Catatan Anazkia

Karena hanya tulisan yang bisa saya tinggalkan

  • beranda
  • Kisah
    • Serial
    • Cerpen
    • Celoteh
    • Reportase
    • Perjalanan
      • Gaya Travel
      • Trip Gratisan
      • Piknik Buku
  • Pojok Anaz
  • Murai
  • Sosok
  • komunitas
    • Volunteer
    • KBO
    • Semestarian
    • Blogger Hibah Buku


Sulit? Sulit gimana? 

Dulu, waktu pertama kali datang ke Malaysia satu hal yang membuat saya penasaran adalah perihal bahasa. Dalam kultur sejarah, kita tentunya sama-sama menggunakan bahasa  yang sama. Melayu. Tapi nyatanya, bahasa melayu yang saya temui amat sangat jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. 

Bertemu dengan banyak orang Malaysia membuka wawasan saya kalau sebenarnya muasal bahasa Melayu itu dari Riau. Pertama kali dengar ini kaget. Entah pengetahuan saya yang sempit, atau wawasan saya yang tak luas, tapi saya tahu sejarah ini yah pas ngobrol sama orang KBRI, orang Malaysia dan kang Isjet dari Kompasiana. Waktu itu penasaran. Saya sempat baca artikel entah di mana yang sayangnya saya lupa, dalam perjalanannya ada banyak perkembangan dari bahasa Melayu. Di mana bahasa Indonesia sendiri paling banyak mengalami perubahan dari bahasa Melayu asli.

Kalau melihat orang Brunei, Malaysia dan Singapura ngomong Melayu itu masih ada persamaannya. Nah, coba lihat kalau bahasa Indonesia. Jauh banget eui!
Kembali menilik tentang muasal bahasa melayu, kalau lihat di wikipedia, saya menemukan catatan ini, 


Tanah Asal-Usul Penutur Bahasa Melayu

Catatan tertulis pertama dalam bahasa Melayu ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatra, di wilayah yang sekarang dianggap sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Istilah "Melayu" sendiri berasal dari Kerajaan Minanga (Malayu) yang bertempat di Kabupaten Kampar, Riau.

Sejarahnya juga bukan hanya empat negara saja yang menggunakan bahasa melayu. Karena ada Thailand Selatan, Filipina, Myanmar dan sebagainya. Kalau bahas dan belajar lagi rupanya banyak banget ini jenis-jenis bahasa melayu. Ini mau bahas kesulitan saya aja yang kadang dibuat bingung dengan bahasa Indonesia dan Malaysia. Eh, dulu ngomong-ngomong waktu saya kecil kalau bilang bahasa Indonesia itu melayu. 

"Eh, si Fulan itu ngomongnya cara melayu, ya."

"Si Fulanah bisa ngomong cara melayu, ya."

Kalimat-kalimat tersebut biasanya dilontarkan untuk orang-orang yang baru pulang dari Jakarta. 

Pertama kali tinggal di Malaysia saya puyeng lihat dan dengar orang bacain berita. Jenayah, disabitkan, terbabit, rasuah dan sebagainya terdengar sangat awam di telinga. Demi mengobati rasa penasaran akhirnya saya mulai mencari referensi bacaan buat memperkaya kosa kata.

Membaca Majalah Remaja

Ada beberapa majalah yang saya baca. Pertama tentu saja majalah remaja. Penasaran baca majalah ini soale biar tahu gimana bahasa rojak (bahasa gaul) yang dipakai oleh para remaja Malaysia. Ada juga majalah Wanita. Majalah ini terkenal banget di sana. Ada juga majalah lainnya yang saya lupa apa namanya. Yang paling saya ingat ada satu majalah. Namanya majalah I. Isinya keren banget. Informatif dan kaya akan isi pengetahuan umum dan agama. Saya kenal majalah ini dari Bang Hasif, sampai kemudian saya berlanganan sendiri. Ada juga majalah Dewan Bahasa dan Pustaka. Isinya tentu saja perkembangan dunia sastra Malaysia. Di Indonesia, kayak majalah Horisonlah. Tahun 2006, dunia digital belum begitu riuh. Jadi penjualan majalah masih bagus.

