Catatan Anazkia

Karena hanya tulisan yang bisa saya tinggalkan

  • beranda
  • Kisah
    • Serial
    • Cerpen
    • Celoteh
    • Reportase
    • Perjalanan
      • Gaya Travel
      • Trip Gratisan
      • Piknik Buku
  • Pojok Anaz
  • Murai
  • Sosok
  • komunitas
    • Volunteer
    • KBO
    • Semestarian
    • Blogger Hibah Buku
Terkadang, bahkan sering aku merasakan jenuh juga dengan aktifitas harian. Itu-itu juga, aktifitasku, begitu-begitu juga kerjaanku. Setiap hari, setiap waktu. Tapi, begitulah hidup hakikatnya, kalau kita renungkan, dalam setiap hari dan hari-hari berikutnya kita melakukan aktifitas yang sama berulang-ulang. Menyikapi dengan berpikir positif, adakalanya ia menjadi terapi untuk lebih bersyukur, kepada Illahi. Atau sekedar berbagi di sini, ia juga sudah mengurangi beban di hati (cie.. cie... :D)
Sabtu lalu, aku berkesempatan untuk menghadiri silaturrahmi dan dialog dengan Dr. Sohibul Iman (anggota DPR PKS dapil luar negeri) Buatku, ia kesempatan yang amat jarang aku perolehi. Terimakasih, kepada presiden UNIMIG (Uniont Migrant) yang telah mengundangku. Sedikit uneg-uneg yang bersarang di kepala, sekurang-kurangnya bisa tersampaikan. Adapun sampai ke komisi yang bersangkutan atau tidak, ia menjadi tanggung jawab anggota dewan tersebut *semoga nggak lupa sama pesen yang aku sampaikan ya Pak :)* Kemarin, ahad 28 Maret 2010 adalah hari terakhir pesta buku antar bangsa. Dengan semangat niat tak niat akhirnya aku pergi juga. Biasalah, seorang diri menyusuri kesesakan kota Kuala Lumpur. Sebelum pergi, aku sudah mencadangkan, kalu aku hanya akan pergi ke tiga penerbit saja. Selain aku perginya sudah siang, aku juga nggak mau berlama-lama di sana (nggak banyak duit soalnya :D). 3 Penerbit yang ingin aku datangi, DBP (Dewan Bahasa dan Pustaka) pengen nyari bukunya Arena Wati, seorang sasterawan negara malaysia, tapi, beliau adalah kelahiran tanah Makassar. Kemudian, penerbit Al-Hidayah dan PTS Milenia. Sesampainya di sana, aku langsung menuju ke gerai-gerai yang kucari. Alhamdulilah, pas masuk di area pertama, penerbit DBP mudah sekali kutemukan. Dan pas sampai di situ, pas juga ada Perdana Menteri lewat. Wah, bisa juga lihat Perdana Menteri lebih dekat (nggak sengaja :D). Setelah beliau melewati gerai tersebut, mulailah aku berburu mencari karyanya Arena Wati. Hmmm... Mudah saja kudapat. Dari situ, aku mulai beranjak mencari gerai PTS Milenia. Sebelumnya, aku sudah mengenali salah seorang pekerja PTS Milenia ketika pergi ke bedah buku A. Fuadi di UIA dulu. Jadi aku sudah tahu, di mana gerai PTS Milenia. Sewaktu masuk ke dewan tersebut, rupanya penerbit Al-Hidayah dan PTS Milenia bersebelahan. Seneng banget jadinya, nggak usah pake lama-lama setelah mencari buku di Al-Hidayah, aku segera menuju gerai PTS Milenia. Sesampainya di PTS Milenia, aku mulai mencari beberapa buku, selain itu, aku juga mencari Kak Maslina. Pas lagi di bagian novel, di sebelahku ada seorang yang sepertinya aku kenal. Ternyata, oh ternyata Kak Maslina sudah berdiri di situ :) Jadilah, sesi salam-salaman :). terimakasih untuk Kak Maslina, yang dah susah-susah tolong. terimakasih juga, atas kartu potongan harganya, yang sampai 25% :) Di gerai PTS Milenia, aku juga bertemu dengan penulis Indonesia yang bukunya menjadi best seller di Malaysia. Baru sebulan, sudah terjual 10.000 naskah. Hmmm... hebad! asli, hebad banget. Secara, bukunya belum diterbitkan di Indonesia. Dan bukunya, tuebel banget asli! sumpe! (eh, kok aku promosi yah...??? hehehe... Nah, mumpung ada penulisnya, yah aku ambil aja tuh satu buku terus, biasa deh, sesi tanda tangan. Karena orang Indonesia, yah aku ngomong bahasa Indonesia. Eh, ternyata oh ternyata baru kali ini ada penulis yang minta foto bersama dengan pembacanya (hahaha... noraks deh gue). Lah biasanya khan aku yang nguber-nguber penulis untuk foto bersama plus tanda tangan =)). Aku sungguh-sungguh heran melihat bukunya laris manis. Buku yang ditulisnya, bukan tipis bahkan, ia sangat tebal untuk sebuah novel. Yang bikin aku lebih heran, adalah harganya. PTS Milenia, sungguh berani mengambil resiko. menjual buku setebal 500-600 halaman(ada beberapa buku-bukunya yang aku beli 500 halaman lebih) Buku tersebut, dijual tidak sampai kepada harga RM.40. Sepertinya, dunia penerbitan buku sudah mulai memiliki strategi baru. Keren! menjual buku tebal dengan harga murah, supaya ia terjangkau dan menjadi best seller serta memiliki oplah yang tinggi. Terbukti, ia sudah berulangkali mengalami cetak ulang. Sebelum aku membelinya, waktu bertemu di UIA Kak Maslina pernah bercerita, ketika melalui proses editing, ia melibatkan orang bijak pandai. Bahkan, sampai menghubungi beberapa ulama di Timur Tengah. Juga mengibaratkan, seorang editor untuk buku tersebut, adalah ibarat meletakan taruhan pada syurga dan neraka (mang buku apaan sih Naz...??? Ada deh... hehehe... Kapan-kapan daku kupas deh, sebelum membaca *lho*). Buku yang lain...??? ada, nggak begitu banyak. Secara, lagi kanker jadi hanya membeli 11 buku :( Sekian dulu, cerita pagi ini. Dan cerita kali ini juga sementara waktu, untuk menyudahi kisah di blogku. karena masih ketiadaan internet di rumah, aku harus menghentikan postinganku beberapa jenak dulu. Aku terlalu banyak "hutang", yang belum terbayar :( Mohon maaf kepada sahabat yang "rumah"nya belum aku kunjungi. Insya Allah, dalam masa-masa rehatku, kugunakan masa itu untuk berkunjung balik. Terimakasih, selama ini sudah sudi membaca kisah-kisah yang kadang nggak penting, yang kadang noraks, jadul, ember, dodol atau apalah. Mohon maaf untuk teman-teman blogger semua.
Membaca postingan Mbak Renny, tentang kehilangan Shasa yang sedang mengikuti lomba sempoa, ada sedikit ketawa di mulut. Bukan mentertawakan Shasa dan mbak Renny tapi, aku mentertawakan kejadian beberapa tahun dulu. Sebuah kisah, tentang sempoa *belum selesai nulis dah cengar-cengir duluan...* hehehehe...
Sewaktu aku belum ke Malaysia, aku bekerja dengan seorang majikan yang mempunyai anak berumur 6 tahun dan dua tahun. Kakanya, sudah memasuki TK. Sewaktu di TK itulah, ibunya memasukannya dalam kursus sempoa. Kedua orang tuanya bekerja. Jadi, tidak heran, kalau semua urusan kursus menjelang sore, aku yang menguruskannya. Terkadang, Dea (nama anak majikanku) tidak mengerjakan PR-PR yang disuruh gurunya. Mau nggak mau, aku harus menyelesaikannya juga. Sejak saat itulah, aku mulai mempelajari sempoa. Karena masih tingkat dasar, aku mampu menguasainya dengan cepat. Kedua orang tuanya juga membelikan beberapa buku tentang sempoa. Awalnya, aku yakin untuk Bapak, tapi, lama kelamaan justeru aku yang menggunakan dan mengisinya. Sangat menantang, karena tak hanya nilai satuan bahkan sampai ribuan. Tak hanya tambah tapi juga kepada kali dan kurang. Aku semakin merasa tertantang. Hampir setiap malam, sebelum tidur aku selalu mengerjakannya. