Catatan Anazkia

Karena hanya tulisan yang bisa saya tinggalkan

  • beranda
  • Kisah
    • Serial
    • Cerpen
    • Celoteh
    • Reportase
    • Perjalanan
      • Gaya Travel
      • Trip Gratisan
      • Piknik Buku
  • Pojok Anaz
  • Murai
  • Sosok
  • komunitas
    • Volunteer
    • KBO
    • Semestarian
    • Blogger Hibah Buku
Mampir Tegal, mencicipi kuliner Tegal ditemani Mbak Ila, yang asli orang Tegal
Cerita ini ditulis oleh Kiky ketika berkunjung ke kampung halaman. Pesan saya ke Kiky, "Ky, jangan lupa lipet halaman depan kampung Kanaz, ya. Biar ketika Kiky rindu, bisa didatangi kapan saja selagi ada waktu."

Yang akan dilipat dalam kenang


Senja menemani kepulanganku hari ini. Sayang  sekali, aku sendirian di kereta. Duduk di antara tiga orang yang tak ku kenali, ingin mengajak ngobrol mereka tapi sayangnya mereka laki-laki semua dan aku kurang tertarik untuk berbicara sore ini, agak sebal karena harus dapat tempat duduk dipinggir, tidak di sebelah jendela. Kenapa aku bisa duduk di kereta sendiri? Padahal, aku pergi bersama tiga orang teman. Ah, teman... aku rasa, mereka bukan teman-temanku...

Aku masih sedih karena harus pergi meninggalkan kampung sahabat sekaligus kakakku, panggil namanya Kanaz. Beberapa hari di sana memberi banyak pelajaran untukku, tentang sebuah kesederhanaan, prinsip hidup, sampai alam adalah milik tuhan, kita hanyalah penumpang yang tak punya malu dengan segan merusak segala yang telah diberikan tuhan atas dasar pinjaman.

Malu saat menyadari tingkahku, saat aku bukanlah manusia besar yang hidup di bumi yang katanya sebesar daun kelor ini, nyatanya aku hanya seekor kuman yang hidup di sebuah alam semesta yang tak bisa ku ukur nilainya dengan pasti, apalagi ku samakan dengan sebuah daun kelor, mungkin aku akan dikutuk oleh tuhan karena mengecilkan segala ciptaannya ini.

Bahagia ketika aku sadari masih ada orang baik yang mau menerimaku, menggandeng tanganku dengan hangatnya, ku pikir terlalu banyak orang jahat didunia ini yang membuatku tak percaya siapapun lagi, ternyata aku salah. Ingin ku caci mataku ini yang selalu kututup dengan kacamata kuda hingga pandanganku hanya sebatas apa yang ingin ku lihat, padahal dunia tidak seperti itu.

Aku dapat keluarga baru, mama baru, banyak nasehat yang aku terima. Ternyata, hidupku banyak yang salah jalan, aku suka berpikir, akulah yang paling menderita di dunia ini, tuhan terlalu jahat kepadaku, ternyata aku salah. Beruntunglah Tuhan tidak menendangku dari dunia milik-Nya ini, bisa apa aku jika Tuhan murka kepadaku? Ternyata banyak orang yang lebih kuat dari aku dengan masalah yang aku rasa mungkin jika jadi dia, aku tidak akan sanggup.

Aku pikir hanya aku yang berpikir satu satunya tapi ternyata banyak yang berpikir sama, ku pikir, ku pikir terus. Sampai aku gatau lagi akan berpikir apa, banyak yang masih ku pertanyakan. Sudahlah..

Ohya kemarin di karangsari, aku makan pete, aku makan ubi, aku makan talas, aku makan daun singkong, aku makan mangga, aku makan mulu lahhh pokoknya, terima kasih yang sangat banyak ke kanaz ❤

Oh ya aku juga main, jalan kaki, blusukan ke kebon, ke sawah, ke pemancingan, ke mana mana banyak tanaman dan buah, aku sampai berpikir keras untuk mengingatnya, kau tau kan aku nih pelupa sangat :( maafkanlah otakku yang sangat kecil ini.

Oh ya celanaku kotor, ku numpang nyuci, kamar mandinya bersih, aku suka, airnya langsung dari mata air, dingin, terus kita masak masak, dan makan pastinya bagian terfavoritku ❤

Oh ya kanaz suka ilang ilangan kaya jin :( tiba tiba di ruang tv, tib- tiba nggak ada, tiba-tiba ada lagi.

Terus ya, kita kepasar donggggg, makan soto Rp. 5000, wahhhhh klo di Jakarta makanan semurah ini, ku bahagia, dan makan mulu.

Soto seharga Rp. 5000 sahaja ^_^


Maklum yak, aku ini kurus karena makanan bergizi di Jakarta mahal, yang murah itu ngga bergizi semua :(

Duhhhhh banyak ku mau cerita tapi kaki ku sakit nekuk mulu di atas kursi kereta, perutku mules, terus ku ngantuk, tapi ga bisa tidur, depanku berisik, kakinya kemana mana, macam mana kakiku nak turun kalau macam nih :(.

Eh, iya, kenapa aku duduk di kereta ini sendiri bersama dengan orang-orang yang tidak dikenal? Ini karena aku salah beli tiket! Ya, aku beli tiketnya nyusul. Ku pikir, udah satu gerbong dengan Kanopi, Kanaz dan Mama. Rupanya, aku beli di gerbong dua, sementara mereka di gerbong sebelas. Hahahahaha


Di kampung Kanaz, jalan-jalannya ke kebon :D

Ke sawah (sawah orang) ya iyalah, dikira sawahnya siapa? :P

Salah satu oleh-oleh kami adalah pete!
Pete di kampung Kanaz murah

Makanan yang sederhana tapi istimewa...



Apa saja syarat donor darah? Selesaikan dulu membaca cerita ini.... Dikeplak! :D

Saat Swa terbaring dan kegiatan donor sudah hampir selesai. Habislah Swa kena bully :D


"Ayo, kalian pada mau roti, nggak? Ambil sendiri aja, ya." Tante Dina menyapa kami dengan ramah. Tentunya, tak hanya kami yang disapa, tapi juga semua pendonor yang ada di lantai dua tupperware Cilegon. Selain sibuk menyapa kami, Tante Dina juga sibuk menyiapkan teh manis untuk para pendonor.

"Nggak usah, Tante. Kami yang nggak donor nggak perlu dikasih roti. Biar kami nanti makan roti yang abis donor aja." Saya nyengir. 

Sementara Eha, yang baru selesai donor darah menjeling sebal, roti yang sedang dikunyah dihentikannya. Dadanya dipegang, "Ya Allah, Kanazzz!! Roti ini sampai nggak ketelan. Kalian keterlaluan, saya yang donor, kalian yang menikmati makanannya.”

Saya, tertawa terpingkal-pingkal.

Sabtu, 28 Juli 2018 Tupperware Cilegon kembali mengadakan kegiatan donor darah. Kegiatan ini biasanya dilakukan setiap setahun sekali. Saya nggak pernah ikut, selain selalu berada di luar kota, kalau pun pas lagi di Cilegon, saya juga memang nggak bisa donor darah. Lah, kok bisa? Yah, bisa! Kan, donor darah juga ada syaratnya.

Donor darah di Tupperware bulan lalu sekalian dijadikan ajang kumpul para bangke yang sudah lama nggak ketemu. Eh, lebih tepatnya saya, sih, yang jarang kumpul. Lah, gimana? Saya jarang pulang, kok! ^_^

Awalnya, saya enggan untuk datang. Sejak pagi, kontak Haqi. Tapi sampai siang saya tak juga datang. Bahkan, nasi uduk pun saya kirim pakai go send.

“Yang gue butuhin elunya datang. Bukan nasi uduknya!.” Karena Kak Magda sudah ngomel begitu, akhirnya saya tersinggung. Dan setelah dhuhur, saya datang ke Tupperware. Bahahahaha.... di Tupperware, tentu saja sudah ada Ijal. Sementara Imam dan Haqi sudah pulang, karena hari sudah siang.

Tak lama saya datang, muncullah Eha. Makhluk bumi berhati lembut yang ikhlas dibully siapa saja. Setelah Eha sampai dan belum duduk, dia dikomporin ikut donor. Eha ragu-ragu, karena belum pernah melakukan donor darah. Dengan takut-takut dan digeret langsung oleh Kak Magda, akhirnya Eha menuju meja pendaftaran. Nggak lama Eha ngisi formulir, Fayruz sampai di Tupperware dan sedang mengisi formulir juga. Akhirnya, mereka berdua menuju meja untuk dicek kesehatannya.

Eha kelihatan nervousnya....


Eha lulus syarat donor darah, sementara Fayruz gagal karena hb-nya rendah. Naik ke lantai dua, di mana prosesi pengambilan darah dilaksanakan, Eha terlihat nervous. Bahkan, ketika sudah berbaring di brangkar, Eha masih terlihat tak nyaman. Tapi, siapalah kami kawan-kawan yang nggak tahu diri ini tentu saja terang-terang meledek Eha. (kalau gini, saya nyadar bukan teman yang baik. Bahahahaha... tapi bangga)

Fayruz yang gagal mendonorkan darahnya


Muncul kemudian Isna, ketika Eha belum selesai diambil darahnya. Isna, nasibnya sama seperti saya. Nggak bisa donor darah. Jadilah yang menunggu Eha ada 5 orang. Tuh, setia kawan banget kan kita? ^_^

Selesai Eha donor darah, saya mengambilkan teh manis yang sudah disiapkan oleh Tante Dina. Dilanjutkan ngobrol nggak jelas, tiba-tiba sampailah makhluk bumi satu lagi. Swa. Jam sudah menunjukkan pukul tiga lebih. Pendonor sudah mulai berkurang dan dengan percaya diri, Swa tentu saja hadir untuk turut serta mendonorkan darahnya. Terima kasih, kalian, yang sudah ikut mendonorkan darahnya. Bulan lalu, yang ikut mendaftar donor darah ada 200 orang. Tapi, tentunya tak semua bisa lolos seleksi. Karena yang bisa donor sekitar 140-an orang saja.

Ngomong-ngomong, syarat donor darah apa aja, sih? Dulu, waktu kerja di Dompet Dhuafa, saya pernah nulis ini kayaknya.

Usia, minimal 17 tahun. Berat badan minimal 45 kg (nah, ini saya sama Isna tidak memenuhi syarat). Tidur yang cukup, tidak minum obat minimal tiga hari sebelumnya, tekanan darah teratur, suhu badan juga normal. Frekuensi donor darah juga dibatasi, minimal 3 bulan sekali. Terus saya mikir, kira-kira, nunggu berapa tahun lagi biar berat badan saya 45 kg? Huffftttt....

Kak Magda sedang menginterfensi Eha ^_^


Setelah selesai donor, wajah Eha sumringah. Demi mendapat tupperware ^_^

Imam dan Ijal yang juga berhasil mendonorkan darah


Swa yang pede banget pas dateng :)

Kan yah megangin hape aja buat ngilangin nervous

Haqi, Lam dan Nurul. Sayang banget nggak ketemu sama Lam :(



Belajar bahasa daerah


Draft ini ada dari tanggal 20 Juni 2018. Hari ini saya buka kembali, akan saya lanjutkan tulisan curhat ini. Perihalnya, karena melihat linimasa yang mengabarkan mentri pendidikan kita akan menyederhanakan bahasa daerah karena terlalu banyak. Lah, piye? Mbuh piye, aku ra mudeng jew. Yang penting dan yang pasti, saya lagi rajin belajar beberapa bahasa daerah ^_^

Entah gimana ceritanya, sudah hampir dua bulan ini saya kerap belajar bahasa daerah. Baik Jawa, Minang, Jawa Serang juga bahasa Kelantan dan Kedah (salah satu negeri di Malaysia). Saya lahir di Pemalang, tepatnya di salah satu desa di kabupaten Pemalang. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa Jawa ngapak. Sejak kecil, saya selalu menggunakan bahasa halus ketika berbicara dengan orang yang lebih tua dari saya. dan menggunakan bahasa ngapak sehari-hari ketika dengan teman.