Baca Surat Kabar

Abah, kalau beli surat kabar itu sehari bisa tiga jenis. Harian Metro, Berita Harian dan Utusan Malaysia. Nggak cuma Abah, anak-anaknya juga rajin beli surat kabar. Nah, kalau baca surat kabar ini demi mengikuti perkembangan politik dan berita-berita terbaru di sana waktu itu. Balik lagi, ya... Tahun 2006-2012 dunia digital belum seperti sekarang ini.

Baca Buku-buku Melayu

Bersyukurnya, waktu pertama kali saya datang ke rumah Ibu tidurnya itu di ruangan buku. Kayaknya itu ruangan udah lama nggak dipakai. Saya pernah sampai digigit tikus  bahahaha... Ini dulu pernah ditulis di blog. Tapi lupa entah di mana -_-. Besoknya langsung ke dokter :D.

Baca Novel Romantis

Helegh, kayaknya ini genre novel-novel Malaysia kebanyakan romatis. Ini sebenernya punya anak-anak Ibu. Jadi saya numpang baca aja. Awal baca novel itu sebenernya saya banyak nggak paham bahasanya. Ada kalimat degil, comel, alang-alang, kantoi dan banyak lagi. Meski nggak paham, saya paksain baca aja. Dan novel-novel ini pula yang sering dibaca waktu saya baru datang setelah majalah remaja. Apa dengan membaca novel dan majalah remaja saya paham bahasa Melayu? Tentu saja tidak, Maemunah... Biasanya usai baca buku malam-malam, esoknya akan ada banyak pertanyaan kayak gini.

"Ibu, alang-alang itu apa?" Saya kan pas baca ngebayanginnya tumbuhan, rumput liar yang bisa buat foto-foto. Hahahaha...

"Alang alang, dah basah mandi sekali." Aik... Macam pelik aja bunyi.

"Maksudnya gimana?"

"Yah awak tu, kalau dah basah. Baik mandi sekali. Tak paham?" Oik. Saya diam. Mikir lama. Tapi nggak paham juga. 

"Alang-alang itu kalau bahasa Indonesia terlanjur. Macam kamu, semisal udah basah bajunya. Udah mandi aja sekalian." Amboi... Nasib baik ada Kak Ani. Orang Medan yang udah lama tinggal di Malaysia. Pahamlah saya. 

Atau lain hari, saya tanya soalan lain pula dengan Ibu.

"Ibu, degil itu apa?"

"Macam awaklah." Eh, ini bunyi macam lain aja. Di kepala saya degil itu artinya genit. Masa iya saya genit.

Cari punya cari tahu, degil itu artinya keras kepala, susah diatur. Kalau genit pula, di Malaysia gedik. Alahai...

Apakah dengan membaca bahasa malaysia dan lama tinggal di sana sudah cukup untuk memahami bahasa Melayu Malaysia? Ah! Tentu saja belum. Sungguh masih jauh panggang dari api. Lah piye, ini kerjaanku kalau pas ada translete narasi ke bahasa Melayu ternyata saya masih gagap -_-


"Barangsiapa yang berpuasa bulan Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari dari bulan Syawal, maka seperti puasa setahun." (HR. Muslim, 1164)

"Harusnya kan menghargai tuan rumah, minum kek dikit. Itu kan cara menghargai tuan rumah."

Saya diem aja denger kalimat yang jelas-jelas dilontarkan untuk diri yang memang tak menjamah apa pun sejak datang ke sebuah sambutan rumah terbuka hari raya. Lah gimana mau jamah makanan atau sekadar membatalkan dengan mencicip sedikit sajian yang dihidang tuan rumah, kalau saya lagi puasa bayar hutang. Bukan puasa sunnah syawal.

Pasca kejadian tersebut, saya selalu diungkit.

"Kan kamu bisa niat dobel sekalian. Niat puasa syawal dengan puasa bayar hutang. Apalagi kalau hari Senin atau Kamis, lagilah dobel-dobel pahala. Niat sunnah syawal, niat sunnah Senin/Kamis sama niat bayar hutang." Elah ndalah... Ini orang keukeuh aja ngebahas puasaku. Tentunya masih orang yang sama di atas.

