Catatan Anazkia

Karena hanya tulisan yang bisa saya tinggalkan

  • beranda
  • Kisah
    • Serial
    • Cerpen
    • Celoteh
    • Reportase
    • Perjalanan
      • Gaya Travel
      • Trip Gratisan
      • Piknik Buku
  • Pojok Anaz
  • Murai
  • Sosok
  • komunitas
    • Volunteer
    • KBO
    • Semestarian
    • Blogger Hibah Buku
Iseng, setiap orang pasti pernah iseng. Baik yang disengaja, maupun tak sengaja. Tapi kebanyakannya iseng itu disengaja. Iya, disengaja sama orang yang nggak punya kerjaan atau emang sengaja nyari-nyari kerjaan kayak saya. Kalau lihat di KBBI on line, pengertian iseng itu kayak gini (1) merasa menganggur (tidak ada yg perlu segera dikerjakan); (2) (berbuat atau mengerjakan sesuatu supaya jangan menganggur) sbg perintang-rintang waktu; (3) tidak mau menganggur (rewel, suka mengganggu, suka omong, suka makan apa saja, dsb): krn tangan anak-anak yg -- , dinding sekolah itu penuh corat-coret; (4) sekadar main-main; tidak bersungguh-sungguh; iseng-iseng a sekadar main-main saja (dp menganggur) untuk perintang-rintang waktu. Dari KBBI online

Nah, lihatlah, itu menurut KBBI pengertian iseng. Ngomong-ngomong iseng, saya itu orangnya sering banget iseng. Eh, nggak sering-sering banget, sih. Kalau lagi rajin aja isengnya. Kayak misalnya, pada suatu hari ketika saya ditegur di twitter oleh salah seorang teman yang saya kenali di perpustakaan museum mandiri, ternyata kita sudah saling follow di twitter. Saya nggak ngeh kalau teman tersebut nggak negur via twitter. Dan inilah sekilas percakapannya via twitter


Lihat jawaban saya :D padahal saya tahu itu Novi dari komunitas Satujuta Buku untuk Indonesia


Sampai kemudian Novi langsung whatsapp ke saya dan saya masih mengelak kalau id @anazkia itu bukan saya. Sebetulnya, pas sahut-sahutan itu saya nyengir sendiri. Tapi mikir nggak enak juga, jangan-jangan Novinya merasa gimana gitu atau marah. Sampai akhirnya saya ngaku begini,


Dan Novi ketawa ngakak, pas udah ketemu langsung aja dibahas aksi iseng-iseng ini. Maafkan Mbak Anaz ya, Nov 

Selain Novi, ada sering Mbak Ratri yang saya isengi di twitter. Tapi saya nggak bisa upload fotonya, twitter nggak tahu kenapa nggak bisa buka foto-fotonya :|

Sore tadi saya whatsapp dengan Mbak Erma. Mbak Erma ini saya kenal belum lama. Waktu itu saya pernah ngetwit kalau pengen tenggelam dari whatsapp, terus disahutin oleh beliau. Siang tadi, di group facebook Emak-Emak Blogger saya melihat Mbak Erma share link tulisan. Karena bahasa Inggris saya komen aja nggak bisa, emang dasarnya iya nggak bisa. Dan sahut-sahutan komen akhirnya kami bertukar nomor handphone. Atau lebih tepatnya saya yang inbox Mbak Erma memberikan nomor saya.

Tak lama setelah saya memberi nomor hape, Mbak Erma langsung menyapa saya via WA. Ngobrol kami seperlunya, karena hari sudah hampir sore. Mbak Erma sepertinya akan segera pulang kerja, pun sama dengan saya yang akan pulang juga. Tapi ndilalah saya kok iseng lagi. Nggak usah dicapture obrolan kami sebelumnya, tapi lihat saja keisengan saya :D

Dan tahukah Mbak Erma menaggapinya bagaimana? :D


Itu saya becanda aja, suka iseng gara-gara di group @HibahBuku di whatsapp itu suka becandaan. Becandaan kalau yang lagi nulis itu admin barunya. Ini pertama yang mulai si kumis Markizal sama si Surayang. Sore tadi saya malah ngisengin Mbak Erma begitu, eh, beliau malah percaya. Maafkan saya, yah, Mbak Erma.

Kembali ke pengertian iseng di atas, saya memang sepertinya nggak ada kerjaan dan kurang kerjaan. :D kalau yang gabung di group @HibahBuku di whatsapp pasti apal banget kemiringan saya ini :D.dan ketika saya senyap atau menyepi, mereka menganggap saya sedang sakit (nggak normal) dan kemiringan saya itu adalah normal. Masha Allah :)))) barusan sama Idah finalis Srikandi Blogger 2014 mosok saya dibilang lagi dapet ilham karena senyap :\

Sumber gambar dari sini

Dulu, dulu waktu masih di Malaysia, saya sering emosi pake banget kalau ditanya "Gaji kamu berapa?" huehehehe... iya, suwer itu bikin saya gimana gitu. Saya selalu merahasiakan nominal gaji saya ketika ditanya. Tapi, lama kelamaan saya harus membiasakan diri bertemu dengan banyak orang dan ditanya soalan yang sama, "Gaji kamu berapa?" akhirnya saya menjadi biasa-biasa saja. Jadi gini, tadi malam itu tengah malam buta sekitar jam 12 malam lebih saya masih tergolek kesana kemari nggak bisa merem-merem. Trus mendadak ngobrol di whatsapp dengan Mbak Sumarti Saelan, a.k.a Mak Icoel kerend :) 

Ngobrol ngalor ngidul, ngetan ngulon. Ngomongin dunia blog awalnya sampai kemana-mana akhirnya. Mak Icoel itu menyangka saya blogger tajir yang banyak orderan karena saya dianggap lebih lama ngeblog. Buehehehe.... Saya mah ngeblog nothing to lose aja, mau ada orderan atau nggak kalau saya mau ngeblog ya, ngeblog. Dan saya nggak mau memaksakan ketika saya dilanda malas, yah sudah saya akan tinggalkan blog. Ya, itu saya.

Tiba-tiba Mbak Icoel nanya gini, "Eh, Naz, gimana rasanya setelah sekian tahun biasa bergaji tinggi di Malaysia, sekarang bergaji standar di sini?"

Hahahaha... Saya tertawa sendiri membaca pertanyaannya via whatsapp. Tapi saya malah mengirim emoticon. Saya bilang ke Mbak Icoel, salah besar kalau menganggap gaji saya besar ketika di Malaysia. Justru gaji sekarang saya lebih besar dengan yang di Malaysia. Iya, kalau diukur secara nominal memang lebih besar. 

"Salah besar, malah gedean gaji sekarang. Dulu gaji saya di Malaysia nggak sampai 1, 5 juta. Meski gaji sekarang yah habis untuk bayar kos dan makan sehari-hari"

"Mosok??? Rp?? Mosok sih? Murahnya, hihihi" see, sepertinya Mak Icoel nggak percaya. huehehe

"Iya, Mbak. Gaji saya kecil banget. Tapi ada yang tak  terbayar, pengalaman dan itu sangat mahal."

Tahun 2012 lalu, ketika saya berkunjung ke Makassar mengikuti ajang kopdar Blogger Nusantara saya bertemu dengan teman baru. Kami ngobrol apa aja, termasuk dia lebih banyak bertanya dengan saya mengetahui saya seorang tenaga kerja. Dan, seperti biasa tak jauh-jauh ditanya "Gaji Mbak Anaz berapa?" Saya bilang apa adanya kalau gaji saya tak sampai 1,5 juta. 

"Kalau gaji cuma segitu, kenapa harus jauh-jauh jadi pembantu ke luar negeri, Mbak? Kan di Jakarta bisa nyari kerja yang lain" duer! saya langsung menukas kalimatnya.

