu (ya elah, dah berapa bulan ini) saya niat main ke Kopi Jinjinger. Sekalian biar bisa ketemu sama Om Ragil yang kalau nggak salah inget baru ketemu sekali waktu acara ASEAN Bloger. Dan pengen ketemu juga dengan Kak Beby yang belum pernah ketemu. Janjian sejak di Malaysia, tapi nggak pernah jadi juga. Sampailah Kak Beby pindah ke Sabah dan pulang ke Indonesia.

Sebelum ke tempat Kopi Jinjinger, tentu saja saya mengajak kawan-kawan yang lain. Diaz, Hilda dan Kak Ije. Owh ya, teman-teman saya ini pada taat prokes banget. Jadi, pas diajakin nanya dulu, "Beneran nggak apa datang lebih dari seorang?"

Setelah meyakinkan satu sama lain aman dan meyakinkan tetap jaga prokes akhirnya tanggal 14 Februari 2021 kami datang ke Kopi Jinjinger. Saya dan Hilda, sebagai kang nyasar dah biasalah ya sesat jalan. Sampai di lokasi Kopi Jinjinger, waw! Homey banget! Selain deretan kopi, juga udah disiapin macam-macam makanan.

Gimana, gimana?

Kami sampai masih siang. Jam satuan kayaknya. Pas banget buat langsung makan. Niat banget ini cari makan. Owh ya, saya bawa bahan roti jalan. Tadinya mau dimasak dulu di rumah, tapi gasnya habis. Sementara Nitanya nggak ada, jadi saya nggak bisa pasang. Dasar lemah!

Nggak lama sampai, langsung eksekusi roti jala. Sementara kuah kari (yang kemudian diganti gulai) sudah disiapkan oleh Kak Beby. Ya ampun, enak banget hidup. Hahahaha. Roti jala belum selesai dibuat, Kak Beby, Om Ragil dan Mamanya sibuk nyuruh kami makan. Jadilah, kami langsung makan. Sementara Kak Beby kembali menghangtkan roti maryam. Yak ampun, lengkap banget.

Roti jalan buatan saya sendiri.


Sambil makan, sambil minum kopi, kami ngobrol macam-macam. Apa selesai makan kami pulang? Oh, tentu tidak. Kami masih ngobrol entah apa-apa, sebab masih ada nasi bakar yang dibawa Hilda belum dimakan. Ahahahah... Astaga, niat banget ini. Macam piknik aja.

Dari terang benderang, sampai gelap gulita. Hahahahaha


Menjelang ashar, nasi bakar yang Hilda bawa baru kami panaskan. Tahu dong ngapain lagi? Ya makanlah :D.

Manasin nasi bakar.


Ngobrolin apa sih sampai selama itu?

Banyak hal. Pengalaman masing-masing. Kayaknya, baru kali itu saya ketemu teman-teman selama ngobrol tak sekalipun melepas masker. Boleh dibilang, ini adalah kumpul-kumpul pertama saya di Jabodetabek setelah pandemi dengan jumlah teman yang banyak. Ini jadi kayak obat rindu ngumpul. Buat Om Ragil, Kak Beby dan Mamanya, terima kasih banyak sudah mau menerima kami. Terima kasih juga atas hidangan mewahnya. Cold Brew yang enak banget. Pun sudi menerima kami dari hari benderang, sampailah gelap gulita. 

Oh ya, ngomong-ngomong penasaran nggak kenapa namanya Kopi Jinjinger? Setelah menanyakan ke Kak Beby, arti harfiahnya rupanya gini, Bisa dibawa ke mana-mana, bisa dikirim ke mana-mana, nanti kurir yang ngejinjing sampai ke depan rumah.

Dulunya, Kak Beby punya blog namanya jinjinger juga. Blognya isi tentang jalan-jalan. paslah ya, kalau dicocok-cocokin. Kalau bukan Kak beby yang jalan-jalan, biar kopinya saja. ^_^

Cold Brewnya enak ^_^. Yang mau nyoba pesen, sila hubungi nomor di atas. Kopi Jinjinger aktif di jam kantor, ya. Setelah itu, selow respon.




Detail harga Kopi Jinjinger. Akun IG, @kopijinjinger.

