"Membaca", di Kereta
Aku jarang sekali menaiki kereta api di bumi pertiwi. Meskipun aku perantau, tapi aku selalu menggunakan transportasi bus, berbanding kereta api. Sekali-kalinya naik kereta api, sewaktu aku pergi ke Rangkas Bitung, menghadiri launching novel seorang teman, Kang Virman Venayaksa, yang sekarang telah menjabat sebagai Dosen di UNTIRTA (Universitas Tirtayasa) Itulah, kali pertama aku menaiki kereta api di Indonesia. Dari Cilegon, menuju Rangkas Bitung. Selebihnya, aku tak pernah menaikinya lagi.
Dari Cilegon, menuju Rangkas Bitung. Sewaktu di Cilegon, kereta api belum begitu penuh. Tapi semakin mendekati ke beberapa stasiun yang aku tak hafal namanya, penumpang semakin banyak. Dari perorangan, sampai pedagang, tua ataupun muda, semuanya berdesak-desakan. Tak peduli ia wanita atau pria, juga tak menghiraukan wanita yang menggendong anaknya. Di salah satu stasiun, dua orang wanita menaiki kereta tersebut, dan ia ada di dekatku. Salah seorang wanita tadi, mengendong anaknya. Merasa simpati, aku berdiri menyilakan wanita tadi untuk duduk, tapi apa yang terjadi, dengan santainya seorang lelaki lenggang kangkung justru duduk di tempatku tadi.
Aku terbengong-bengong, pun dengan kedua wanita tadi. Akhirnya aku melanjutkan membaca sambil berdiri, juga dengan wanita yang menggendong anak tadi. Sampai akhirnya aku dan ke dua wanita tadi mendapatkan tempat duduk saat ada penumpang lain yang turun. begitulah, pengalaman menaiki kereta ekonomi, yang kualami baru sekali.
Dan, bulan lalu untuk ke dua kalinya aku menaiki kereta api di Indonesia dengan tujuan Jogjakarta. Dan lagi-lagi, aku menaiki kereta ekonomi, jurusan Tanah Abang-Jogjakarta. Saat kutanya harga tiket, ternyata murah sekali, hanya Rp.37.000, untuk menempuh jarak sekitar 600an KM. Fantastis! maka tak heran saat musim lebaran tiba, betapa banyaknya manusia yang berduyun-duyun menggunakan fasilitas transportasi tersebut.
Selama perjalanan, aku semakin merasa ajaib dengan keadaan di dalam kereta api. penumpang sudah penuh, tapi hampir di setiap stasiun, masih ada saja penumpang yang naik. Jadi jangan heran, kalau sepanjang gerbong kereta api, banyak digelar koran-koran untuk duduk lesehan. Tapi tak semudah itu orang-orang yang duduk bisa menikmati perjalanannya, lalu lalang para pedagang asongan yang tak henti-hentinya menawarkan barang dagangannya siap melangkahi mereka semau-maunya juga kapan saja.
Aku yang mendapatkan tempat duduk, karena menaiki kereta sejak di Tanah Abang, hanya bisa miris menyaksikan pemandangan tersebut. Lagi-lagi, dalam keadaan seperti ini aku hanya bisa berandai-andai, membayangkan kalaulah pemerintah kita menyediakan fasilitas kereta api dengan lebih baik lagi... Dan tak ada lagi kecelakaan-kecelakaan kereta api...
Sebuah awal, tentang kisah perjalanan...
Gambar diambil dari sini
Kategori:
Murai
26 komentar
wah pertamax nih..
BalasHapuswah kedua aaaaah
BalasHapusfasilitas umum yang murah kebanyakan memang seperti itu... selain pengaturan yang kurang baik, tp tetep menjadi serbuan para pengguna... >.<
BalasHapuslaah namanya juga kelas Ekonomi sudah pasti karena murah yaa layanan juga minim.
BalasHapusKalau KA yang bagus ke Jogja yaa naik Argo Taksaka
itu dari gambir tiketnya harganya sekitar 270rb lebih lah..
Ingat masa-masa kuliah Mbak, yg riwa-riwi Kediri-Malang pakek kereta ekonomi. Kadang membawa kesal, tapi lebih banyak menyimpan cerita kok ^_^
BalasHapusMembaca di kereta? Wah...teringat sewaktu di Bandung neh..
BalasHapuskarena saya emang jiwa gembel (padahal mah ngirit :p), jadi agak sering juga kemana-mana naek kereta ekonomi terutama ke bogor. tapi keget juga pas tau tiket jogja harganya segitu. jadi pgn maen ke jogja. :)
BalasHapusterakhir naik kereta api kapan ya? nah loh, malah nanya kapan waktu itu naiknya nda bareng mbak Anaz ya? heheheh yang jelas, sudah bertahun-tahun yang lalu. Begitulah mbak kondisi angkutan umum ( termasuk penumpangnya ) di Indonesia.
