Belajar Bahasa Daerah
![]() |
Belajar bahasa daerah |
Draft ini ada dari tanggal 20 Juni 2018. Hari ini saya buka
kembali, akan saya lanjutkan tulisan curhat ini. Perihalnya, karena melihat
linimasa yang mengabarkan mentri pendidikan kita akan menyederhanakan bahasa
daerah karena terlalu banyak. Lah, piye? Mbuh piye, aku ra mudeng jew. Yang
penting dan yang pasti, saya lagi rajin belajar beberapa bahasa daerah ^_^
Entah gimana ceritanya, sudah hampir dua bulan
ini saya kerap belajar bahasa daerah. Baik Jawa, Minang, Jawa Serang juga
bahasa Kelantan dan Kedah (salah satu negeri di Malaysia). Saya lahir di
Pemalang, tepatnya di salah satu desa di kabupaten Pemalang. Bahasa yang saya
gunakan adalah bahasa Jawa ngapak. Sejak kecil, saya selalu menggunakan bahasa
halus ketika berbicara dengan orang yang lebih tua dari saya. dan menggunakan
bahasa ngapak sehari-hari ketika dengan teman.
Sejak lahir hingga lulus Sekolah Dasar (SD) saya
hidup di Karangsari, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang. Bahasa sehari-hari
yang kami gunakan di kampung adalah bahasa ngapak (tuh, kan, diulang-ulang itu
lagi) Ahahahaha. Pelajaran bahasa daerah di sekolah dulu, menggunakan bahasa
jawa yang sangat halus. Bahasa wetanan yang sering banget saya nggak paham.
Kalau ada pelajaran bahasa daerah dan ulangan, saya pasti cengok. Nggak saya
doang yang nggak tahu, teman-teman lainnya juga sama. Lah, kan, sama-sama
bahasa Jawa? Kenapa nggak tahu?
Aih! Yah nggak semua bahasa Jawa itu sama!
Sebagai warga ngapak, macam mana saya harus
paham bahasa wetanan? Apalagi Jogja? Matek! Bahasa wetanan, baik bahasa jawa
Jogja dan Surabaya, saya tak begitu paham. Jadi, mohon maklum ketika ada banyak
kosa kata yang saya nggak tahu artinya.
Sekarang, saya merasa bahwa pengetahuan saya
tentang bahasa Jawa ngapak itu sangat minim. Apalagi dalam menulis. Sangat jauh
dari mengerti dan sekadar paham. Itulah kenapa sekarang saya sering membuka
google, mencari referensi pelajaran bahawa Jawa ngapak. Buat apa? Yah buat saya
belajar, biar sedikit-sedikit saya paham.
Selain sedang berusaha belajar bahasa Jawa
ngapak dengan sesekali menuliskannya di blog, saya juga kadang suka iseng
belajar bahasa daerah lain. Bahasa Minang, yang sedikit gampang saya
pelajari. Ini karena pernah tujuh tahun tinggal di Malaysia dan ibu majikan
saya orang Minang. Jadilah sering dengar kosa kata bahasa Minang dan lebih
mudah untuk mencernanya. Googling di youtube, menemukan beberapa tutorial dasar
memahami bahasa Minang. Jadilah sedikit paham kenapa ada kata kucing menjadi
kuciangg, kambing menjadi kambiang tapi tak ada kata kupiang. Hahahahaha...
Jadi inget pernah dikasih tebak-tebakan sama Mak Cik Yurti
waktu di Malaysia,
“Eli, bahasa Minangnya kambing, kambiang. Kucing, kuciang. Nah,
kalau tikus apa?”
“Tikuaslah!” Saya menjawab bangga tentu saja. Dan saya
ditertawakan oleh Mak Cik Yurti.
“Salah. Yang benar manciak.”
Tapi dalam soal jawab tersebut, sayangnya saya tidak
diberitahu mengenai rumus dalam bahasa Minang. Rupanya, dalam kosa kata bahasa
minang tidak mengenal huruf kedua penyusun kata “E”, karena akan diubah menjadi
A. Begitu juga dengan kata awalan E, akan diubah menjadi A. Dan akhiran AS akan
berubah menjadi EH. Misalnya, balas akan berubah menjadi baleh, malas menjadi
maleh. Pedas menjadi padeh dan keras menjadi kareh.
Menyambung tadi kambiang dan kuciang, rupanya kata yang
berkahiran “Ing” dalam bahasa Indonesia akan berubah menjadi “Iang” dalam
bahasa minang. Contohnya, maling menjadi maliang. Runcing menjadi runciang dan
suling menjadi suliang. Sekali waktu, saya pernah apdet di status whatsapp
tentang corat-coret pelajaran bahasa minang ini. Haterus, teman-teman langsung
komen, “Ada apa ini, apa lagi dekat sama orang Minang?” Bahahahahahaha....
ramutu tenan.
Dari beberapa bahasa daerah yang saya tahu dan sedang saya
pelajari, bahasa Sundalah yang paling sulit.... Semangattt!!!
Terima kasih kepada Uni Naizul dan Kak Ije yang sudah banyak ikut mengajari saya ^_^
Terima kasih kepada Uni Naizul dan Kak Ije yang sudah banyak ikut mengajari saya ^_^
![]() |
Wahahahaha.. kerjaan Sandi ini |
![]() |
Ketika teori dan praktek hasilnya ketidaktahuan :D |
5 komentar
Hahaha, ngakak baca tulisan ini. Kenapa ya, Anaz belajar bahasa? *Misteri ;D tapi belajar bahasa daerah itu penting. Jangan sampai lama-lama bahasa daerah jadi hilang. Anak-anakku juga aku ajarkan bahasa Melayu. Mereka udah mulai bisa berirama ngomongnya :)
BalasHapusBiar tahuuuuu... Hahahaha
HapusKan enak kalau tahu bahasa lokal :D
Saya sering belajar bahasa Minang waktu di daerah karena banyak teman yang pake bahasa Minang. Sering dengerin lagu Minang juga. Begitu main ke Padang, tetep nggak ngeh pas ngupingin orang ngobrol pake bahasa Minang :D
BalasHapusNanti belajar bahasa Ende :D
BalasHapusSama seperti Pulau Jawa, di NTT terkhusus Pulau Flores pun bahasanya beda-beda. Jangan itu, Kanaz, satu Kabupaten Ende ini pun ada dua bahasa yaitu Bahasa Ende dan Bahasa Lio, camana mau ditambah satu lagi yaitu Bahasa Nage (Etnis Nage) tapi masih dalam tahap perdiskusian :p
Salam kenal dari Jogja, emang bahasa ngapak tulisan hanacaraka nya beda?
BalasHapusPersonal blog, kadang anti sama spammer yang hanya menyebar link. Lebih mengutamakan pertemanan antarpersonal. Komentar kembali dimoderasi masih banyak obat-obatan yang nyepam :D :P