Jogja, Part Pertama
Mengais catatan yang berserak, tentang sebuah perjalanan kecil. Ah, jadi ingat tahun lalu, saat melakukan perjalanan ke tanah Sumatera. Pulangnya, aku begitu antusias menceritakan satu demi satu tiap-tiap perjalanan menjadi beberapa bagian, bahkan setiap harinya. Duh, betapa jauhnya perbedaan semangat ngeblog tahun lalu dengan sekarang. Tapi, sepertinya tidak hanya aku saja yang berada di ambang kemalasan ngeblog. Setelah melakukan blogwalking, memang terjadi penurunan kualitas blogwalking juga posting dari teman-teman semuanya *hayoooo... ngaku...* Kecuali, ada beberapa teman yang masih setia dengan postingan-postingannya juga blogwalkingnya. Kalaupun ia, ternyata, lebih banyak temen baru sekarang...
9 November 2010
Hari selasa pagi, aku sampai di Jogja kira-kira jam sembilan. Terjadi kelambatan, disebabkan kami *aku, Cici dan Fiona* singgah sebentar di stasiun Gombong untuk melaksanakan shalat subuh di sana. Dari stasiun menuju Lempuyangan ke posko UPN (Universitas pembangunan Nasional Veteran) kami meniki taksi yang memang banyak berjejer di situ. Ongkosnya, lebih kurang Rp.30.000. Sebetulnya, posko kami bukanlah di UPN, hanya tempatnya saja berdekatan, tepat di samping UPN.
Sampai di posko, kami disambut oleh Mbak Rika relawan MBC (Mom and Baby Center) yang sudah seminggu lebih berada di Joga. Gurat kelelahan tergambar jelas di wajah Mbak Rika. Setibanya di posko, kami tidak langsung menuju ke lapangan. Istirahat sebentar, kemudian mandi baru kami bergabung dengan tim lainnya. Kebetulan, MBC sendiri bekerja sama dengan Dhompet Dhuafa dan Layanan Kesehatan Cuma-cuma.
Setelah mengikuti briefing sebentar, kami langsung menuju posko pengungsian di UIN. Di sana, kami membuat assesment tentang apa-apa kebutuhan para Ibu dan balita. Karena MBC sendiri, lebih mengkhususkan kepada para Ibu dan balita. Membuat assesment, dengan menanyakan beberapa keperluan ibu-ibu membuatku berpikir, tentang arti sebuah bencana, buat kita yang tidak mengalaminya. kebanyakan dari mereka, sudah tidak mempunyai apa-apa. Ah, harta memang bukan sepenuhnya milik kita. Betapa saat Allah berkehendak mengambilnya, ia begitu mudah dalam sesaat.
Setelah melakukan assesment kebutuhan para pengungsi, kami berbincang dengan teman-teman MBC. Sebelum dihidangkan sarapan pagi. Alhamdulilah... Masih ada rezeki makan pagi, menunya adalah sama dengan para pengungsi. Sebungkus nasi, dengan lauk mie goreng juga sepotong telur ayam. Tak banyak aktifitas hari pertama. Setelah dari UIN, kami kembali ke UPN.
Sebungkus nasi, sarapan pagi :)
Anak ini, baru berusia dua seminggu. berarti, lahir pasca erupsi merapi. Sebelumnya, di daerah orang tuanya (Magelang, tidak terkena semburan merapi, tapi pasca erupsi ke dua, daerah magelang terkena semburan merapi dan seluruh warganya diwajibkan mengungsi)
Suasana di posko pengungsian UIN. ternyata lebih nyaman, berbanding di Maguwoharjo. Baru aku ketahui, setelah sorenya aku ke Maguwoharjo
Jadi teringat catatan di multiply sebulan lalu. Ada yang membuatku merenung panjang. Seorang ibu muda, umurnya baru 30 tahun mempunyai 2 orang anak. Anak keduanya berumur 1 tahun, Akbar namanya tapi badanya tak sebesar namanya. Kepalanya membesar, matanya menonjol ke depan badanya kurus sekali. Akbar, menderita hydrocephallus rencananya, bulan ini (nopember) akan dioperasi di rumah sakit sarjito.
Tapi karena musibah yang ada rencana tersebut dibatalkan. Selain anaknya sakit, suaminya juga sudah terdampar di tempat tidur selama 7 bulan dikarenakan jatuh dari tangga. Ketika baru mendengarnya, sungguh aku ternganga. Betapa berat Allah mengujinya, subhanallah... di tempat musibah kutemukan hikmah pada aku yang tak terkena musibah, karna di sana ada tarbiyah tentang keikhlasan juga ketegaran hidup.
Kategori:
Perjalanan
18 komentar
Hik, kok postingannya acak kadut? males mau benerin huaaaa... Hiks...
BalasHapusberkunjung ke tempat bencana emang ngebuat kita lebih mengerti arti kehilangan tanpa harus mengalaminya. hati juga jadi lebih siap jika suatu hari terkena musibah.
BalasHapusSamping UPN jalan seturan itu ya?
BalasHapusayo semangat cerita
maaf baru bisa bw sekarang neh
multiply juga blom sempet dibuka
sayang kita ga sempat ketemuan ya mbak
BalasHapus@Reborn, betul :(
BalasHapus@Bang Atta, Anaz gak tahu malah lupa hehehe...
@Mbak Lidya, belum jodoh :) semoga lain kali bisa ketemu
bagus juga,,,,sayang sy bukan relawan.
BalasHapusnice share...
BalasHapusayo lanut naz.... :D
Tetep semangat untuk peduli.. Tapi selalu kita yakin bahwa setiap musibah dan bencana pasti ada hikmahnya..
BalasHapusSemoga masyarakat Jogja cepat bangkit dan bisa berbenah diri seusai bencana.
BalasHapusTetap sehat tetap semangat..
Salam.. .
Aq malah blm pernah jadi relawan,kapan ya...
BalasHapusIkut jadi relawan ya....
BalasHapussayangnya saya bolak balik jkt jogja
sempet di rumah ikut masak nasi bungkus sih
nganterin ke sleman
paling tidak bisa menengok langsung bagaimana keadaan yg sebenarnya dilapangan kan lebih real mbak..
BalasHapusMemang jika kita renungkan lebih jauh,disetiap bencana atau musibah pasti akan ada hikmah yang bisa dipetik..
BalasHapusBerada di tengah bencana memang memberikan banyak pelajaran bagi kita, terutama bagaimana kita harusnya mensyukuri nikmat yang telah kita dapatkan selama ini.
BalasHapusNice post mbak...
Duh tuh bayi sekecil itu harus berada di lokasi pengungsian. Semoga saja ibunya tak stress shg masih dapat menyusui dg baik.
BalasHapusBTW, ditunggu lho kelanjutannya mbak.
Wih, keren. Ditunggu lanjutannya. ^_^
BalasHapusJogja dan wilayah disekitarnya, telah memberikan dampak yang begitu terasa ketika penduduk Jakarta dan wilayah lain yang kesulitan peroleh sokongan bahan2 sayur-mayur karena lahan bercocok tanam dan hasilnya yang tlah terkubur oleh debu merapi.
BalasHapusApa pelajaran dari semua ini.???
ayo semangat lagi nulisnya ....
BalasHapussalam ja
bagus blog nya
http://kangsaiful.blogspot.com/
Personal blog, kadang anti sama spammer yang hanya menyebar link. Lebih mengutamakan pertemanan antarpersonal. Komentar kembali dimoderasi masih banyak obat-obatan yang nyepam :D :P