BalasHapusNgomong-ngomong, balik dari multiply ke blogspotnya naik kereta apa mbecak mbak? heheheh...
Selamat datang di blogspot kembali ( maksudnya saya yang baru sempat berkunjung di sini lagi )
Naik kereta.. kapan yah.. semoga nanti udah ada kereta bawah tanah.. kan keren..
BalasHapussayang banget q g bisa menyelami, alny di kalimantan g ad kereta api.....
BalasHapuskereta di Indonesia sudah merupakan alat transportasi massal...hampir setiap hari kerja, jam pulang dan berangkat kerja. kereta sudah penuh sesak para penumpang khusunya kereta jabotabek...
BalasHapushai anazkia. :)
BalasHapusngejawab pertanyaan di blog saya yang wordtogether.blogspot.com (sekalian ngiklan... :D), saya aktif di ke dua blog (diusahakan selalu update :)). santai aja, ga usah dipaksain maen ke blog saya. saya cuma suka baca tulisan kamu :p. *serius* jadi sante aja ya.
sori oot. :)
Duh, buwel juga jarag neh pake Kereta, lebih sering pake Bis, dan keknya memang begidtu Kereta kita sedari dulu. Gimana neh Pemerintah? :-)
BalasHapushhh iyah mbak memang miris :S
BalasHapusMba Anaz, ekye jadi ke KL tanggal 4. Minta nomer henpon dirimyu dunks Mba, supaya kita bisa ketemuan (plizzzz bisa yaaaahhh). Inbox ajah di FB. Kita kan dah jadi friend (Zulfadhli Susan Noerina). Tengkiu looohhh :-)
BalasHapusBtw wah dirimyu ke Cilegon kenapa kaga mampir di rumah emak gw? Hehehe, lupa, belom kenal yah boooo
nah begini dong mbak jangan tersesat terus , aku baru bikin akun di multiply , nama multiply mbak apa sih
BalasHapuswkt kuliah di Depok sering banget naik KA> tapi gak nyaman. bangku pada rusak, jendela copot kacanya gak ada. banyak pedagang lewat, belum lagi copet dan jambret.
BalasHapusdaku dulu demen naek kereta jkt-bdg..tapi sejak ada tol cipularang milih naek mbl aja deh
BalasHapusAku termasuk penggemar setia kereta ekonomi Rp 37.000,- juga loh.!!!
BalasHapusBahkan pernah menjadi bagian dari orang2 yang duduk beralas koran (dan akhirnya tidur di kolong kursi penumpang kereta dengan beralaskan koran pula.)
Sejak kecil, saya punya kedekatan dengan alat transportasi yang satu ini. Maklumlah, kakek saya adalah seorang masinis kereta. Adalah wajar bila akhirnya beliau membanjiri saya dengan dongeng2 tentang kereta.
BalasHapusBeranjak dewasa, kisah kisah cantik dalam dongeng tersebut mengalami kemandegan. Tidak lagi sama. Akhirnya saya berpikir, apakah dulu kereta api pernah seindah seperti yang kakek saya kisahkan?
Ow, maap akhirnya curhat, hehe..
boro boro mbaca, kalau naik kereta ekonomi ya begitu kondisinya
BalasHapuskalau eksekutif jarak jauh mungkin masih bisa mbaca karena dingin pake ac, penumpang sesuai kursi, tidak ada pedagang masuk
Dija cuman sekali aja naik kereta api
BalasHapuske jogja waktu itu
setelahnya, belom pernah lagi
saya selalu gagal kalo baca di kereta. padahal udah disiapin buku untuk dibaca. tapi tetap aja bukunya nggak dibaca
BalasHapusKelas ekonomi gitu amat yaak.....
BalasHapusPertama kali traveling naik kereta justru pada saat kuliah, karena di kota asal saya gak ada kereta, hiks...
BalasHapusAndai semua daerah bisa dilalui oleh kereta, rasa-rasanya kereta bakal jadi transportasi favorite saya, satu-satunya transportasi yang gak bikin saya mabok apalagi sambil baca buku *hahaaaa maklum mabokan banget*
Mungkin kalau mbak ada kesempatan, bisa mencoba kereta KRL arah Jabodetabek. Mbak bisa menemukan, penumpang setidaknya lebih tertib dibanding dahulu, masih bisa membaca buku dengan tenang dengan pendingin kereta yang memadai. Namun, tidak lepas juga jika kereta itu menjadi riweuh di jam-jam tertentu, misalnya jam kantor. Selamat mencoba mbak!
BalasHapusPersonal blog, kadang anti sama spammer yang hanya menyebar link. Lebih mengutamakan pertemanan antarpersonal. Komentar kembali dimoderasi masih banyak obat-obatan yang nyepam :D :P