Sejak lahir hingga lulus Sekolah Dasar (SD) saya hidup di Karangsari, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang. Bahasa sehari-hari yang kami gunakan di kampung adalah bahasa ngapak (tuh, kan, diulang-ulang itu lagi) Ahahahaha. Pelajaran bahasa daerah di sekolah dulu, menggunakan bahasa jawa yang sangat halus. Bahasa wetanan yang sering banget saya nggak paham. Kalau ada pelajaran bahasa daerah dan ulangan, saya pasti cengok. Nggak saya doang yang nggak tahu, teman-teman lainnya juga sama. Lah, kan, sama-sama bahasa Jawa? Kenapa nggak tahu? 

Aih! Yah nggak semua bahasa Jawa itu sama!

Sebagai warga ngapak, macam mana saya harus paham bahasa wetanan? Apalagi Jogja? Matek! Bahasa wetanan, baik bahasa jawa Jogja dan Surabaya, saya tak begitu paham. Jadi, mohon maklum ketika ada banyak kosa kata yang saya nggak tahu artinya.

Sekarang, saya merasa bahwa pengetahuan saya tentang bahasa Jawa ngapak itu sangat minim. Apalagi dalam menulis. Sangat jauh dari mengerti dan sekadar paham. Itulah kenapa sekarang saya sering membuka google, mencari referensi pelajaran bahawa Jawa ngapak. Buat apa? Yah buat saya belajar, biar sedikit-sedikit saya paham. 

Selain sedang berusaha belajar bahasa Jawa ngapak dengan sesekali menuliskannya di blog, saya juga kadang suka iseng belajar bahasa daerah lain. Bahasa Minang, yang sedikit gampang saya pelajari. Ini karena pernah tujuh tahun tinggal di Malaysia dan ibu majikan saya orang Minang. Jadilah sering dengar kosa kata bahasa Minang dan lebih mudah untuk mencernanya. Googling di youtube, menemukan beberapa tutorial dasar memahami bahasa Minang. Jadilah sedikit paham kenapa ada kata kucing menjadi kuciangg, kambing menjadi kambiang tapi tak ada kata kupiang. Hahahahaha...

Jadi inget pernah dikasih tebak-tebakan sama Mak Cik Yurti waktu di Malaysia,

“Eli, bahasa Minangnya kambing, kambiang. Kucing, kuciang. Nah, kalau tikus apa?”

“Tikuaslah!” Saya menjawab bangga tentu saja. Dan saya ditertawakan oleh Mak Cik Yurti.

“Salah. Yang benar manciak.”

Tapi dalam soal jawab tersebut, sayangnya saya tidak diberitahu mengenai rumus dalam bahasa Minang. Rupanya, dalam kosa kata bahasa minang tidak mengenal huruf kedua penyusun kata “E”, karena akan diubah menjadi A. Begitu juga dengan kata awalan E, akan diubah menjadi A. Dan akhiran AS akan berubah menjadi EH. Misalnya, balas akan berubah menjadi baleh, malas menjadi maleh. Pedas menjadi padeh dan keras menjadi kareh.

Menyambung tadi kambiang dan kuciang, rupanya kata yang berkahiran “Ing” dalam bahasa Indonesia akan berubah menjadi “Iang” dalam bahasa minang. Contohnya, maling menjadi maliang. Runcing menjadi runciang dan suling menjadi suliang. Sekali waktu, saya pernah apdet di status whatsapp tentang corat-coret pelajaran bahasa minang ini. Haterus, teman-teman langsung komen, “Ada apa ini, apa lagi dekat sama orang Minang?” Bahahahahahaha.... ramutu tenan.

Angger Bahasa Ngapak Ilang Keprimen


Dari beberapa bahasa daerah yang saya tahu dan sedang saya pelajari, bahasa Sundalah yang paling sulit.... Semangattt!!!

Terima kasih kepada Uni Naizul dan Kak Ije yang sudah banyak ikut mengajari saya ^_^

Wahahahaha.. kerjaan Sandi ini

Ketika teori dan praktek hasilnya ketidaktahuan :D 

Bahasa Batak nggak tahu sama sekali -_-


Hasil googling rumus bahasa Kelantan :D








Saya kerap mendengar orang berujar, jika sekarang ini sudah tidak ada orang yang baik. Kalimat tersebut dikatakan langsung, di hadapan saya. Mendengar kalimat tersebut, saya kadang bingung mencernanya. Bukankah ketika mengucap tak ada lagi orang baik, ia justru sedang berbuat jahat kepada dirinya sendiri? Ya, karena kebaikan itu wajib dimulai dari diri sendiri.

Kamis lalu (9/8/18), bertempat di Ocha Bella Resto hotel Morissey, sebuah portal media online dengan menyasar masyarakat Indonesia yang menjadi contoh berbuat baik dilaunching. Tokohinspiratif.id, begitulah portal tersebut diberi nama.

Portal ini didirikan oleh sekumpulan individu dan organisasi yang memiliki kepedulian terhadap masa depan bangsa. Dengan concern mengangkat individu yang telah berbuat baik dan memberi inspirai bagi bangsa dan kemanusiaan, diharapkan akan lahir kembali generasi yang lebih baik lagi dengan mengedepankan kemanusiaan.

Pada launching yang digelar di hotel Morrisey, dua belas tokoh dari berbagai latar belakang ditampilkan di portal tokohinspiratif.id. terdiri dari prof. DR. Sulistyowati Irianto, Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia untuk kategori akademisi. Annisa Rahmania, Pegiat Young Voice Indonesia untuk kategori difabel. Nu Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) untuk kategori aktivis organisasi nonpolitik. Titi Anggraini, direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) untuk kategori demokrasi. Dokter Gamal Albinsaid untuk kategori kesehatan. Retno Listyarti, M.SI, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk kategori guru.