"Wah, Mbak, jangan "mencumankan" gaji saya. Secara nominal, gaji saya kecil. Tapi ada banyak hal yang saya dapatkan dan itu tak terukur oleh nominal uang. Meski di sana saya hanya bekerja sebagai pembantu, saya nggak akan melupakan asal muasal saya menjadi kayak gini juga "gara-gara" jadi pembantu." aih, tsah.... aku njawabe, rek :))))) iya, dan mbak yang saya lupa itu meminta maaf. Kayaknya saya kelihatan emosi :D :P (maaf yah, Mbak)

Nah, ngomong-ngomong gaji saya di Malaysia, mau tahu dengan lengkap gaji saya? Nah, saya ini ke Malaysia Januari 2006 pertama kali saya datang ke sana, saya digaji RM.380, itu pun dipotong tiga bulan. Saat itu, nilai tukar RM terhadap rupiah Rp.2.400 setiap RM.1. Jadi bisa dihitung kalau dirupiahkan gaji saya sebulan Rp. 912.000 (hohmaigod kecil sekali hahahaha) :D Setahun kemudian majikan saya menaikan gaji menjadi RM.400. Yah, naik RM.20, alhamdulilah. Saya lupa kapan dinaikan menjadi RM.450 dan terakhir sampai saya berhenti gaji saya sebesar RM.500. Nilai tukar naik turun terakhir saya tahu mencapai Rp. 3000/ RM.1. Jadi bisa dihitung kalau dirupiahkan mencapai 1, 5 juta. Kalau rupiah menguat, yah gaji saya nggak nyampe 1,5 juta hehehe.

Setelah moratorium Indonesia-Malaysia bisa dibaca tulisan saya di sini (haisah promo banget) :)))) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) menetapkan gaji pembantu yang sudah lebih dari dua tahun harus bergaji RM.600 dan itu jelas-jelas ada dalam surat kontrak kerja dan harus ditanda tangani majikan. Saya pun pernah berbicara langsung dengan majikan saya, kalau gaji seharusnya itu RM.600, tapi dengan beberapa alasan majikan saya bilang kalau tak mampu menggaji sebesar itu. Saya diam. Kesal tentu saja, tapi saya kembali berpikir ikut dan bekerja dengan majikan saya itu ada banyak hal yang saya dapatkan. Saya diberi kebebasan, kebebasan untuk saya belajar banyak hal dan bertemu dengan banyak orang.

Asbab dan sebab saya mengenal dunia blog juga karena sejak di Malaysia dan bekerja dengan majikan saya. Mengenal banyak orang dan teman juga asbabnya sama, dari blog. Saya jadi ingat ketika makan tengah hari dengan dengan Pak Suryana Minister Counselor beserta dengan jajaran staffnya, saya pun ditanya, "Gaji kamu berapa, Naz?" dan lagi-lagi ketika saya menyebut nominalnya, satu sama lain saling menyahut.

"Wah, ini gimana, Pak? Mosok gaji Mbak Anaz masih kecil gitu?" Kata Bu Dewi

"Kamu ikut saya aja kalau gitu." kata Pak Suryana menimpali.

Iya, selalu begitu. Dan kembali, lagi-lagi saat saya sudah pulang ke Indonesia saya selalu berpikir, bahwa kesuksesan itu tak bisa diukur secara materi. Sebagai TKW yang tujuh tahun bekerja di negara orang, saya adalah TKW yang gagal. Gagal membawa jumlah nominal uang yang banyak. Bahwa saya kerap menangis, bahwa saya kerap enggan pulang, saya kerap malu dengan saudara-saudara saya, terutama dengan Ibu karena tak membawa uang.