"Kalau gitu, saya bisa dong salat digabung niatnya? Isya, tahajud, taubat dan sebagainya?"

"Yah nggak gitu juga."

"Lah, katanya boleh dobel niat dalam ibadah."

Entah apa jawabannya saya udah lupa. Kadang kalau inget ini saya kok nggak ada sopan-sopannya. Yang komplain ke saya itu orang tua soale. Tapi gimana, ya? Saya memang pernah dan sering diskak mat begini perihal puasa syawal dan bayar hutang.

Ini tentunya penyakit perempuan setelah baligh. Tiap Ramadan, pasti punya hutang. Bisa 6 hari, 7 hari, atau bahkan ada yang 12-15 hari. Biasanya yang gini di awal dapat haid dan mendekati lebaran pun dapat haid juga. Eh, tapi setelah baligh, saya ada sekali puasa tak batal sama sekali. Iya, sejak remaja haid saya memang nggak teratur. Heu...

Dulu, saat remaja saya pernah jadi orang yang jahil perihal puasa sunnah dan wajib ini. Nggak bisa mendahulukan yang wajib dan lebih sering mengerjakan yang sunnah. Sekali waktu, seorang teman marah di depanku gara-gara saya puasa sunnah arafah sementara saya masih ada hutang puasa Ramadan. 

"Orang, mah, hutang puasa dulu dibayar. Ini malah mentingin sunnah." Inget banget intonasi suara dan mimik mukanya. Waktu itu saya kesel banget. Ni anak kenapa rese banget, sih...?

Setelah itu, saya coba nyari referensi kesana kemari. Inget dulu pernah nanya dengan guru bahasa Arab. Jawabannya, yah kudu bayar hutang dulu. Baru diikuti puasa syawal. 

Waktu berlalu. Semakin menua, saya kerap bertemu berbagai manusia dengan ragam perbedaan. Ada yang memiliki pemahaman kalau puasa enam bisa dibarengi dengan bayar hutang. Bagi saya pribadi tak apa segala macam pemahaman dan keyakinan yang dipegang selagi tak mengusik keyakinan lainnya. Yah kayak orang di atas (ops).

Lagi pun salah satu syarat puasa sunnah bisa diniatkan setelah fajar. Beda dengan puasa wajib yang syarat wajib niatnya adalah sebelum fajar. Dulu, saya sering diskusi dengan salah seorang kawan tentang bab puasa sunnah syawal ini. 

Ada berbagai macam alasan dari orang-orang yang memiliki keyakinan kalau puasa sunnah bisa dibarengi dengan hutang puasa. Salah satunya, kalau hutang puasa banyak, kapan mau puasa syawalnya? Alahai... Kalau hal-hal gini masih saja jadi bahan telingkah, bukankah kita tahu kalau Allah itu begitu Pemurah? Siapa yang berhak memberi ganjaran ibarat puasa setahun  kalau kita menjalankan puasa sunnah syawal jika bukan Dia?

Karena bagi saya, yang terpenting bukan mana benar mana salah. Tapi siapa yang boleh lakukan itu dengan ikhlas hati. Dah mengata si A salah, si B tak betul tapi diri pun tak lakukan apa. Entah-entah puasa tahun lepas pun belum dibayar lagi. Eaaaa... dikeplak! Yang pasti, saya geng puasa bayar hutang dulu ^_^.

Mau nyalin hadis-hadis kon sungkan, ya... -_-
Mau nulis apa? Entahlah... Banyak banget yang pengen ditulis, banyak banget yang pengen diceritakan. Ini masuk bulan ke empat masa pandemi, dan tepat setahun saya nggak bekerja tetap setelah tahun lalu saya resign. Berderet cerita bisa ditulis kalau mau. Jatuh bangun menyemangati diri demi melihat usia yang mulai terkikis waktu. Entah satu hari, setahun, dua tahun atau berapa lagi nafas saya masih bisa menyatu dengan raga.