Syaifuddin Zuhri, pendiri Komunitas Merah Putih, Batu-Malang untuk kategori komunitas. Alfrida Erna Ngato, kepala suku Pagu Halmahera Utara untuk kategori masyarakat adat. Glen Fredly untuk kategori seniman. DR. Ratna Dewi Petalolo, SH, MH, untuk kategori Aparatur Pemerintah. Muhammad Riza Adha Damanik, ST, Msi, PHD untuk kategori nelayan. Merah Johansyah Ismail, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) untuk kategori aktifis organisasi nonpolitik

Jika melihat kedua belas tokoh yang dimuat di portal tokohinspiratif.id dan membaca latar belakang dari semuanya, mereka berasal dari keilmuan yang berbeda, tapi fokus pada perjuangan yang disuarakan. Afrida Erna Ngato, adalah contohnya. Dia adalah satu-satunya perempuan pertama di Nusantara yang menjadi kepala adat Suku Pagu di Halmahera Utara. Kepduliannya terhadap adat dan gencar “menghidupkan” lagi adat istiadat yang sudah hampir 40 tahun tergerus membawanya menjadi kepala adat. Dan mematahkan mitos bahwa kepala adat tak semestinya lelaki.


Tidak semua 12 tokoh yang dimuat di portal bisa hadir saat launching offline. Dari 12 orang, hanya 5 orang yang hadir dan berdiskusi dengan para panel lainnya. Bagi para tokoh, yang terpenting kini bukan semata-mata namanya terdengar hebat, tapi lebih kepada tindakan apa yang bisa dilakukan secara nyata untuk bangsa.


Ke depannya, portal tokohinspiratif.id terbuka bagi siapa saja yang hendak menuliskan tokoh inspiratifnya. Tak melulu harus orang hebat, tak melulu dari kalangan pejabat, tapi bisa siapa saja yang memang melakukan kerja nyata untuk diri, lingkungan juga bangsanya. Tak hanya jurnalis yang bisa menuliskannya, tapi juga rekan-rekan blogger dan netizen lainnya. Selamat untuk tokohinspiratif.id, semoga menjadi warna dan penyeimbang berita-berita negatif yang ada di dunia maya.

Adakah tokoh inspiratif di sekitar kita? Yuk, mari tuliskan dan sebarkan energi positifnya. Dan ambil bagian menjadi bagian dari penyebar konten positif di dunia maya. Kita tak pernah tahu, ada cerita apa di balik kesuksesan seseorang dan ada kisah apa di balik orang-orang yang tetap lantang menyuarakan aspirasi yang tak hanya melulu untuk kepentingan diri, tapi juga bagi sekitarnya.





Hotel Sawunggalih?
Kayak nama kereta aja, ya? Hehehehe...

Ceritanya, 18 Februari 2018 lalu aku ke Wonosobo karena ada kerjaan. Selama ini, aku nggak pernah ke Wonosobo meski ada teman dan meski berkali-kali sudah diajak ke sana sama Mbak Salas. Akhirnya, ketika kantor meminta saya membuat jadwal mini roadshow Literasi Digital, saya memilih kota Wonosobo sebagai salah satu destinasi mini roadshow. 

Stasiun terdekat Wonosobo adalah Kutoarjo. Jarak tempuh dari Kutoarjo ke kampungnya Mbak Salas (tepatnya di Desa Tracap, Kec. Kaliwiro) memakan waktu dua jam. Cukup jauh, dengan jalan yang berkelok-kelok. Kami pulang ke Jakarta tanggal 20 Februari, pagi. Jadilah malamnya kami meninggalkan Desa Tracap, menuju Kebumen. Mbak Siti sudah mencari penginapan, tapi belum dibayar. Setelah sampai di Kebumen, rupanya penginapan itu jauh dari stasiun. Lalu kami diusulkan untuk menginap di hotel Sawunggalih oleh saudaranya Mbak Salas yang mengantar kami. Kata dia, hotel ini sangat dekat sekali dengan stasiun.





Selama perjalanan hujan lebat melanda


Selama perjalanan dari Desa Tracap ke Kebumen, hujan lebat sepanjang jalan dibarengi dengan kilat dan petir yang menyambar-nyambar. Setelah diusulkan hotel Sawunggalih, saya langsung mencari rekomendasi via google. Ada beberapa blog yang mereview hotel tersebut dan kesimpulannya semua bagus. Baik dari segi pelayanan, kebersihan juga makanan. Akhirnya, tanpa berpikir panjang aku mengiyakan. 

Sampai di hotel, hujan masih turun renyai-renyai. Saya turun lebih dulu dan langsung berlari ke resepsionis, menanyakan masih ada kamar yang tersedia atau tidak. Rupanya, kamar masih ada. Kami langsung bertransaksi. Harga kamarnya murah meriah (karena dibayarin kantor, semuanya jadi murah! Hahahahahahaa...) 

Tarif ekonomi Rp. 120.000 dengan fasilitas, TV, kipas angin, sarapan pagi
Tarif standart Rp. 220.000 fasilitas yang didapat, TV, AC, sarapan pagi
Tarif VIP Rp. 320.000 fasilitas yang didapat, TV, AC, wather heather dan sarapan pagi





Kamarnya bersih dan rapi


Kami memilih VIP dengan ekstra bed karena kami bertiga. cas yang dikenakan Rp. 80.000 saja. Pas masuk ke ruangan, waahhhhh.... Kaget! Kamarnya gede, ada lemari, ada meja kursi, ada meja rias. Kamar mandinya juga luas. Pokoknya, kami heboh kalau itu murah meriah banget ^_^.
Kamar mandinya juga bersih ^_^


Kami Belum makan malam. Pihak hotel merekomendasikan tempat makan melalui brosur. Melihat brosur yang diberikan, lagi-lagi kami tercengang, karena menemukan harga yang murah. Sempat underestimate dengan rasanya melihat harga yang ditawarkan. Tapi setelah makanannya sampai, rupanya rasa makanan tak seburuk yang kami kira. Murah, enak dan rekomended banget! Sambil makan, kami membicarakan betapa murahnya harga makanan yang dijual di sekitaran hotel.

"Mbak Anaz, ini nggak difoto? Siapa tahu mau ditulis di blog?." Mbak Widuri menyodorkan brosur makanan yang diberikan oleh hotel. Aku pikir, pihak hotel bekerja sama dengan rumah makan di sekitaran hotel. Keren, ya! Nggak monopoli.

Buat siapa saja yang ke Purworejo atau pun Kutoarjo, hotel ini bisa dijadikan tempat penginapan. Harganya murah, tempatnya pun strategis, nggak jauh dari stasiun. Aku, kalau sendiri waktu itu pasti bakalan jalan kaki ke stasiun hehehehe. Owh ya, sarapannya juga enak. Nasi goreng dengan teh manis, standar hotel kecil, tapi rasa tak mengecewakan ^_^. Owh ya, aku nggak banyak motret, karena paginya buru-buru. Jadilah seadanya saja foto-fotonya :)

Setelah aku mencari informasi melalui google, nama Sawunggalih ini banyak tersebar di Kutoarjo. Kereta Sawunggalih Senen-Kutoarjo, nama sekolah juga nama politeknik di Kutoarjo. Konon, Sawunggalih adalah nama adipati pertama di Kutoarjo.




Salah satu ruangan di hotel Sawunggalih. 

Menu makanan yang murah meriah

Enak ^_^


Sambalnya juga enak bangettt



Ceritane, waktu kue nyong nulis ning twitter kaya kiye. "Mau beli buku teman yang nulis pake bahasa daerahnya. Trus aku mau review di blog, tapi pake bahasa daerahku sendiri (ngapak). 
Kayaknya jadi niat yang mulia."

Trus disautin Mas Paeng kaya kiye,

Saut-sautan ning twitter asale



Nyong dadi mikir, kayane pernah dikirimi buku karo Mbak Rina Tri Lestari. Tapi urung tek waca. Masya Allah... Nyong yah wis kelalen bukune ning endhi, apa andhang-andhang tek sumbangena. Rasane kok isin. Trus nyong iseng nggeti ning rak buku, alhamdulillah kok yah masih ana. Nyong seneng banget. Ahire bukune langsung tek waca.

Judule Wiji. Isi ceritane dibuka karo suasana kosan ukuran telu ping lima sing ditunggoni karo penganten anyar. Wiji, karo Diman. Wiji karo Diman kie kerjane tukaran bae unggal wengi. Sembareng sing kasure sempit, sue ngenteni adhus, karo rusan cemburune Diman ning bojone. Merga bojone ayu, Dirman kadang sering cemburu. Cemburu ora jelas karo sapa. Ning awal-awal kiye nyong ngguyu--ngguyu dewek macane. 

Ora let sue, Wiji karo Diman due anak arane Tomin. Tomin kiye bocahe jen rada nakal (mbuh iya pancen nakal, sih. Pas Bapane gawe kolam ning mburi umah, esuke malah dibom karo mercon. Jelas bae iwak sing masih cilik-cilik kue pada ngambang. Tomin, umure patang tahun, tapi mblegidike ora karuan kue bocah. Ora bisa meneng, tur radha licik semit. Hahahaha, gambarane Mbak Rina kaya kue, sih. 

Waktu ibune Wiji lara, ndilalah ibune Diman ya lara. Ibune Wiji manjing rumah sakit, sementara ibune Diman ora. Wiji nonggoni ibune ning rumah sakit, sementara Diman kudu ngurusi anake lanang sing rada nakal kue. Telung dina njaga anak lanange, Diman ngerasa kesel. Unggal esuk ngadusi, ndhulangi, trus nganterena sekolah. Sing digawe ngguyu, pas wis anjog sekolahan, rupane tase keri. Ahire Diman balik maning njikot tase Tomin. Bolak-balik kaya kue.

Paling kekel kue pas Tomin arep disunat. Ceritane awale Tomin semangat banget, ngomonge ora wedhi. Lah, nyatane pas giliran arane diundang bocahe malah langka. Digetheni, mlayu. Ahire Tomin nggo uber-uberan wong sekampung. Tapi ora ketemu. Weruh-weruh, Tomin malah kejegur jumbleng! Wakakakakakaka...

Pas Wiji meteng maning, melasi Diman. Disingkirena karena Wiji ngidame wadhe ning bojone. Wis, pokoke lucu maca iki. Primen ahire Diman, apa tetep diwadheni bojone, ketambahan ding anake Tomin sing madheni banget :)))). Angger penasaran pengen maca, coba bae ngundang Mbak Tri ning twitter. Akune @roro@asyu. Esih ana ora bukune :)

Maca iki, nyong dadi belajar bahasa jawa surabaya. Kaya gundule, ternyata kue endhas. Nyong maune mikir jero, apa maksute ngukuri gundule (pengertiane nyong, gundul kue ndhas botak). Ana bahasa sing nyong ora ngerti, tapi ora ngurangi nyong mahami cerita ning buku kiye. Suwun Mbak Tri, wis nulis cerita apik kiye. Sengaja tek tulis nganggo bahasa ngapak, ben gentian, ya. Hehehehe... Nyong yah arep belajar nulis cerita kaya kue, nganggo bahasa ibu.




“Saat krisis ekonomi 1997-1998, usaha yang bertahan itu adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).” Hal ini diucapkan oleh Dr. Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Keuangan Kemenko Perekeonomian RI pada diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Ruang Serbaguna Kemkominfo, Jalan Merdeka Barat Jakarta.

Diskusi FMB 9 kali ini, membahas tentang potongan pajak UMKM dengan tema “Tarif Khusus PPH UMKM” FMB 9 menghadirkan  narasumber, Penerimaan Pajak Kementerian Keuangan dan Dr. Iskandar Simorangkir dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Keuangan Kemenko Perekonomian RI, Yohana Setyowati Deputi Bidang Pembiayaan Koperasi dan UMKM  dan Yon Arsal Direktur Potensi Kepatuhan dan.


Pembicara pertama


Aturan penurunan tarif PPh Final bagi para pelaku UMKM itu ditetapkan melalui PP nomor 23 Tahun 2018. Aturan tersebut berlaku secara efektif mulai 1 Julu 2018. Penurunan tersebut, selain karena adanya keluhan dari masyarakat, juga dimaksudkan agar para pelaku usaha kecil dapat mengembangkan usahanya sehingga mampu berkembang menjadi usaha yang lebih besar lagi.

Peran industri kecil di Indonesia merupakan yang paling tinggi dibandingkan negara lainnya. Jika melihat prosentasenya, perbandingannya adalah sebagai berikut, Indonesia 93,4 %, Filipina 64,6%, Vietnam 59, 56% dan Brasil 36,6%. Artisnya, tingkat perkembangan ndustri besar di Indonesia masih sangat kecil dibanding negara-negara lainnya. Karena latar belakang inilah, pemerintah menurunkan PPh Final UMKM dari 1% menjadi 0,5%. Inilah alasan negara memberikan keberpihakan kepada UMKM menurunkan PPh Final sebesar 0,5%.

Sementara Yohana Setyowati Deputi Bidang Pembiayaan Koperasi dan UMKM menyampaikan beberapa gambaran umum tentang program strategis kementerian koperasi dan UMKM. Pemberdayaan koperasi dan UMKM itu sebenarnya amanah dari konstitusi, dasar kebijakan nasionalnya jelas, dari UUD 45. Keberpihakan kepada kelangsungan usaha kemudian hajat hidup orang banyak juga sudah ada. Khusus untuk undang-undang tentang UMKM uu no. 20 tahun 2008. Kemudian ada turunan rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah yang menjadi dasar negara memberikan keberpihakan.


Pembicara kedua


Dari 62,9 juta pelaku UMKM mendominasi. Di undang2 20 jelas ada strata, kalau kemudian krisis ekonomi 98 memberikan pengajaran. Negara negatif, bunga bank hampir 60% saat itu UMKM bangkit. Tapi kita diingatkan, bahwa naik kelasnya UMKM itu masih sangat jauh dibanding negara lainnya. Kelemahan akses terhadap modal, SDM, pasar, teknologi menjadi masalah dasar pada UMKM di negara kita. Daya saing dan produktivitas pun masih sangat lemah.

“Ada 152 ribu koperasi yang sudah direformasi oleh tim kementerian yang benar-benar aktif dan di anatara itu ada lembaga koperasi simpan pinjam sebanyak 19 ribu lebih.” Kata Yohana. Ia juga memaparkan tentang peningkatan kualitas SDM dari kementerian koperasi, salah satunya adalah pelatihan pajak. Bekerja sama dengan dirjen pajak mereka sudah ada MOU nomor 30 tahun 2010 yaitu sosialisasi advokasi dan pelatihan pajak bagi UMKM. Teknik operasional dan lain-lain sepenuhnya dibiayai oleh APBN dan ABPD.

“Kalau dulu para pejuang mengangkat bambu runcing untuk mempertahankan kemerdekaan, maka sekarang membayar pajak adalah bagian dari bela negara.” Tegas Yohana di sela-sela tanya jawab dengan para awak media yang hadir.

Sebagai penutup, pembicara selanjutnya adalah Yon Arsal Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kementerian Keuangan.


Pembicara ketiga


Pajak ini merupakan satu bagian kecil program yang dilakukan pemerintah sebagai tanda keberpihakan pemerintah kepada UMKM. PPh UMKM sebesar 1 % diberlakukan sejak tahun 2103 pada bulan Juli. Devinisi UMKM ini tidak sama seperti yang diatur oleh pemerintah nomor 23, devinisi usaha mikro, omset tidak lebih dari 300 juta. Usaha kecil omset antara 300-2,5 M. Menengah 2,5 M-50 M.

Ia juga menyampaikan tentang bagaimana pajak menghitung PPh bagi UMKM





                                               
Bahasa ngapak ning kene ora bakalan ilang

Pernah ngrungu kabar ora angger bahasa ngapak jere bakalan ilang? Ora pernah? Wah, berarti ora apdet bahasa ngapak kiye. Ngomong-ngomong bahasa ngapake apdet apa, ya? Hahahaha... Dhadhi kaya kiye, nggo mempertahankan mendhah nyong tetep bisa njaga kewarasan tetep bisa ngomong ngapak, nyong arep belajar nulis ngapak. Loh, mbeke belajar? Iya, mbeke arep belajar. Soale jujur bae, nyong bisa ngomong ngapak, tapi nyong ora bisa nulis ngapak. Radha kedher ejaane, radha bingung nulis hurupe. Kaya tulisan radha karo kedher nyong yah ora yakin kue bener nulise. Moga-moga, angger nulis kaya kiye bisa nemu solusi, nemu batir sing luwih bisa nulis bahasa ngapak sing bener.

Gemiyen, jaman-jaman nyong sekola SD, pelajaran bahasa daerahe memang bahasa jawa. Tapi, ya, kue. Jawa wetan. Sing nyong bae sering banget ora ngerti artine, ora paham pas mbaca soale. Inget kiya ko ngguyu dhewek, ya. Nyatane, nyong emang bodo sembareng gemiyen. Hahahahahahaa....

Tapi saiki nyong mikir, kenang apa gemiyen pelajaran bahasa daerahe nganggo bahasa wetan, ya? Coba angger tiap daerah bahasa jawane nganggo lokalitas, kayane luwih kepenak. Kaya penginyongan kiye dhadhi ngerti secuil-secuil bahasa daerahe dhewek. Gemiyen, nyong sering diguyu kakange inyong angger pas lagi maca soal bahasa jawa. Jere wagu banget. Lah iya, coba bayangena wong ngapak maca soal bahasa alus wetanan (kalimat wetanan biasane nggo menandakan daerah Jogja-Solo) saiki,barang wis tua mbeke paham diskriminasi bahasa. Wahahahahahaha... Kan iya, ya, angger dipikir. Wong bahasa ngapak, kudu paham bahasa wetanan, sing alusan maning! Rasakno....

Waktu esih cilik, mbokene nyong sering ngajari. Jere angger ngomong karo wong tua aja nganggo bahasa kasar, kudhu basa. Basa kue maksute nganggo bahasa alus. Misale, ngomong ora gelem karo wong tua, mboten purun. Arep ning endhi, badhe teng pundhi? Wis pokoke kaya kuelah. Engko angger nyong rajin arep coba nulis padanan basa karo bahasa biasa. Nah, angger kiye nyong masih bisa, sih sampai saiki. Alhamdulillah banget angger kiye, mah. Meski jujur, ana kalimat sing nyong kadang kelalen. 