Tapi Allah itu Maha Kaya dan yang pastinya, Ia Maha Sempurna, Sempurna mengatur jalan cerita hidup saya. November saya pulang ke Indonesia, kemudian bulan Februari 2013 saya kembali ke Malaysia. Tak lama, setelah mengikuti ajang Srikandi Blogger 2013 di mana saya menjadi salah satu finalis saya kembali ke Indonesia pada bulan April 2013. Alhamdulilah menjadi salah satu juara favorit. Dari situ, saya lama tak kembali ke Malaysia karena ada tawaran pekerjaan atas rekomendasi seorang teman yang saya kenali. Saya diterima bekerja dengan referensi tulisan dari blog saya. September 2013 saya kembali ke Malaysia untuk mematikan permit kerja dan akhirnya, selesai sudah visa kerja saya sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia dengan gaji seadanya, pulang tak membawa harta, tapi saya mendapatkan banyak penglaman yang tak ternilai harganya.

Sekali lagi, bahwaTuhan itu Maha Sempurna. Sempurna mengatur hamba-hamba-Nya. Pun sama ketika di dunia blog saya yang tetep kere ini, saya tak peduli ada tawaran atau enggak menjadi buzzer, itu nggak penting. Kalau ada dan sesuai saya ambil, kalau enggak saya yah nggak mekso ;). Nothing to lose, Allah akan memberikan apa pun kebutuhan hamba-Nya. Saya masih bisa beli buku tiap bulan, saya masih bisa makan, masih bisa bayar kos dan saya masih bisa ngukur jalan. Alhamdululah, segala puji milik Allah. Saya percaya dan saya harus yakin tentang ini. 

Sudah dulu, ini semua gegara Mak Icoel :))))))

Dan 25 Januari 2010 saya pernah menulis Gajinya Berapa...??? Hihihi

Resep sambal tempe ini saya dapatkan ketika masih berada di Malaysia, tepatnya dari Mbak Karyatun teman kerja yang berasal dari Jawa Timur yang bekerja di rumah anak majikan saya. Eh, saya lupa Mbak Karyatun ini aslinya dari mana :D lali tenan. Awal mengetahui dan makan sambal ini tertanya-tanya apa saja bahannya, ternyata sederhana sekali. Hanya membutuhkan tempe, cabai rawit dan bawang putih.

Cara masaknya juga sederhana, tempe digoreng terlebih dahulu. Kemudian bawang putih dan cabai rawit juga digoreng. Setelah itu baru diulek semuanya, ditambahin garam tentu saja. Ini dulu waktu saya masih di Malaysia kalau lagi nggak nafsu makan pasti langsung nyari tempe buat bikin kayak gini. Tak hanya saya yang suka, keluarga majikan saya juga suka. Adik, Nini, Kak Moona, Kak Huaida dan anak menantu ibu yang lain.

Selain sambal tempe, karena saya juga menyukai tahu, kadang juga saya ubah jadi sambal tahu. Dan ini tak kalah enaknya. Resep sederhana untuk menambah nafsu makan. Sekarang, pas sudah jadi anak kos saya jarang banget bikin sambal ini. Lah piye, nggak ada kompor :D


 Kalau pake cabe Thailand lebih enak lagi :)

Curug Cilember berada di kota Bogor, tepatnya berada di Desa Jogjogan, Kecamatan Cisarua 20 KM dari Bogor. Kepergian saya ke Curug Cilember akhir tahun lalu berawal dari iseng-iseng whtasapp malam-malam dengan Kak Ria. Iseng ngobrol piknik dan alam yang rindang, akhirnya kami malam itu juga mengambil keputusan Minggu 29 Desember piknik ke Curug Cilember. Saya buta arah sama sekali, sedang Kak Ria sibuk bertanya ini itu dengan Mbak Yani yang sudah pernah berkunjung ke sana.



Minggu pagi, sekitar jam enam saya berangkat dari kosan di Ciputat langsung menuju ke terminal Kampung Rambutan janjian dengan kak Ria. Ya, kita berdua saja menuju Curug Cilember di Bogor. Dari kampung Rambutan, kita naik bis Arga Mas jurusan Bogor. Sopirnya berbaik hati mengantarkan penumpang sampai ke Cisarua. Dari Cisarua kami naik angkot sekali lagi turun di pertigaan Cilember. Kalau busnya nggak turun di Cisarua, dari Baranangsiang bisa naik angkot langsung ke pertigaan Cilember. Bayarnya Rp. 10.000.

