 |
Dana zakat untuk kemaslahatan umat |
“Pak, maaf numpang tanya. Tahu
warung Z-Mart, nggak?.” Saya bertanya kepada dua orang lelaki yang sedang duduk
di gardu. Mereka kelihatannya sangat ramah.
“Warung apa? Alamatnya di mana?,”
Saya menyodorkan handphone, menyerahkan kepada salah satu dari mereka. “Owh iya ini, bener.
Alamatnya di sini. Tapi warungnya nggak ada di sini. Coba ditelpon, kabarin
kalau sudah sampai.”
Saya kembali mengecek alamat yang
saya dapatkan dari google map. Menelisik satu-satunya gambar yang ditampilkan.
Betul, sesuai map warung Z-Mart yang saya maksud ada di sini. Samping kiri kanan
juga sebrangnya tempat di mana saya berdiri juga sama. Saya mulai ragu.
Jangan-jangan alamat yang ada di map tidak betul. Atau jangan-jangan warung
yang saya tuju sudah tidak ada. Saya bimbang akan kembali meneruskan pencarian
di situ, atau berpindah ke tempat lain.
Akhirnya, saya kembali mencari
salah satu keberadaan Z-Mart terdekat. Bahkan, saya mencari di sekitaran area
Jakarta. Pikir saya nanggung, sudah keluar sekalian saja pergi. Saya buru-buru
memesan ojek online, hendak menuju Stasiun Citayam. Ojek sudah saya dapatkan
dan lokasinya pun sangat dekat dengan keberadaan saya. Tapi tiba-tiba saya tak
enak hati. Saya membatin, jangan-jangan dua orang yang saya tanya ini adalah
ojek pangkalan. Apa perasaannya kalau tiba-tiba ada ojek online sampai
sementara mereka berdua ada di situ. Dengan rasa bersalah, akhirnya saya
mengalihkan orderan. Dan berbalik badan menanyakan kepada dua orang lelaki di
belakang saya.
“Gimana? Sudah bisa dihubungi?
Saya pernah lihat warung Z ada di belakang sana, di dekat Pasir Putih.”
“Jauh nggak, Pak?”
“Nggak. Dekat aja dari sini.”
“Maaf, apa di dekat sini ada
ojek?”
“Ya ini kita ngojek.”
Saya terperangah. Beruntung tadi
membatalkan orderan ojek. Dan akhirnya, saya minta diantar oleh tukang ojek
tersebut yang katanya pernah melihat warung Z. Sebetulnya, saya tak yakin.
Tapi, saya percaya dengan bapak ojek ini. Niatnya baik, ingin mengantarkan saya
ke tujuan. Dan ternyata, tak sampai lima meter masuk ke gapura, sebuah warung dengan
plang Z-Mart saya temui. Tapi saya tak enak hati karena sudah ada di ojek. Saya
ikuti saja kemauan si bapak ojek mengantarkan saya. Alhasil, warung yang
dimaksud si bapak memang tidak ada dan bukan warung Z-Mart seperti yang saya cari.
Akhirnya, saya minta diantarkan kembali ke depan, ke dekat gapura. Saya bilang ke bapaknya kalau pas
masuk tadi saya menemukan Z-Mart. Pak ojek nggak percaya.
Ketika sampai di tempat, dia merasa
nggak enak. Padahal, saya biasa saja karena tahu niatnya baik ingin mengantar.
Sebuah warung kecil dan sederhana tersaji di hadapan. Lagi-lagi, berbeda dengan
gambar yang saya lihat melalui google map. Dalam hati, saya berujar mungkin
warungnya sudah pindah kemari.
Dua orang lelaki sedang duduk di
bangku berdekatan dengan warung. Saya menanyakan siapa yang memiliki warung
tersebut. Seorang pria mengenakan kaos berwarna ungu rupanya pemilik warung. Tapi ia keberatan
ketika ditanya-tanya tentang Z-Mart. Katanya, istrinya lebih tahu mengenai Z-Mart
dan saya lihat istri bapak tersebut sedang tidur.
“Nggak apa-apa, Pak. Saya tunggu
di sini sampai ibu bangun.”
Entah kasihan atau gimana, bapak
berkaos ungu tersebut memberitahukan kepada saya salah satu pemilik kedai Z-Mart
yang sudah lama. Ia mengabarkan jika sebelumnya warung tersebut memang ada di pinggir
jalan, tapi sudah pindah ke rumahnya dan agak jauh dari warung sebelumnya. Saya
menyimak arahan yang diberikan meski tak paham.
Pak ojek yang tadi mengantarkan
saya mendekat. Ia dengan berbaik hati mau mengantarkan saya ke tempat yang
dimaksud. Mereka mengenal dan tahu namanya jadi dengan mudah bisa mengantarkan
saya. Agak masuk dari jalan besar, akhirnya saya menemukan kedai Z-Mart yang
saya cari-cari sejak tadi. Seorang pria berbaju putih terlihat di
warung. Saya mengenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangan ke
warungnya. Ia menyambut saya dengan ramah, menyilakan saya duduk pun kemudian
memanggil istrinya untuk duduk serta. Karena menurutnya pengelolaan Z-Mart sepenuhnya
sudah diserahkan kepada istrinya.