Terus, ya, gara-gara uripe meng endhi ora, kadang wong-wong ora percaya angger nyong esih bisa ngomong bahasa Jawa, bisa basa maning. Kiya beneran nyong sering diskreditkan. Halagh, bahasa ngapake diskredit apa, ya? Wahahahahaha... Mangkane aja heran, aja ngguyu angger nyong nyoba ngomong wetanan kerasa kaku, lah wong ngapak ko, kon, ngomong wetanan. Kue ya pada bae kaya lambe bahasa Indonesiane inyong ngomong bahasa inggris. Wakakakaka... kiye padanane adhoh temen, ya?

Balik meng judul sing jere bahasa ngapak arep ilang, kadhang nyong ora percaya. Tapi, angger dideleng sebabe yah kayane memang bisa punah. Misale, kakange inyong anak-anake langka sing bisa ngomong ngapak. Angger lagi rajin, angger pas lagi nung umah, nyong sering ngomong karo keponakan bahasa ngapak. Angger karo Mamane, Kakange trus karo sedulur, nyong emang selalu ngomonge ngapak. Karo mamane inyong, karo madene inyong ngomonge basa. 

Sementara, kiye dinginlah. Nggo percobaan nulis ngapak sing yakin banget akeh salahe. Tapi, arane belajar :D. Sapa ngerti, angger sering nulis kaya kiye bisa mempertahankan bahasa ngapak ora ilang. Halagh, nulis ngapak mbeke siji ning blog be sombong! :))))))) Kiye tulisan wis pirang tahun ngendon ning draft, ya? Hufftttt
Yang motret ini Kakak Olip ^_^ 


Mas Pradna, pemilik blog pojok Pradna ini saya kenali sejak tahun 2009. Kenalnya bukan melewati blog, tapi melalui chat group yahoo messenger. Saya dikenalkan oleh Mbak Ratu, pemilik blog yang saya lupa namanya :D. Kalau nggak salah, blog Mbak Ratu sudah ganti. Nggak kayak dulu zaman-zaman masih curcol sekitar kosan dan pekerjaannya.

Kembali ke Mas Pradna, dulu... Eh, ini tiap kali cerita Mas Pradna pasti berceritanya tentang dulu, karena beliau memang orang dulu. Ya, lama. Kalimat lama itu lebih kepada penghalusan senior alias tua, sih. #Dikeplak! Jadi, kalau mendengar namanya, yang sering saya ingat itu adalah linux, plurk dan lelaki yang lemah terhadap tawaran makanan. Makanya, nggak heran kalau sekarang beliaunya itu semakin menggemuk. 

Zaman-zaman lama itu, kami kan ngeblognya cuma curhat-curhat aja. Loh, emang apa bedanya dengan zaman sekarang? Emangnya sekarang nggak boleh curhat? Emangnya sekarang beda? Bukan nggak boleh, bukan karena beda pula, lah gimana? Nulis saja enggak, apa yang mau dicurhatin...??? Rabu, 11 April 2018 saya  ke Purwokerto, main ketemu Kak Olip, sekalian pas siang ketemuan sama Mas Pradna. Lagian, setiap ke Purwokerto juga selalu ketemu sama beliaunya. Maklumlah, blogger senior ^_^

Owh ya, waktu ketemu kemarinnya, kami juga ngorolin masa lalu. Tuh, kan, tetep! yang diomongin itu yang sudah berlalu, karena memang beliaunya orang dulu, sih.... Setelah ngobrol-ngobrol itu, saya janji pengen nulis pertemuan itu. Hahahahaha... sungguh nggak penting banget. Tapi ini beneran menjadi penting ketika mengingat blog ini sudah bulukan nggak pernah up date. Bayangkan, dulu kala, betapa rajinnya mengisi blog ini dengan berbagai macam tulisan. Tulisan nggak penting, sih.... -_-

Ngomong-ngomong tentang Mas Pradna, saya jadi ingat kalau ketemu dia selalu bilang beberapa hal. Dan itu tak hanya sekali, tapi berkali-kali. "Saya, tuh, iri sama Mas Pradna. Bisa terjun langsung ke masyarakat, ikut terlibat membuat pengembangan desa." Dan bisanya dia cuma nyengir aja menanggapi itu. Kemarin pas ketemu juga Mas Pradna cerita tentang perjalanannya selama tiga bulan di Sumatera Barat. Ngapain? Yah tetap membuat proyek pengembangan desa berbasis tekhnologi.

Lah, emangnya apa yang Mas Pradna buat?
Banyak yang dilakukan oleh Mas Pradna dan teman-temannya mengenai desa-desa ini.

Dulu, waktu saya masih di Malaysia, Mas Pradna dan teman-temannya sering share tentang desa Melung. Desa yang dulu sunyi sepi itu telah diubahnya menjadi desa melek tekhnologi informasi. Mengingat kisahnya beberapa tahun lalu, saya acap dibuat kagum dengan apa yang dilakukan. Menaiki sepeda motor, ia kerap bolak-balik dari kabupaten ke desa dengan jarak yang tak dekat. Zaman itu, kata dia, jalanan masih rusak parah. Tak semulus sekarang. Tak jarang, ia harus kembali ke kabupaten saat hari sudah mendekati tengah malam.

Sampai saat ini, sayangnya saya belum pernah singgah di desa Melung. Tapi, saya bersyukur pernah diajak ke desa Dermaji salah satu desa yang juga dikelola oleh Mas Pradna dengan teman-temannya menjadi desa yang melek tekhnologi. Eh, kalau desa ini sepertinya sudah pernah saya menuliskannya.

Owh ya, kalau ada yang tahu domain desa dot id, dulu yang memprakarsai yah mereka-mereka itu bersama Pandi (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia). Sekarang, domain desa dot id sudah diambil alih oleh pemerintah. Proses dan pengurusannya, entahlah.... Konon, kabar yang beredar lebih rumit lagi. 

Beberapa hal di atas itulah yang membuat saya iri dengan Mas Pradna. Latar belakangnya sebagai blogger membuatnya terjun langsung ke masyarakat. Paham, kan, kenapa banyak kalimat lama dan dulu? Itu dikarenakan Mas Pradna merupakan blogger tua yang berdigdaya pada karya ^_^. Senang bisa mengenalnya....



Ia dilahirkan di Tanjung Pura, Langkat, pada 28 Februari 1911. Muasal darah biru pada dirinya bermula dari Langkat, salah satu kesultanan tertua di pesisir timur laut Sumatera. Ia merupakan garis ketiga keturunan Sultan Musa.