Sampai di pertigaan Cilember, kami langsung naik ojeg ke atas pintu masuk Curug. Mungkin karena libur sekolah, suasananya sangat ramai. Owh ya, Curug Cilember sendiri terbagi kepada tujuh bagian. Di mana curug tersebut memiliki tujuh tingkatan. Curug paling bawah sekali disebut curug tujuh, semakin ke atas semakin kecil nama curugnya sampai curug satu. Saya dengan Kak Ria hanya sampai di curug lima. Selain ditutup untuk ke curug lebih tinggi lagi, saya juga mengalami sedikit ketakutan melihat keadaan kak Ria yang mengalami aklimatisasi.

Aklimatisasi kalau kata wikipedia, merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan pada kemampuan organisme untukdapat mengatur morfologi, perilaku, dan jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan lingkungan. Beberapa kondisi yang pada umumnya disesuaikan adalah suhu lingkungan, derajat keasaman (pH), dan kadar oksigen. Proses penyesuaian ini berlangsung dalam waktu yang cukup bervariasi tergantung dari jauhnya perbedaan kondisi antara lingkungan baru yang akan dihadapi, dapat berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu.

Jadi, pas kita lagi duduk istirahat menuju curug ke lima, tiba-tiba Kak Ria ngeluh pusing banget. Terus katanya berkunang-kunang juga. Saya beneran nervous dan nggak tahu mau ngapain. Kebayang, sih, kasih teh anget manis gitu. Tapi, kan nggak ada :(. Kak Ria minta minyak kayu putih, pas dikasih dan saya megang tangannya, masha Allah.... itu tangan dingin banget dan penuh dengan keringat. Semakin takutlah saya. mana kita cuma berdua aja. Orang, sih, banyak lalu lalang. Tapi nggak kenal :/ bayangan saya kalau ada hal buruk minta tolong aja ke mereka.

Tapi alhamdulilah, aklimatisasi Kak Ria tak berlangsung lama. Setelah istirahat sebentar dan makan sedikit makanan yang manis Kak Ria sudah baikan dan bisa melanjutkan kembali perjalanan. Melewati jalanan yang sedikit terjal, di kiri kanan jalan terdapat banyak pepohonan yang mengingatkan saya di masa kecil. Pakis, bebungaan liar, pohon andra (Ini serius aku nggak tahu nama latinnya juga nama Indonesia. Pokoknya dulu namanya pohon andra hehehe)

Sampai di curug lima, pegunjung pun ternyata banyak yang sedang bermandi manda. Meski tak sebanyak di curug tujuh, tapi tetap saja kurang nyaman untuk mengambil foto :( hiks, iya, yang penting itu kan ngambil fotonya :D :P

Kami nggak lama di situ, setelah berkeliling sekedar melihat-lihat kelatah lalu lalang orang kami duduk di bawah rerimbunan pohon pinus. Keadaan di Curug Cilember betul-betul mengingatkan saya akan kampung halaman. Pancuran air yang ada di situ, dulu ketika saya kecil di kampung digunakan untuk mandi, membasuh baju juga ngangsu.

Menjelang jam dua belas siang, kami turun ke bawah. Dalam perjalanan pulang, saya banyak bercerita dengan Kak Ria kalau segala sesuatu yang dilihat kali itu, dulu ketika kecil aku kerap menjalaninya. Kalau dulu semuanya bisa dilakukan gratis, dekat dan masih berada di kampung halaman sendiri, kini ketika sudah dewasa saya harus berlelah-lelah menuju ke kampung orang hanya untuk melihat hal yang serupa masa lalu. Eh, bukan nding, bukan untuk melihat hal serupa masa lalu. Tapi untuk piknik :)

Sesekali atau bahkan kerap kali kita memang harus piknik :) salam piknik :)

Curug tujuh, rame bangettttt

 Kak Ria ini sebelum jatuh terpusing-pusing apa setelah? :D :P

Selalu mencintai pinus baik pohon, daun dan bunganya :)