Pagi ini, bangun seperti biasa. Eh, nggak biasa juga karena agak siangan bangunnya setelah sebelumnya beberapa kali bangun tapi merem lagi. Kebetulan, memang lagi nggak salat. 

Dulu, saya sempat membuat kliping dengan tulisan, "Bacalah sebelum amalanmu yang ditulis dibacakan, dan tulislah sebelum amalanmu yang dibaca dituliskan." Eh, ini lupa-lupa ingat. Sepertinya quote ini dari Kang Abik. Kalimat tepatnya sudah lupa. Tulisan yang saya tempel di dinding itu jadi penyemangat kalau saya lagi malas baca dan nulis. Iya, saya pernah serajin itu.

Sudah tepat seminggu ini seorang teman yang baik hati memberikan pekerjaan ke saya. Di saat saya kelimpungan mencari pekerjaan kesana kemari, bahkan banyak ngikutin group lowongan kerja ART di mana-mana. Jangan ketawa... Saya memang kadang masih insecure dalam hal mencari pekerjaan. Saya selalu tak yakin dengan kemampuan diri bahwa saya bisa melakukan lebih baik dari apa yang saya kira. Dari sejak lebaran, saya sudah banyak menghubungi calon-calon majikan. Ketika mengenalkan diri, tentu saja saya tak menggunakan nama Anazkia. 

Dalam keadaan mendesak seperti ini saya harus bisa segera mengambil keputusan. Saya nggak tahu pandemi ini kapan akan berhenti. Saya harus realistis, ada cicilan rumah yang harus dibayar. Jadi, saya harus bekerja apa saja. Eh, buat yang anti riba nggak usah ceramahin, ya... Hehehehe. 

Kamis lalu, saat seorang teman mengirim direct messege di twitter meminta bantuan, saya sempat curiga. Jangan-jangan akunnya diambil alih orang. Ternyata, teman tersebut meminta bantuan saya untuk menerjemahkan sebuah tele drama ke dalam bahasa Malaysia. Lalu saya? Saya kayak ditampar-tampar. Antara malu, sedih dan terharu. Teringat deretan-deretan chat saya kepada banyak orang yang menanyakan pekerjaan. Tapi Allah memberi saya pekerjaan dari tempat yang sungguh tak dijangkakan. Aduhai, Allah, ampuni saya. 

Owh ya, orang-orang yang saya whatsapp menanyakan pekerjaan semuanya ada di Jakarta. Sementara saya belum berani ke Jakarta.


Ini hanya satu dari sekian banyak chat yang saya kirim ke orang-orang yang butuh ART 


Pejam celik, pejam celik, nggak nyangka ini tahun ke tiga belas saya corat coret di blog ini. Eya Salam... beneran nggak nyangka. Tadi sampai ngitung pakai kalkulator dari tahun 2007 sampai 2020 itu berapa tahun. Soale pas ngitung sendiri pakai tangan kok nggak percaya pas udah sampai ke angka 10 tahun. Masak iya saya ngeblog udah selama itu? Tua amat? Trus, masih gini-gini aja juga. Bahahahaha (dikeplak kanan kiri!).

Jadi ingin mengimbas masa lalu sejak pertama kali blog ini dibuat. Dulu, blog ini dibuatin sama teman. Namanya Arwani. Teman ini saya kenali melalui yahoo messenger (YM). Tuwa banget, kan? Arwani waktu itu lagi kuliah di Al Azhar. Sementara saya bekerja di Malaysia. Bikin blog itu awalnya iseng-iseng aja karena lihat di milis ada orang yang sering share tulisannya dari blog. Tuh, pada kenal milis, nggak? Behehehehe...

Adalah Pak Agus Syafii, beliau yang kerap membagikan tulisan-tulisan ringannya di blog melalui milis (era muslim kalau nggak salah inget). Saya penasaran, gimana caranya bisa nulis di blog. Sampai kemudian saya nanya beliau lewat SMS. Jawaban beliau, katanya saya juga bisa bikin blog dan bisa nulis di sana. Hayah terus aku mbatin, "Gimana saya bisa nulis di blog kalau bikinnya saja nggak bisa?"