Agustus 1925 Amir Hamzah masuk sekolah MULO di Medan. Setahun kemudian, ia pindah ke Christelijke MULO di Batavia (Jakarta). Dari sinilah bermulanya Amir Hamzah mengenal tokoh pergerakan juga para tokoh-tokoh sastra. Tahun 1927-1929 Amir Hamzah kembali melanjutkan pendidikannya di Algemene Middelbare School (AMS) Solo (Surakarta). Di kota ini juga, Amir Hamzah mengenal Ilik Sundari, kekasih hati yang banyak mengilhaminya menulis puisi.

Sejak kecil, Amir Hamzah sudah mencintai dunia sastra. Sejak tahun 1920-an, ia sudah berupaya meninggalkan bahasa Belanda. Di mana ketika ia menulis prosa, puisi dan prosa liris dalam bahasa melayu, cikal bakal bahasa Indonesia.

Dikenal sebagai raja penyair pelopor gerakan bahasa baru, Amir Hamzah dan dua orang tokoh sastrawan Amrijn Pane serta Sutan Takdir Alisjahbana mendirikan majalah Poedjangga Baroe pada 1933. Di tahun ini juga, Amir Hamzah mengenali masa-masa sulit dirinya.

Tahun 1931, Tengku Mahjiwa, ibu Amir Hamzah meninggal. Menyusul kemudian ayahnya, Tengku Muhammad Adil meninggal pada tahun 1933. Sejak ayahnya tiada, Amir Hamzah mengalami kesulitan ekonomi. Kesibukannya mengajar di berbagai tempat tak dapat menutupi kebutuhan hidupnya di Batavia.

Selanjutnya, biaya hidup Amir Hamzah ditanggung oleh pamannya, Sultan Mahmud. Ironisnya, bantuan pendidikan dari pamannya itu tidak gratis semata-mata. Dengan syarat tidak boleh berpacaran dan aktif di pergerakan, setiap gerak-gerik Amir Hamzah selalu diikuti oleh orang suruhan pamannya.

Amir Hamzah, tetaplah manusia yang di dalam dirinya sepenuhnya berisi perjuangan untuk republik Indonesia. Ia tetap bergaul dengan Muhammad Hatta, Soebardjo dan Muhammad Yamin. Ia tetap menulis di majalah Poedjangga Baroe. Ia juga menjadi guru untuk orang-orang pribumi, di Perguruan Rakyat, Taman Siswa juga Sekolah Muhammdiyah. Bersama dengan Ilik Sundari, mereka acap turun ke kampung-kampung untuk mengajar. Bagi mereka, mencerdaskan rakyat adalah bagian dari proses menju kemerdekaan.

Tahun 1938, Amir Hamzah dipanggil pulang ke Langkat oleh pamannya. Ia juga dinikahkan dengan Tengku Kamaliah, putri tunggal Sultan Langkat.

Tahun 1946, terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur. 7 Maret 1946, para pemuda menangkap Amir di rumahnya. Amir dituduh pro-Belanda oleh para pemuda sosialis. Tuduhan pro-Belanda ini karena Amir merupakan kerabat dekat Sultan. Bahkan, menantunya. Selama dua pekan, Amir tiga kali berpindah kurungan, dari rumah tahanan Binjai, Kebun Lada, sampai perkebunan Kwala Begumit, sepuluh kilometer di luar Binjai. Penyair pujangga baru itu dieksekusi pada 20 Maret 1946 setelah disiksa di tempat terakhir bersama 26 tahanan lain.

Ironisnya, Amir Hamzah dieksekusi oleh guru silat kesultanan, pengurus kebun yang amat ia sayangi, Ijang Widjaja. Amir Hamzah, meski tumbuh dalam kemewahan keluarga Kesultanan Langkat, ia dikenali sebagai figur sederhana. Bagaimana mungkin, seorang pahlawan yang betul-betul mencintai republik Indonesia, tapi dibunuh semena-mena oleh rakyatnya sendiri? Lantas bagaimana dengan kisah cintanya bersama Ilik Sundari, kekasih hati yang banyak meninspirasinya membuat puisi....

Judul Buku: Paradoks Amir Hamzah
Jumlah Halaman: 127
Harga Rp. 50.000


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Teman-teman

Sering Dibaca

  • Minyak Gamat Bukan Hanya untuk Obat Luka
  • Diary Blogger Indonesia
  • RM. 100 Dari Denaihati
  • Betapa Inginnya Mengumrohkan Ibu Saya
  • Beli Sprei Bisa Umroh?

Harta Karun

  • ►  2022 (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (8)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2020 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (41)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2018 (10)
    • ▼  November (1)
      • Liburan ke Kampung Halaman Teman
    • ►  Agustus (3)
      • Apa Saja Syarat Donor Darah?
      • Belajar Bahasa Daerah
      • Adakah Tokoh Inspiratif di Sekitarmu?
    • ►  Juli (3)
      • Menginap di Hotel Sawunggalih
      • Wiji, Cerita Suroboyoan sing Nggapleki
      • Memahami Penurunan Tarif Pajak Final UMKM
    • ►  April (2)
      • Angger Bahasa Ngapak Ilang Keprimen??
      • Bertemu Mas Pradna, Blogger (Tua) Atau Blogger Lama?
    • ►  Februari (1)
      • Paradoks Amir Hamzah
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (63)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2015 (137)
    • ►  Desember (25)
    • ►  November (20)
    • ►  Oktober (34)
    • ►  September (19)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (52)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2013 (40)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2012 (74)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (14)
  • ►  2011 (87)
    • ►  Desember (10)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (18)
    • ►  September (13)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (141)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2009 (124)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (17)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2008 (105)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (16)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2007 (30)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (12)
    • ►  Agustus (2)

Kategori

Ads Blogger Hibah Buku Celoteh Cerpen Featured GayaTravel KBO komunitas Murai Perjalanan Piknik Buku Pojok Anaz Reportase resep reveiw Semestarian Serial Sosok Teman TKW TripGratisan Volunteer

Catatan Anazkia By OddThemes | Turatea.com