Nginget-nginget, kapan pertama kali nulis diari, kayaknya waktu SD, kelas tiga. Tapi saya nulisnya bukan pada diari khusus yang cakep-cakep itu, yang terpajang di etalase toko. Diari saya, cuma buku tulis biasa. Buku pelajaran sekolah yang murah. Nulisnya bukan aktifitas harian, tapi cuma puisi. Pas udah mau lulus SD, baru deh dapet buku diari yang bagus, yang ada kuncinya terus baunya juga wangi banget... Tapi sayangnya diari itu cuma buat nulis-nulis biodata temen. temen sekolah SD, sama temen yang ketemu di jalan (alias temennya, temen sekolah saya)
Beranjak remaja, masih belum punya diari khusus, nulis di buku diari pun tidak. Barulah pada tahun 2000, akhirnya saya membeli sebuah diari. Awalnya, buku diari itu untuk catatan pengajian, tapi berubah fungsi jadi catatan-catatan harian.
Beranjak remaja, masih belum punya diari khusus, nulis di buku diari pun tidak. Barulah pada tahun 2000, akhirnya saya membeli sebuah diari. Awalnya, buku diari itu untuk catatan pengajian, tapi berubah fungsi jadi catatan-catatan harian.

Tulisan tangan saya jelek, kadang saya minder sama temen-temen saya yang bisa nulis bagus-bagus. Tak hanya minder dalam tulisan, dalam dunia nyata, saya termasuk orang yang rendah diri. Bahkan sangat. Kalau saya membaca kembali catatan-catatan diari lama, betapa terasanya saya dulu, begitu rendah diri. Yah, rendah diri, bukan rendah hati. Bukan hanya itu, kadang saya juga melihat, kalau dulu saya cepat sekali berputus asa. 10 juni 2004, Sebuah pengantar (saya nggak tahu, kenapa menulis pada diari sampai dengan menggunakan kalimat sebuah pengantar. Mari kita lihat, pas membaca dan menulis kembali, ada yang bikin saya mewek, tapi setelah mewek, saya ngakak sendiri, ternyata, saya emang udah "gila" sejak lama, meskipun pendiam *diketok Mbak Aniez*) Segala puji hanya milik Allah SWT, Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita, Muhammad SAW. Teman, kumulai ini dengan harapan, aku berjalan dengan impian, aku melangkah dengan sejuta cemas, sulit. Sangat sulit menuai kenyataan. yang kutemu kemalasanku, yang kusua kerapuhan jiwa, yang kudapat hanya kebodohanku. Bukan hal mudah, merubah impian menjadi kenyataan, tapi aku harus selalu optimis. Di awal halaman, pembaca mungkin akan tercengang, karena banyak menemukan kegilaan yang tidak gila. Yah, itulah aku, berusaha tidak menjadi gila karena memang aku tidak gila walau sebenarnya aku agak gila. Semoga yang membaca ini tidak merasakan kegilaanku dan tidak gila seperti layaknya orang gila. (ini yang bikin ngakak, asli ngakak kejengkang *kata Mbak Arie*)
Yang paling atas, diari pertama sejak tahun 2000, tahun 2007, ketika saya pulang ke Indonesia diari saya angkut semua ke Malaysia. Salah satu diari hilang di warnet hiks, padahal itu diari sekolah banyak puisi, bukan puisi-puisi mellow
Saya beneran nggak tahu, kenapa bisa seiseng gitu menulis kalimat. Kalau dipikir-pikir lagi, kok aneh yah? hehehe... Selain curhat-curhat duduls, saya juga suka nulis cerpen di buku diari. Sayangnya, cerpen-cerpen itu nggak pernah selesai. Kalau nulis puisi, puisi-puisi saya pasti tentang kekecewaan
Bernaung pada hati Sembunyi dari realita Lari dari kenyataan menyusup ke kubang penderitaan Luka ini sampai kapan? Derita ini sampai di mana? Nestapa ini kapan berhenti? Lara ini hendak ke mana? Aku berkaca pada nurani Aku bercermin pada hati...
13 juni, 2004.