 Pancuran ini kayak di kampung halaman :)


 Curug lima

 Melewati jalanan ini, kalau hujan licin ini


Di bawah curug itu banyak tenda-tenda yang disewakan. Bisa buat camping :)
Ini bukan cerita baru di blog saya mengenai Surat Cinta Dari Papua. Surat yang sudah dua tahun berlalu, tapi saya masih suka menyebut-nyebutnya. Surat yang sedianya akan saya bukukan tapi selalu urung dan urung tak kunjung terlaksana. Dan di balik semuanya, dari puluhan surat yang sampai ke tangan saya dua tahun lalu, tiga anak dari Papua, saya pernah bertemu dengan mereka. Ya, bertemu dengan mereka. Meski bukan di Papua, tapi sekurang-kurangnya mengobati kerinduan saya kepada mereka.

Bersama Saharudin :)

November tahun lalu, ada event Konfrensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI) di Jakarta. Saya mengetahui acara tersebut ketika Mbak Haya dan Mbak Indah up date beberapa foto-fotonya di facebook. Pun ketika suatu pagi Mbak Haya mengunggah foto enam anak-anak dari Papua, saya tak tahu kalau salah satu anak yang di foto itu adalah Saharudin. Saharudin adalah salah satu anak yang menang dalam lomba kecil-kecilan menulis surat dua tahun lalu. Dia, yang ketika itu masih duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar (SD) menempati juara harapan dua. Lengkap cerita bisa dibaca di sini .

Barulah saya tahu ketika suatu hari Pak Guru Arif mengabarkan di facebook melalui foto yang ditag kepada saya kalau Saharudin ikut serta sebagai salah satu peserta KPCI. Surprise dan perasaan senang menyelimuti saya. Di benak terpikir, saya harus bertemu dengan Saharudin. Harus! Ya, harus! Dan alhamdulilah setelah bersusah payah menembus kemacetan serta nyasar ke beberapa tempat, saya sampai juga di hotel Twins, tempat di mana acara KPCI diselenggarakan. Beberapa kali saya berhubung dengan Mbak Indah di twitter juga Mbak Haya di Facebook. Saya juga mengajak teman, Kak Ria. Akhirnya, setelah ikut menikmati makan malam yang dihidangkan, saya dengan Kak Ria masuk ke aula. Dibantu oleh Mbak Indah yang mencari-cari Saharudin bertemulah saya dengannya yang sepertinya sudah kelihatan lelah. Alhamdulilah....

Setelah bersalaman dengannya, saya dan Kak Ria menyempatkan diri berbincang-bincang dengannya. Anaknya sedikit cuek, atau boleh dibilang anaknya cuek banget hehehehe. Iya, cuek. Lah wong pas itu acara dipanggung lagi sibuk ada yang nyanyi, dia sibuk menggambar. Saya tak lama bertemu dengannya karena acara pun masih berlanjut. Melihat puisi-puisi yang dibawa oleh Saharudin, khas sekali tulisan anak-anak dari Fakfak yang menceritakan tentang indahnya laut mereka juga dengan segala isinya.



Pantun-pantunnya Saharudin

Nah, selain Saharudin, saya juga bertemu dengan dua anak Fakfak lainnya, Ridwan dan Rahim Patur. Saya bertemu dengan mereka bulan Desember tahun lalu ketika saya berkunjung ke Jogja mengikuti event Blogger Nusantara. Ini tentu saja atas bantuannya Pak Guru Arif Lukman. Suatu malam, ketika kami (saya, Ijal, Kalisdong, Kaindri) menyusuri Malioboro bertemu dengan Pak Guru Arif. Kami diajak ke museum (yang saya lupa namanya :D) di situ sedang ada pameran foto. Berceritalah kami banyak hal, termasuk Pak Guru menceritakan Ridwan dan Rahim yang ada di Jogja. Mereka berdua sedang mondok di Krapyak juga sekolah di sana.

Ketika mereka berkirim surat dua tahun lalu, mereka masih duduk dibangku kelas enam SD. Sekarang, mereka berdua belajar di Jogja, atas kebaikan hati seorang hamba Allah yang memang tak ingin disebut namanya memberikan beasiswa kepada mereka. Saya pernah mengorek jawaban dari Pak Guru tentang siapa di belakang Ridwan dan Rahim sampai mereka ada di Jogja, Pak Guru tetap mengelak.

"Biarkan kami aja yang tahu, Mbak. Dan Gusti Allah yang membalasnya." kata Pak Guru di dalam mobil bersama dengan istrinya, Bu Guru Erma dan bidadari mungilnya siang itu yang baru mengantar saya menemui Ridwan dan Rahim. Siapapun mereka, yang memberikan beasiswa kepada Ridwan dan Rahim, semoga Allah memberikan keberkahan kepada semuanya. Baik donatur, Pak Guru juga Ridwan dan Rahim. Aamiin.



Waktu ngobrol dengan Bu Guru Erma, ia bilang kalau melihat mereka di Jogja sungguh terenyuh hatinya. Bagaimana tidak, mereka jauh dan sangat jauh dari kedua orang tuanya. Di Jogja, kalau boleh dibilang mereka hanya seorang diri tanpa sanak saudara. Tapi dengan kehadiran Pak Guru Arif, ak Guru Maman yang kerap menjenguk mereka, kesendirian mereka menjadi sirna. Mereka, pulangnya kalau sudah lulus SMA. 

"Aku, tuh, Mbak, melihat mereka ngenes atiku. Mereka jauh dari keluarga, tapi mereka tetap semangat untuk belajar." Bu Guru, sambil menggendong malaikat kecilnya berujar. Ridwan, Rahim dan Saharudin adalah anak-anak yang keren sangat keren karena dari ujung Timur Indonesia, Karas akhirnya ia sampai di Pulau Jawa. Senang bisa mengenali mereka melalui perantara Pak Guru Arif Lukman.



Kalau menelusuri dahsboard blog, ada banyak draft tulisan yang belum terselesaikan, salah satunya adalah tulisan dengan judul "Yang Sederhana Dari Blogger Nusantara" judul tulisan itu saya dapatkan ketika masih di jalan bersama dengan teman-teman di dalam mobil Avanza yang dikendarai oleh Daeng Ipul. Di situ ada Om Brad, Kak Lutfiretno, Kak Fauziah, Sanjaya Yasin dan Kak Tuteh sederhana tentu saja. Nah, draft Kak Tuteh Sederhana itu sudah ada sejak 9/11/2013 atau bahkan lebih lama lagi saya juga sudah lupa. Dan kemarin-kemarin ini serta hari ini memaksa saya membuka draft ini dan kembali melunaskan janji untuk menulis ini. 

Sekilas mengingat Kak Tuteh, saya mengingat-ingat kapan awal mula dan gimana ceritanya saya bisa mengenali perempuan berambut kriwil dan super duper cerewetnya ini. Blogger Nusantara 2012 (BN 2012) yang bertempat di Makassar adalah perantara saya menganlinya. Meski acara BN 2012 dimulai sejak jumat, saya bertemu dan melihat Kak Tuteh serta melihat kecerewetannya itu hari Minggu. Ya, hari minggu di Benteng Roterdam setelah kami berkeliling-keliling ke beberapa tempat wisata di Makassar. Sebelumnya ngelihat juga, sih sewaktu di Akarena dan melihat kehebohannya. Pokoknya, waktu itu saya mikir "Ini orang kok cerewet banget, banyak ngomong banget, PD banget," muahahaha... maklum, waktu itu saya kan baru pulang dari negeri sebelah. Masih pendiem, masih pemalu dan sungguh memalukan :P


Pasang foto Kak Tuteh yang aib ajah :D :P

Nah, pulang dari acara jalan-jalan bareng teman-teman BN2012 itu kami menginap satu ruangan, meski beda kamar. Saya barengan dengan Kak Lutfi Kak Tuteh barengan sama Kak Fauzia. Di kamar sebelah lagi ada Om Brad, Hendri, Isnain sama satu lagi saya lupa namanya :D.kami menyisakan hari tinggal di Makassar sehingga ada waktu untuk kembali menyusuri beberapa tempat wisata di Makassar.

Hari seninnya, kami bertujuh kembali jalan-jalan ke beberapa tempat wisata di Makassar, Bantimurung dan Leang-Leang. Di sinilah kalimat sederhana mulai bertebaran. Dan saya mulai mengenal Kak Tuteh yang super cerewet itu. Mengenalinya, menyenangkan. Banyak nyeletuk, banyak ngomong, banyak cerita. Sepertinya Kak Tuteh itu pake batre energizer. Abis seriusan nggak berhenti-henti ngomong. Sebelumnya, di dunia maya saya belum mengenal Kak Tuteh. Almaklumlah teman saya di blog masih terbatas, jadi belum mengenal siapa Kak Tuteh :)

Lupakan segala kegilaan yang berlaku di jalan ketika kami di Makassar. Setelah pulang, komunikasi berlanjut via dunia maya. Dan twitter menjadi penghubung utama. Mengenallah saya sosok Kak Tuteh di balik kehebohan dan keramaiannya. Melihat juga sekilas-sekilas aktivitasnya yang Kak Tuteh unggah melalui media sosial. terutama sekali ketika musibah Rokatenda. Gerakan #1MugBeras menghimpun donasi untuk pengungsi Rokatenda membuat saya nggak jempol dan banyak berkaca. Iya, diam-diam saya malu melihatnya dan kagum dibuatnya. Juga tentang kegiatan-kegiatan lain offlinenya. Workshop buat anak-anak SMU dan lain-lain dan lain-lain.

Baru ngeh nggak ada foto saya dengan Kak Tuteh :/

Dan kesibukannya di Flambora Community kini memasuki usia ke lima. Sepertinya, di sinililah gerak langkah Kak Tuteh banyak dihabiskan. Selamat ulang tahun untuk FC yang kelima. Semoga semakin banyak menebar manfaat bagi sesama. Dan buat Kak Tuteh, selamat menjadi orang yang sederhana #eh, bukannya saya yang paling sederhana, ya? :P Etapi jujur, jujur aja sekarang saya sudah tidak sesederhana dulu. Sekarang saya lebih rame. Imalah curcol, apalah saya ini :))))

Nggak tahu mau nulis apa buat Kak Tuteh :)
Saya ada pajang banner FC lho, Kak. Om Bisot, sih yang masang :)))) :P
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Teman-teman

Sering Dibaca

  • Minyak Gamat Bukan Hanya untuk Obat Luka
  • Antara Itik Bali dan Miyabi
  • Blogger Return Contest
  • Laskar Pelangi, Pilihan KBO 2
  • Indahnya Sebuah Persaingan

Harta Karun

  • ►  2021 (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2020 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (41)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (63)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2015 (137)
    • ►  Desember (25)
    • ►  November (20)
    • ►  Oktober (34)
    • ►  September (19)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2014 (52)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ▼  Februari (6)
      • Iseng
      • Gaji Kamu Berapa, Naz?
      • Resep Sambal Tempe
      • Curug Cilember
      • Tentang Surat Cinta Dari Papua
      • Kak Tuteh Sederhana
    • ►  Januari (2)
  • ►  2013 (40)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2012 (74)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (14)
  • ►  2011 (87)
    • ►  Desember (10)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (18)
    • ►  September (13)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (141)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2009 (124)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (17)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2008 (105)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (16)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2007 (30)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (12)
    • ►  Agustus (2)

Kategori

Ads Blogger Hibah Buku Celoteh Cerpen Featured GayaTravel KBO komunitas Murai Perjalanan Piknik Buku Pojok Anaz Reportase resep reveiw Semestarian Serial Sosok Teman TKW TripGratisan Volunteer

Catatan Anazkia By OddThemes | Turatea.com