Sekali lagi, terima kasih untuk sambutan hangatnya. Semoga bisa main lagi, kumpul-kumpul.







Tahun 2013, saya pernah menulis ini, "Ajari Aku Mencintai". Dialog dalam tulisan tersebut merupakan fiktif belaka, setelah mendengar lagunya Anuar Zain di Hot FM dari corong radio di mobil. Tajuk tulisan, tentu saja diambil dari judul lagu Anuar Zain. Bagi saya, cinta tak semestinya hanya kepada lawan jenis saja. Karena tulisan itu dibuat untuk menerima apapun hasil dari sebuah lomba. Menang atau kalah, tentu saja saya harus ikhlas menerima dengan lapang dada.

Tujuh tahun tinggal di Malaysia membuat saya mengenal banyak penulis juga artis kenamaan di sana. Salah satu yang saya tahu adalah seorang penyanyi, Anuar Zain. Saya menyukai lagu-lagunya karena kerap diperdengarkan di radio. Pun tekadang mendengarnya kalau lagi online.

Sampailah saya pulang ke Indonesia, saya masih sering mendengar lagunya Anuar Zain melalui Youtube tentu saja. Jadi apdet lagu-lagu terbarunya juga hanya melalui Ytube saja. Meski suka mendengarkan lagunya, saya tak pernah sekalipun ingin tahu lebih mengenai apa dan siapa penyanyinya. Ada beberapa hal yang saya tak peduli dan nggak mau ambil tahu mengenai sosok atau artis yang saya suka. Takutnya, kalau ada satu hal yang saya tak berkenan dari sosok itu saya akan berhenti mendengarkan lagunya. Atau kalau dia artis drama, maka saya akan berhenti menontonnya. 

Bahkan, sampai Desember tahun lalu saya masih nggak ambil tahu apa dan gimana Anuar Zain.


Selama pandemi dan menjadi freelancer sepenuh masa, saya banyak menghabiskan waktu di depan laptop. Bulan lalu, nggak sengaja nonton videonya Anuar Zain di Nu Sentral yang lagi live. Tiba-tiba dibuat takjub dengan caranya melayan penggemar. Lagi nyanyi, turun ke panggung terus ngajak selfie. Wow! Wow! Ini orang beneran? 

Dari situ penasaran, mulai nyari video-video Anuar Zain yang live. Dan yang dilakukan sama. Ramah dengan peminat. Waw, langsung jatuh hati dengan caranya... Ketemu lagi dengan wawancaranya Anuar Zain di chanel Ytube DJ Nazz. Ngobrol-ngobrol selama lebih dari 40 menit itu membuat saya mengenal sedikit lebih jauh mengenai siapa Anuar Zain. Baru tahu kalau dia pernah jadi pramugara. Dan baru tahu juga kalau kariernya dalam dunia musik dimulai sejak usia 12 tahun. 

Kayaknya, ini temu bual paling lama yang dibuat. Kalau lihat artis lain, paling lama 20 menit. DJ Nazz memang terbaik, bisa bikin abang Nuar cerita.



Mengikuti menit demi menit obrolan Anuar Zain dan Dj Nazz, saya seperti diajak ke masa lalunya. Apa yang terjadi? Tentu saja, semakin jatuh hati. Dalam obrolan, Anuar Zain "meng-abang-kan" diri sebagai kata ganti orang pertama. Pengetahuan baru kalau Anuar Zain, lebih biasa dikenali sebagai Abang Nuar. Selesai menonton dan membaca komentar-komentarnya, saya beralih ke Instagram. Mencari akun Abang Nuar. Ketemu. Dan untuk seorang artis, Abang Nuar termasuk baru memiliki akun IG. Dari laman berita online juga saya sedikit tahu alasannya kenapa dia baru menggunakan IG.

Setelah nemu akun IGnya, saya bikin story. Itu tertanggal 23 Januari 2021 pukul 01:58 dini hari. Yah tadinya iseng-iseng aja posting. Kan mikir, nggak mungkin dinotice sama artisnya. Beberapa menit kemudian, rupanya story saya di restory. Waw, waw, waw... bahagianya. Tapi, masih mikir juga, "Ini akun pasti dipegang admin." Hahahahaha... punyalah tak percaya.

Trus saya bilang terima kasih, nggak peduli admin yang restory saya tetap suka. Yang ternyata langsung dibalas katanya itu akun Abang Nuar sendiri yang pegang. Wah, meleleh... 

Pantesan dulu suka lihat orang bisa pingsan lihat artis idolanya. saya pikir lebay, rupanya yah emang lebay. Hahahahahaha...



Dikarenakan sangat ramah, adalah besoknya saya tanya soalan yang sangat panjang. Apa dan kenapa alasannya Abang Nuar bisa begitu ramah dengan penggemarnya. Jawabannya bikin saya tambah respect.

"Kerja Abang adalah sebagai seorang penyanyi. Pada Abang, sama sahaja seperti orang lain yang mencari rezeki. Penggemar bagi Abang, adalah mereka yang support carier Abang dan yang enoy nyanyian Abang. Sangat appreciate sokongan daripada pendengar lagu-lagu Abang."

Bagi saya, Abang Nuar seperti membuat kelasnya sendiri. Ekslusif, mahal, tapi tetap membumi. Senantiasa dekat dengan peminat.

Tanggal 15 Februari lalu, Abang Nuar ulang tahun. Saya juga ngucapin, sampai bikin eposter khusus. Hahahahaha... Nah, pas sudah bikin itu kan teman-teman banyak yang kaget, ya. Mereka heran, ternyata saya bisa bucin juga sama mas-mas artis. Miahahahaha... Yah gimana, dah suka, trus  diladenin pula sama artisnya. Jadilah... Terima kasih, Abang Nuar yang baik. 

Teman-teman jadi banyak yang stalking ke akun IGnya Abang Nuar. Muehehehehe...

Catatan: Bucin= Budak cinta. Kalau dalam Bahasa Melayu artinya angau atau gila bayang. Tapi, tahap angau dan gila bayang saya masih standarlah. Hahahaha. Abang Nuar jangan takut saya psiko ahahahaha.

yah sekali-sekali. Kan nggak pernah ehehehehehe

Sampai ada yang stalking dan sempet-sempetnya capture. Padahal, pas itu story Abang Nuar udah titik titik. Ahahahahaha....



Ini suruh cari lagunya sendiri. Nggak aci kalau saya kasih link. Hehehehe









Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Teman-teman

Sering Dibaca

  • Minyak Gamat Bukan Hanya untuk Obat Luka
  • Betapa Inginnya Mengumrohkan Ibu Saya
  • Diary Blogger Indonesia
  • RM. 100 Dari Denaihati
  • Beli Sprei Bisa Umroh?

Harta Karun

  • ►  2022 (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2021 (8)
    • ▼  Juli (1)
      • Betapa Inginnya Mengumrohkan Ibu Saya
    • ►  Juni (3)
      • Beli Produk UMKM Flobamora Online Kini Lebih Mudah...
      • TRAC To Go untuk Perjalanan yang Lebih Aman dan Se...
      • Review Tiga Produk Scarlett
    • ►  Mei (1)
      • Siapakah Gadis dari Desa Jurangmangu Itu?
    • ►  April (2)
      • Tiba-tiba ada Kebun Stroberi di Desa Karangsari
      • Main dan Makan-makan di Kopi Jinjinger
    • ►  Februari (1)
      • Kenapa Tiba-tiba Bucin dengan Artis?
  • ►  2020 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (41)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (63)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2015 (137)
    • ►  Desember (25)
    • ►  November (20)
    • ►  Oktober (34)
    • ►  September (19)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (52)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2013 (40)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2012 (74)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (14)
  • ►  2011 (87)
    • ►  Desember (10)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (18)
    • ►  September (13)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (141)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2009 (124)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (17)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2008 (105)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (16)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2007 (30)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (12)
    • ►  Agustus (2)

Kategori

Ads Blogger Hibah Buku Celoteh Cerpen Featured GayaTravel KBO komunitas Murai Perjalanan Piknik Buku Pojok Anaz Reportase resep reveiw Semestarian Serial Sosok Teman TKW TripGratisan Volunteer

Catatan Anazkia By OddThemes | Turatea.com