Ya Allah... lah kok saya bisa-bisanya punya perasaan senestapa itu yaks? sungguh menyedihkan sekali. Ternyata, saya dulu begitu rapuh, rapuh sekali... Selain puisi-puisi duduls dan tulisan nestapa, di buku diari saya juga ada oretan angka-angka. Dulu, saya rajin belajar sempoa, ngikutin anak majikan saya belajar. Seperti yang sudah ditulis beberapa waktu lalu, pada buku diari juga, saya selalu menulis beberapa mimpi-mimpi saya. Mimpi tentang mengelilingi kota, mimpi tentang memiliki barang berharga (komputer, buat saya sangat berharga) Alhamdulilah sebagian di antaranya dapat tercapai. Kecuali dalam beberapa point, misalnya nomor 5, jadi penulis. Kok dari tahun jebot yah nggak terlaksana. Sebuah bukti, kalau saya susah bertanggung jawab untuk diri sendiri... Nomor 36, beli buku yang banyak banget, belum kesampaian juga. Nomor 68, menjadi orang yang sabar, ternyata, belum juga. Dan yang terakhir, nomor 70 Insya Allah semoga telah saya dapatkan, yaitu mempunyai banyak teman dan sahabat. Kecuali sayanya, yang kadang nggak bisa ramah. Dulu, ketika saya menulis diari, tak pernah terfikir kalau saya bakalan bisa meraih apa yang saya tuliskan. Pun ketika pernah menulis ingin ke Malaysia, sama sekali tak terbayang, kalau saya akan tinggal bertahun-tahun di tanah Malaysia. Dalam buku diari, saya banyak menemukan mimpi-mimpi yang dulu hanya sebatas imajinasi. Ah, adakalanya, kita perlu berimajinasi, sejauh tidak berkhayal.l.
Yang paling atas, diari pertama sejak tahun 2000, tahun 2007, ketika saya pulang ke Indonesia diari saya angkut semua ke Malaysia. Salah satu diari hilang di warnet hiks, padahal itu diari sekolah banyak puisi, bukan puisi-puisi mellow
Saya beneran nggak tahu, kenapa bisa seiseng gitu menulis kalimat. Kalau dipikir-pikir lagi, kok aneh yah? hehehe... Selain curhat-curhat duduls, saya juga suka nulis cerpen di buku diari. Sayangnya, cerpen-cerpen itu nggak pernah selesai. Kalau nulis puisi, puisi-puisi saya pasti tentang kekecewaan
Bernaung pada hati Sembunyi dari realita Lari dari kenyataan menyusup ke kubang penderitaan Luka ini sampai kapan? Derita ini sampai di mana? Nestapa ini kapan berhenti? Lara ini hendak ke mana? Aku berkaca pada nurani Aku bercermin pada hati...
13 juni, 2004.
Ya Allah... lah kok saya bisa-bisanya punya perasaan senestapa itu yaks? sungguh menyedihkan sekali. Ternyata, saya dulu begitu rapuh, rapuh sekali... Selain puisi-puisi duduls dan tulisan nestapa, di buku diari saya juga ada oretan angka-angka. Dulu, saya rajin belajar sempoa, ngikutin anak majikan saya belajar. Seperti yang sudah ditulis beberapa waktu lalu, pada buku diari juga, saya selalu menulis beberapa mimpi-mimpi saya. Mimpi tentang mengelilingi kota, mimpi tentang memiliki barang berharga (komputer, buat saya sangat berharga) Alhamdulilah sebagian di antaranya dapat tercapai. Kecuali dalam beberapa point, misalnya nomor 5, jadi penulis. Kok dari tahun jebot yah nggak terlaksana. Sebuah bukti, kalau saya susah bertanggung jawab untuk diri sendiri... Nomor 36, beli buku yang banyak banget, belum kesampaian juga. Nomor 68, menjadi orang yang sabar, ternyata, belum juga. Dan yang terakhir, nomor 70 Insya Allah semoga telah saya dapatkan, yaitu mempunyai banyak teman dan sahabat. Kecuali sayanya, yang kadang nggak bisa ramah. Dulu, ketika saya menulis diari, tak pernah terfikir kalau saya bakalan bisa meraih apa yang saya tuliskan. Pun ketika pernah menulis ingin ke Malaysia, sama sekali tak terbayang, kalau saya akan tinggal bertahun-tahun di tanah Malaysia. Dalam buku diari, saya banyak menemukan mimpi-mimpi yang dulu hanya sebatas imajinasi. Ah, adakalanya, kita perlu berimajinasi, sejauh tidak berkhayal.l.

Notes kecil ini, dapet sewaktu pesta blogger, akhirnya saya bawa ke mana-mana dan di notes kecil itu juga, banyak kutulis nama teman-teman dunia maya
Sekarang, ke mana kaki kecil ini melangkah, sebisa mungkin meletakan buku kecil, atau paling tidak kertas dan pena tak lupa ada di dalam tas. Iseng-iseng pernah diikutkan lomba my silly diari. Alhamdulilah dapet bingkisan buku dan pia-pia hehehe. Di lapak sebelah, bukan di blogspot
Salam kenal Mba Anazkia... apa kabarnya? kok lama nggak update...? saya dari kmrn jd silent reader disini... sibuk ditmpt lain tah? Duh, jadi malu. Kalau dilihat nggak begitu aktif juga sih di mana-mana. Udah jarang posting, tapi jadi perusuh *tepuk jidat* Makasih buat Lyliana :)