Bagaimana Caranya Membuat Ecobricks yang Baik?
![]() |
Uji coba pembuatan ecobricks di Citayam |
Bagaimana caranya membuat ecobricks yang baik? Kalimat ini kerap bersarang di kepala sejak beberapa bulan ini. Sebetulnya, sudah sejak tahun lalu saya melihat dan mengenal kalimat ecobricks. Ya, tapi hanya melihat dan mengenal saja, tanpa ingin tahu lebih jauhnya apa. Pun ketika melihat orang membuat ecobricks saya tidak tertarik untuk memelajarinya. Pikir saya saat itu sederhana, "Kalau saya nggak tahu untuk apa ketika membuat ecobricks, kenapa saya harus buat? Toh, jikalau saya buat pun hanya sekadar menunda sampah sesaat, yang kemudiannya ecobricks pun lagi-lagi akan jadi sampah yang berkepanjangan, kenapa saya mesti ikutan?."
Pertanyaan-pertanyaan
yang berkelindan di kepala saya simpan. Tapi setiap kali melihat tumpukan
sampah yang berserak di pinggir jalan pikiran saya terganggu. Saya selalu
membatin, "Saya pun jadi bagian dari pelaku yang membuang sampah
ini." Apalagi kalau berangkat dan pulang kerja lewat tempat penumpukan
sampah sementara di Citayam, saya merasa bersalah. Wah, ini nggak beres. Pun
ketika membuang sampah plastik, saya semakin merasa bersalah, tapi saya nggak
tahu mau ngapain?. Sering bermonolog, apa bisa saya mengurangi penggunaan
sampah plastik? Apa bisa saya belajar bertanggung jawab dengan sampah saya
sendiri? Ya, pertanyaan-pertanyaan yang acap bertandang itu bikin saya mikir
lagi, saya bisa apa?
Ada
beberapa teman yang begitu konsen dengan sampah dan dampaknya bagi
hewan-hewan di laut. Bahkan, ketika dia menikah memininimalisir penggunaan sampah plastik. Saya bangga mengenalnya, pun saya senang melihat
kegiatannya. Tapi di balik segala postingannya, saya kok tambah rasa
bersalah, "Aing nggak bisa ngapa-ngapain euiiii"
Ada
juga Maya, teman di Ayodi. Dia malah ikut group yang bahasannya serius banget.
Tentang alam yang diperbarukan dan entah apalagi. Nah, pas lihat grupnya dia
dan dia copas salah satu obrolan yang dibahas, saya mulai bertekad untuk
memelajari ecobricks. Kadang sama Maya sering ngobrol. Googling kesana kemari. Apalagi pas lihat Cak Oyong mengunggah informasi mengenai penukaran ecobricks
dengan botol minum, saya jadi semangat belajar. Bukan botol minumnya yang saya
sasar, tapi pemanfaatan ecobricksnya.
Nah,
sejak saat itu langsung bersihin satu botol air mineral. Di rumah adanya
botol aqua ukuran 600 ml, saya langsung menggunakan botol tersebut.
Mengeringkan botol, membersihkan sampah yang akan dimasukan dalam botol dan
mulai membuat ecobricks dengan "seadanya". Karena kemampuan terbatas,
saya semakin rajin mencari komunitas ecobricks di media sosial. Dikasih
narahubung sama Cak Oyong, tapi pas saya komunikasi orangnya malah langsung
bilang kalau saya harus punya sponsor untuk mengundang pelatih ecobricks. Wah,
akhirnya langsung skip.
Lalu,
bertemulah saya dengan laman ecobricks.org,
saya membuat akun di sana dan mencari informasi siapa saja dan di mana saja
pegiat ecobricks di Indonesia. Tentunya, saya mencari tempat terdekat. Meski
akhirnya, saya belum bertemu juga. Di facebook dan instagram, saya menemukan
beberapa pegiat ecobricks. Tentu saja langsung menambahkan sebagai teman.
Salah satu yang saya tambahkan sebagai teman adalah Ibu Shintia Puspitasari yang sudah aktif tiga bulan menggeluti ecobricks. Ia
tinggal di Kediri. Alasan meminta pertemanan di FB karena di laman facebooknya
ia kerap membagikan informasi mengenai workshop ecobricks.
Setelah
pertemanan diterima, saya langsung inbox Bu Shintia, mengabarkan kalau saya
sedang belajar mengenai ecobricks. Owh ya, sebelum ini saya sudah membuat
ecobricks beberapa botol. Tapi saya nggak yakin kalau yang saya buat itu
benar.
"Nah,
mengenai benar, plastik ini harus digunting-gunting atau enggak, Mbak?."
Tanya saya suatu hari kepada Bu Shintia melalui inbox facebook.
"Plastik
yang akan dimasukkan dalam botol harus keadaan bersih dan kering, bebas minyak.
Plastik yang pertama kali dimasukkan cari plastik yang lembut. Utamakan yang
berwarna (putih, merah, biru dll). Gunanya untuk mempercantik. Selanjutnya
plastik digunting, sedang. Jangan terlalu kecil dan besar. Kombinasikan plastik
tebal dan lembut. Misal mika/gelas, kombinasikan dengan kresek/bungkus makanan.
Tujuan digunting tadi adalah agar plastik dapat saling mengisi ruang kosong
dalam botol."
![]() |
Waktu pulang ke Cilegon juga nyoba bikin ecobricks. Sebagai nomaden, rupanya agak berat konsisten :( |
Wah,
jawaban bernas dari Bu Shintia membuat saya langsung menertawakan diri sendiri.
Yang pertama kali saya buat tentu saja salah, karena memasukan begitu saja
plastik yang digunting-gunting . Tapi tak apa, namanya belajar yah wajar salah.
Mengenai bebas minyak dan kering, alhamdulillah saya sudah melakukannya. Ah,
ini kudunya ditulis dalam posting lain. Karena sejujurnya, setelah mengetahui beberapa tekhnik membuat ecobricks yang baik itu saya langsung menghentikan
sementara pembuatan ecobricks. Tapi tanpa menghentikan memilih sampah plastik.
Apa
saya sudah sepenuhnya memilih dan memilah sampah plastik? Aih, jelas saja
belum. Ini beneran bukan pekerjaan yang mudah. Jujur, saya masih membuang
sampah plastik. Tapi prosentasenya sedikit berkurang. Jika sebelumnya membuang
10 sampah plastik, saya bisa menguranginya menjadi tiga atau empat sampah
plastik. Saya tahu, ini belum semuanya menjadi penyelesaian, tapi saya yakin
dengan mengurangi sedikit demi sedikit maka akan mengurangi populasi jumlah
sampah plastik yang beredar selama ini. Ya, setidaknya dari diri saya
sendiri.
0 komentar
Personal blog, kadang anti sama spammer yang hanya menyebar link. Lebih mengutamakan pertemanan antarpersonal. Komentar kembali dimoderasi masih banyak obat-obatan yang nyepam :D :P