Atas kegelisahan itulah akhirnya saya menghubungi Arwani. Saya mengutarakan niat kalau pengen punya blog. Ditanya apa alamatnya, saya bilang samain aja dengan email, anazkia. Jadilah saat itu blog anazkia dot blogspot dot com. Nasibnya, saya ini begitu gaptek. Lah wong setelah dikasih user dan password mau log ini aja nggak bisa. Ahahahaha... Dulu sampai nangis belajarnya, sekarang kalau inget ketawa-ketawa aja. Beberapa tulisan di awal blog ini juga hasil coretannya.

Tiga belas tahun berlalu...

Hampir 80% teman-teman yang dulu aktif ngeblog sudah nggak aktif lagi. Dulu, saya rajin banget nulis di blog ini. Tak hanya ini, saya juga nulis di Multiply dan Kompasiana. Tentunya dengan tulisan yang berbeda-beda. Salah satu niat utama saya bikin blog biar bisa nulis dan dibaca keluarga. Nggak tahunya, ada banyak dapat kawan dari mana-mana. Ini jadi hikmah tersendiri dan jadi rezeki terbesar dalam hidup saya tentu saja. 

Meski sudah tiga belas tahun ngeblog, saya tetaplah manusia konservatif yang enggan sekali mengikuti perkembangan zaman digital. Hyah piye, bayangkan betapa begitu cepat tekhnologi ini berubah. Ia tak hanya berlari, tapi melesat. Meninggalkan siapa saja yang tak mengikuti perkembangannya. Dunia blog yang dulu hanya cuma-cuma dan riang-riang saja siapa sangka kini ada cuannya. Ngeblog yang dulu cuma dapat award aja seneng, sekarang berubah jadi kalau ada job review tambah dobel senengnya. 

Tak ingkar, saya pun banyak terbantu penghasilannya dari blog. Tapi dikarenakan saya ini manusia yang enggan mengikuti perubahan, tentu saja saya tertinggal jauh. Sangat jauh. Tapi saya tak kisah sangat. Nah, kelihatan banget kalau gini, orang macam saya tak akan bisa ngikutin ritme perkembangan digital. Jadi, saya nggak heran kalau ketinggalan. Segala jenis teori ngeblog enggan sekali saya ikuti. Selalu bodo amat dengan segala tutorial. Lah, kalau gini gimana mau berkembang? Bahahahaha...

Ah! Tak apa.
Saya kangen nulis di blog kaya dulu. Nulis hal remeh temeh tanpa mikir ini nanti bakalan dibaca orang atau enggak. Pengen kembali ke khitah tagline, "Karena hanya tulisan yang saya tinggalkan." Ya, cuma pengen itu aja. Tapi, takutnya saya ingkar janji dengan diri sendiri. Lagi. dan lagi...


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Teman-teman

Sering Dibaca

  • Diary Blogger Indonesia
  • RM. 100 Dari Denaihati
  • Minyak Gamat Bukan Hanya untuk Obat Luka
  • Beli Sprei Bisa Umroh?
  • Daftar Peserta Lomba

Harta Karun

  • ►  2022 (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (8)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2020 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ▼  Juni (4)
      • Sulitnya Memahami Bahasa Indonesia dan Malaysia
      • Puasa Syawal Dulu, atau Bayar Hutang Dulu?
      • Nulis Apa Hari Ini?
      • Begitu Banyak Teori Ngeblog Sekarang Ini
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (41)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (63)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2015 (137)
    • ►  Desember (25)
    • ►  November (20)
    • ►  Oktober (34)
    • ►  September (19)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (52)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2013 (40)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2012 (74)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (14)
  • ►  2011 (87)
    • ►  Desember (10)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (18)
    • ►  September (13)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (141)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2009 (124)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (17)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2008 (105)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (16)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2007 (30)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (12)
    • ►  Agustus (2)

Kategori

Ads Blogger Hibah Buku Celoteh Cerpen Featured GayaTravel KBO komunitas Murai Perjalanan Piknik Buku Pojok Anaz Reportase resep reveiw Semestarian Serial Sosok Teman TKW TripGratisan Volunteer

Catatan Anazkia By OddThemes | Turatea.com