Catatan Anazkia

Karena hanya tulisan yang bisa saya tinggalkan

  • beranda
  • Kisah
    • Serial
    • Cerpen
    • Celoteh
    • Reportase
    • Perjalanan
      • Gaya Travel
      • Trip Gratisan
      • Piknik Buku
  • Pojok Anaz
  • Murai
  • Sosok
  • komunitas
    • Volunteer
    • KBO
    • Semestarian
    • Blogger Hibah Buku
Bersama dengan adik-adik Kampung Serigala dan Poji tentu saja


Kampung Orang Asli Serigala, apa yang terbayang di benak kita ketika mendengar kalimat tersebut? Sebuah cerita tentang asal muasal serigala? Atau kampung yang dulunya banyak serigala? Kembali, pertanyan-pertanyaan itu juga bergelayut di pikiran saya. Ini masih dalam rangka menghadiri  Eat Travel Write 3.0 (ETW 3.0) di Selangor pada bulan April lalu, lanjutan dari tulisan sebelumnya yang ini di Kampung Felda Kedangsa.

Mendekati pukul empat sore, kami beranjak meninggalkan Kampung Felda Kedangsa, menuju perkampungan orang asli. Lagi-lagi, perut dalam keadaan kenyang lenang. Cuaca panas tidak menyurutkan semangat teman-teman mencicipi lontong yang katanya enak sekali. Perut saya memang sudah tak muat. Inilah kenapa saya tak ikut mencicipinya. 

Menuju Kampung Orang Asli, lagi-lagi kami harus berganti kendaraan dari bus menaiki lori. Melewati jalanan yang sempit, kanan kiri hutan kelapa sawit, kami disambut hujan lebat. Tapi ia tak mengurangi kegembiraan, curah hujan yang tempias ke dalam lori membuat kawan-kawan yang ada dalam lori tertawa gembira. Apalagi, kalai lori menabrak ranting-ranting pohon yang berjuntai di tepi jalan.

Sampai di Kampung Orang Asli Serigala, hujan masih belum reda. Kami disambut oleh para tetua kampung dan anak-anak muda di depan sebuah tempat seperti aula. Berderet-deret meja telah disiapkan berisi lagi-lagi makanan. Ya, dalam itinerary sore itu, kami akan melihat proses memasak Nasi Buluh dan Ikan Buluh. Sekumpulan remaja menyambut kami dengan mengalungkan janur juga memasangkannya di kepala kami. Rangkaian janur yang dibuat kalung dan topi disarungkan kepada seluruh peserta yang hadir. 



Iringan ketukan bambu di atas kayu langsung terdengar. Tiga  orang lelaki di depan kami sedang menyiapkan musik tarian orang asli di antara renya hujan. Disusul beberapa remaja perempuan yang menari mengikuti ketukan bambu di atas kayu tersebut. Dengan make up tipis-tipis juga mengenakan kalung dan topi yang dibuat dari janur pelepah kelapa beberapa anak remaja perempuan menari mengikuti irama ketukan bambu di atas kayu. Terlihat sederhana, tapi istimewa buat saya.



Usai pertunjukan sambutan, dua orang pak Cik langsung beraksi di depan kami. Menunjukan beberapa buluh bambu untuk persiapan memasak Nasi Buluh dan Ikan Buluh. Konon, menurut Pak Cik Buluh bambu yang digunakan untuk memasak bukan sembarang buluh. Ia dicari dari hutan dan sekarang sulit ditemukan. "Kalau bukan untuk sambutan tamu, kami sudah jarang yang mencarinya." Kata Pak Cik yang menyiapkan masakan. Ia meraih buluh bambu, menunjukannya kepada kami. Kemudian, ia menunjukan ikan nila yang sudah direndam dengan beberapa perencah tradisional. 

Ini buluh bambunya


Eh, bumbu tradisionalnya daun lilih aja, sih. Lain-lain itu garam saja dan perisa jika suka. Kemudian, ikan-ikan tersebut dimasukan ke dalam bambu, setelah itu ikan siap untuk dibakar. Setelah selesai pertunjukan ikan, Pak Cik pun menunjukkan bagaimana caranya memasak nasi menggunakan buluh bambu. Caranya, lebih kurang sama. Hanya medianya saja yang berbeda.

Tanpa menunggu lama, kami bisa langsung menikmati sajian Ikan Buluh dan Nasi Buluh. Rupanya, warga Kampung Serigala sudah menyiapkan maskaan untuk kami. Karena proses memasaknya memang lama. Baik nasi mau pun ikannya, rasanya sama-sama enak. Makanan khas tradisional dari Kampung Orang Asli Serigala. Yang bikin saya berkerut kening, sebenernya mengenai daun lilih ini. Mungkin, daun ini hanya ada di hutan-hutan Malaysia.

Poji, mengajak saya ke tepi rumah. Kononnya, mau diminta buat testimoni ala-ala jalan-jalan cari makan yang menyebalkan. Iya, menyebalkan karena ini ada sesi pengambilan video dan saya harus berlakon gitu :D nyahahaha... Rasain banget ini, mah :D tak lama pengambilan gambar, Sham dan panitia lainnya meminta kami cepat-cepat beranjak meninggalkan Kampung Serigala menuju penginapan karena hari sudah semakin petang. Sebelum meninggalkan Kampung Serigala, saya dan Poji sempat mengambil gambar dengan anak-anak Kampung Serigala. Buat saya, hari itu yang paling berkesan adalah di Kampung Serigala. Sayangnya, waktu sangat terbatas. Karena menurut Sham, penginapan Sri Berkat yang akan kami tuju itu sangat jauh dari Kampung Serigala.

Kenapa namanya kampung Serigala? Karena dulunya, di kampung ini banyak serigala berkeliaran.

Ikannya dimasukan dalam bambu


Mbak Olip semangat nyicip

Dikerjain Poji, ala-ala Jalan-jalan Cari Makan :))))))

Semua foto-foto yang bagus di sini milik @akugraphy ^_^ 
Bersambung....


Dokumentasi milik aku graphy :)


Rangkaian tulisan Eat Travel and Write 3.0 Selangor International Culinary Adventure. 13.00 Depart to Felda Gedangsa, Tart Bengkulu Making. Bengkulu tar is an old traditional cookie/dessert by the bengkahulu ethnic from Kuala Kubu Bharu. Sejak pertama kali menerima itinerary Eat Travel Write 3.0 (ETW) 3.0 saya penasaran dengan jadwal tersebut. 

Kamis, 21 April 2016. Selesai dari Sungai Dusun Wildlife menjenguk tapir, kami langsung beranjak meninggalkan tapir-tapir manis nan cantik berkulit licin menuju Felda Kedangsa. Di kepala saya terngiang-ngiang kalimat Bengkulu, salah satu kota di Indonesia. Pun dengan Mbak Olip, saya bertanya penasaran dengan kalimat bengkulu tersebut. Dan rupanya, tukang kuburan itu memiliki rasa penasaran yang sama dengan tart bengkulu.

"Mari kita naik bus lagi dan mari kita makan lagi di tempat yang baru." Ujar Mbak Olip ketika kami hendak menaiki bus menuju Felda Kedangsa.

"Ini sih, namanya eat travel and sleep." Kata saya menimpali sambil tertawa. Dan diikuti gelak yang sama oleh Mbak Olivia..

Jarak tempuh dari Sungai Dusun menuju kampung Felda, saya tak begitu pasti. Tapi, rasanya memang tak begitu lama. Di jalanan yang mulai sempit antara perbatasan kampung Felda, bus menepi dan kami diminta turun semua. Sebuah lori pekerja felda, sudah menunggu kami. Satu persatu, kami turun dan diinstruksikan untuk menaiki lori tersebut. Gelak tawa gembira bersahutan di antara kami, apalagi, ketika Pak Cik lori menaikan dan menurunkan kami melalui tanjakan (halagh, ini saya nyebutnya apa, sih? hahahah) jadi, naik ke lori itu ada tuasnya. Trus, tuasnya ditarik otomastis itu tempat naik turun penumpang bisa dikendalikan. Kita tinggal berdiri aja. Kemudian saya bingung dengan penjelasan sendiri :D :P

Rumahnya asri...


Matahari, sedang terik-teriknya saat kami tiba di Felda Kedangsa. Warga Felda kedangsa sudah menunggu kami di salah satu rumah yang asri, dengan banyak tanaman bebungaan di halaman depan juga samping rumah. benar seperti tebakan kami, makanan yang menyelerakan sudah tersedia dengan manisnya di atas meja. Tinggal menunggu kami saja untuk menyentuhnya. Teman-teman berebut menuju minuman dingin dengan perisa kedondong. Tidak menunggu lama, minuman dingin tersebut habis sekelip mata. Rasanya, enak dan segar ^_^

Ramai menonton dan menyimak 


Tak lama, kami langsung diajak menuju ke belakang rumah. Rupanya, di belakang rumah ada sebuah gubuk yang sepertinya memang khusus dijadikan tempat untuk memasak kue tar bengkulu, atau bahkan kue-kue lainnya. Teman-teman media dan blogger langsung berebut masuk mengerubungi Mak Cik yang sudah duduk menghadap adonan kue. Bahan-bahan tar bengkulu tepung terigu, telor, gula, minyak dan santan. Semua diuleni dalam satu wadah dan manual menggunakan tangan. Mak Cik  piawai sekali mencampur dan mengaduk bahan-bahan. Sementara anaknya, menerangkan kepada kami mengenai muasal tar bengkulu kepada kami.



Setelah bahan semua diuleni dalam satu wadah, ia dibentuk dua macam. Dibentuk seperti daun dengan isi kelapa dan bentuk bulat diisi selai nanas. Melihat Mak Cik bekerja, cepat saja sepertinya. Cekatan sekali tangannya membentuk puluhan tar bengkulu. Setelah selesai dibentuk, baru kemudian dipanggang di atas api dengan bahan kayu bakar. Ya, kayu bakar. Bukan di oven kekinian. Konon, untuk menjaga keaslian kue. Cuaca panas, ruang yang sempit dan adanya tungku kayu membuat badan ini basah oleh keringat.  Tapi, teman-teman media dan blogger tetap antusias memperhatikan.

Selagi menunggu tar bengkulu masak, saya berbincang dengan salah seorang Pak Cik yang saya lupa namanya karena catatan hilang (tepatnya ketinggalan di salah satu penginapan). Pak Cik ini keturunan Indonesia.. Datuk neneknya asli Bengkulu-Sumatra ia dilahirkan di Malaysia dan sesekali masih pulang ke Indonesia. Darinya, saya tahu kalau tart bengkulu merupakan salah satu kue tradisional di Felda Kedangsa. Dinamakan tart bengkulu, karena awalnya mereka belajar membuat kue tersebut dari nenek dan ibu mereka yang asli Bengkulu-Indonesia.

Selesai ngobrol dengan Pak Cik, rupanya teman-teman sudah mencicipi tar bengkulu. Aroma kue tercium dan tak sabar ingin mencobanya. Sayangnya, perut ini dalam keadaan kenyang, sehinggalah tidak bisa banyak mencicipinya. Rasanya enak, gurih santannya terasa, apalagi ditambah isi kelapa semakin menyatulah perpaduan kelapanya. Kalau kata Mbak Olip dan Mas Danang, tar bengkulu sekarang dikembangkan menjadi nastar :D hehehehe.

Selesai mencicipi kue, saya beranjak ke depan dan teman-teman yang lain rupanya sedang menikmati lontong dan lainnya. Saya sudah angkat tangan, tidak muat lagi perutnya menerima apa pun. Meski Mbak Olip dan Mas Eka manas-manasin kalau rasanya enak. Huehehehe... Sebelum pulang, saya sempat bertanya dengan Mak Cik-Mak Cik yang masih membuat kue, katanya kalau dijual harga tar bengkulu adalah RM. 70/100 biji. Berarti kalau dijual satuan 70 sen per biji. Dan, kalau musim lebaran pesanan tar bengkulu ini banyak.

Tar bengkulu, kenapa ada di Felda Kedangsa Malaysia? Pertanyaan saya terjawab sudah. Dan hebatnya, mereka masih mempertahankan kue tradisional turun temurun tersebut. Di Bengkulu sendiri, saya belum tahu.

Dibakar di atas tungku dan di atasnya pun ada kayu bakar yang menyala

Tar bengkulu yang sudah jadi


Mak Cik ni tekun sekali








Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Teman-teman

Sering Dibaca

  • Minyak Gamat Bukan Hanya untuk Obat Luka
  • Hari Ini, Aku Menulis
  • Blogger Return Contest
  • Kontes Blog Bermula
  • 5 Tahun Bekerja, Tidak dibayar Gajinya

Harta Karun

  • ►  2021 (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2020 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (41)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2016 (63)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ▼  Juni (2)
      • Berkunjung ke Kampung Orang Asli Serigala
      • Tart Bengkulu, dari Felda Kedangsa
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2015 (137)
    • ►  Desember (25)
    • ►  November (20)
    • ►  Oktober (34)
    • ►  September (19)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (52)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2013 (40)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2012 (74)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (14)
  • ►  2011 (87)
    • ►  Desember (10)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (18)
    • ►  September (13)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (141)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2009 (124)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (17)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2008 (105)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (16)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2007 (30)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (12)
    • ►  Agustus (2)

Kategori

Ads Blogger Hibah Buku Celoteh Cerpen Featured GayaTravel KBO komunitas Murai Perjalanan Piknik Buku Pojok Anaz Reportase resep reveiw Semestarian Serial Sosok Teman TKW TripGratisan Volunteer

Catatan Anazkia By OddThemes | Turatea.com