Pak Dede Supriadi duduk tepat di
depan saya, sementara Ibu Fitriah agak jauh sedikit dari tempat saya duduk.
Suaminya, mulai menceritakan awal mula ia mengenal Z-Mart dan bergabung di
dalamnya. Sebagai peniaga kedai, mereka bukan orang baru dalam dunia jual beli.
Sejak tahun 2009, mereka sudah bergelut dengan macam-macam dinamika dunia
kelontong. Menurut Pak Dede, akhir-akhir ini omsetnya semakin menurun karena
semakin banyaknya persaingan. Lantas melalui Bu Lily, kawan dari istrinya ia dikenalkan dengan produk
Z-Mart.
Tawaran modal usaha tanpa suku
bunga itu akhirnya mereka ambil. Sebelumnya, warung mereka memang di pinggir
jalan sesuai di google map yang tertera. Tapi karena besarnya biaya operasional
dan semakin menurunnya pendapatan, akhirnya mereka pindah ke rumah sendiri.
“Yang besar itu biaya
operasional, Bu. Saya harus membayar listrik dan tenaga kerja tambahan,” ujar Pak
Dede menyampaikan. “Sekarang, mah, di sini lebih santai. Nggak harus terburu-buru ke warung, tutupnya pun nggak
sampai larut malam.” Jelasnya lagi.
Menurut Pak Dede penghasilannya
menurun drastis sejak kedainya dipindah ke rumah. Saat masih berada di pinggir
jalan, sehari penghasilan mereka di atas satu juta rupiah. Sementara sekarang,
penghasilannya di bawah lima ratus ribu. Mereka belum satu tahun mendapatkan modal tambahan usaha dari Baznas. Bagi Pak Dede dan istri, suntikan dana tanpa modal dari Baznas adalah keberkahan
tersendiri. Tidak terjebak pada pinjaman bank keliling, juga pinjaman online yang sedak marak kini. Katanya, “Siapa yang mau
minjemin uang Cuma-Cuma bahkan tanpa bunga sekarang ini?.”
 |
Ikutan mejeng bersama Bu Fitriah ^_^ |
“Selama diberikan bantuan dana, kami
dipantau. Setiap harinya harus ada pembukuan yang dibuat. Di sini, kami merasa
terbantu dan dipacu untuk belajar bertanggung jawab dengan uang yang kami
pinjam. Juga bisa berkembang karena selalu diberikan pengetahuan baru.”
Menurut Pak Dede, bantuan lunak
yang diberikan sangat membantu karena selain dana yang diberikan, ada juga
pelatihan cuma-cuma untuk para peserta yang tergabung. Setiap dua minggu sekali dibuat
pertemuan, dalam pertemuan itulah pembukuan dinilai. Sejauh mana kedai masih
bertahan dan bisa tetap berkembang dengan dana bantuan dari Baznas.
Selesai berbicara dengan Pak Dede
dan Bu Fitriah saya undur diri. Kembali berjalan menuju kedai Z-Mart yang saya
temui sebelumnya karena masih penasaran. Dari segi bangunan, kedai Z-Mart satu lagi lebih kecil. Khas warung-warung pinggir jalan. Tapi kelebihannya di sana
ada gas 3 kg juga bensin eceran.
Sampai di tempat semula, saya
disambut bapak berbaju ungu. Istrinya sudah bangun dan terlihat bingung melihat
saya. Logat Betawinya kental, suaranya keras. Setelah saya mengenalkan diri, ia
tersenyum dan terlihat sungkan.
“Nggak apa, nih, Neng saya
ngomong? Takut saya salah-salah ngomong. Sekarang pan tahu sendiri, salah
sedikit saja bisa viral.”
Ibu Lilis, perempuan berusia 44
tahun ini sudah hampir setahun tergabung dengan Z-Mart. Bahu membahu bersama
suaminya, Pak Asmadi, mereka mengelola warung kecil di pinggir jalan di
Cipayung Jaya, Depok. Pak Asmadi menyingkir setelah saya duduk dengan Bu Lilis. Tak
banyak pilihan jualan yang ada di warung Bu Lilis, tapi jangan salah, omset
harian yang didapatkan bagi saya sangat lumayan. Warung kecil yang menjual
berbagai macam snack dan kebutuhan rumah tangga ini juga menjual bensin eceran.
Setiap dua minggu sekali, kata Bu
Lilis ada pertemuan dari Baznas. Dalam pertemuan tersebut akan ada evaluasi,
pembukuan harian selama dua minggu dilaporkan. Di kelompoknya, ada sekitar 15 orang yang tergabung. Pertemuan tersebut juga ada arisannya. Pertemuan-pertemuan yang dibuat merupakan salah satu bentuk ikhtiar menjaga silaturrahim satu sama lain.
Bagi Bu Lilis yang selama ini
tak pernah mengenal pembukuan dalam jual beli, sangat merasa tertolong. Kata dia,
setiap harinya uang diputar. Pagi, ia akan belanja kebutuhan rumah tangga. Lalu
siangnya uangnya ia putar lagi untuk membeli bensin eceran. Selama kami
berbincang, ia bolak-balik melayani pembeli yang hilir mudik membeli bensin. Suaminya
pun dengan cekatan membantunya.
Meski modal usaha ini tanpa bunga, bukan
berarti tak ada penilaian. Konon, menurut Bu Lilis beberapa orang yang pernah
mendapatkan pinjaman bersamaan tak semuanya kembali disuport dana. Karena ada
kurasi dari pihak Baznas. Di mana orang yang
sudah tak aktif lagi, warungnya tak lagi berdiri maka ia didiskulifikasi.
“Duit Baznas ngeri," katanya sambil bergidik. "Duit amal
orang, kita kudu bener-bener gunain dengan betul. Nggak boleh sembarangan. Ini duit
orang-orang yang beramal dan berzakat. Jadi saya harus bisa mengolahnya biar nggak
berat pertanggungjawabannya.” Di antara hiruk pikuk jalanan dan suara adzan
mahgrib yang berkumandang, saya mendengar dengan seksama cerita Bu Lilis. Melihat
ketulusannya, menyaksikan kebahagiannya, hati saya diselimuti rasa syukur yang
dalam. Betapa memuliakan mustahik melalui dana zakat itu bisa dilakukan pada
pemberdayaan ekonomi. Seiring berkembangnya zaman, kini tak lagi zakat
diberikan hanya dalam bentuk bantuan sembako dan nominal uang yang tak
berkelanjutan. Inilah salah satu cara menaikan tingkat mustahik. Semoga kelak mereka pun menjadi para muzaki.
Dari perbincangan dengan Pak Dede, Bu Fitriah dan Bu Lilis, ternyata Baznas mengeluarkan sistem baru. Jika sebelumnya dana usaha yang diberikan wajib dikembalikan semampunya setiap satu bulan sekali, maka nantinya dana yang sudah dibayar oleh mereka akan dikembalikan lagi untuk modal selanjutnya. Masya Allah... Terberakhilah para muzaki dan seluruh pengelolanya.
 |
Bon belanjaan Bu Lilis |
Lalu, apa itu Zmart? Zmart merupakan usaha mikro yang
dikelola oleh Baznas melalui dana zakat. Z-mart adalah salah satu
pemberdayaan ekonomi, berupa jaringan pengembangan usaha ritel mikro untuk
mengangkat skala usaha mustahik binaan Baznas. Sejak tahun 2016, dari dana zakat yang dikeluarkan oleh muzaki diwujudkan untuk mendirikan Z-Mart. Sudah ada ratusan Z-Mart yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Paling banyak Jabodetabek tentu saja.
Bagaimana jika hendak berzakat di Baznas?
Ketika kecil, saat pertama kali disuruh membayar zakat fitrah menjelang idul fitri untuk diri sendiri, saya dan teman-teman berbondong datang ke guru ngaji. Masing-masing dari kami ada yang membawa uang dan juga makanan pokok yang kami konsumsi sehari-hari. Malamnya, guru ngaji kami akan kembali membagikan zakat yang diperolehinya kepada orang-orang yang dianggap berhak mendapatkannya. Ada delapan golongan yang berhak menerima zakat. Yaitu, Fakir, miskin, gharimin, hamba sahaya, fisabilillah, ibnu sabil dan amil. Tapi waktu itu, yang diberi pastinya hanya dua golongan saja. Fakir dan miskin.
Itu dulu. Sekarang tentunya berbeda lagi. Melalui Baznas, zakat bisa dilakukan secara offline, mau pun online. Cukup membuka, https://baznas.go.id/pembayaran lalu klik Bayar Zakat yang ada di pojok kanan atas. Nanti akan muncul gambar seperti di bawah ini.
 |
Di sini kita bisa isi data diri plus nominal uang yang akan disedekahkan atau zakat |
 |
Lalu muncul metode pembayaran |
 |
Memastikan jumlah nominal
|
 |
Nggak lama dapat notif via email. Abis ini, langsung bayar |
Verifikasi email setelah mentransfer
Tak lama kemudian mendapat whatsapp dari Baznas
Itulah kemudahan membayar zakat sekarang. Lebih mudah dan simpel. Pun pengelolaan dan penggunaannya lebih terstruktur dengan baik.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. QS. At Taubah: 103
Lalu terngiang-ngiang kalimat Bu Lilis saat kami berbincang, “Terima kasih banget udah ditulungin. Saya pengen usaha, dari pada saya pinjem dari bank keliling, alhamdulilah dengan adanya dana dari Baznas merasa terbantu. Saya nggak ngambil barang di orang. Hidup saya jadi tenang, nggak kocar-kacir. Bisa juga buat makan dan buat sekolah.” Ada nada haru dalam suaranya saat ia mengucap syukur dan terima kasih kepada Baznas atas bantuan usaha modal yang ia dapatkan.
Referensi tulisan dari berbagai sumber, Tribun, Republika, Baznas.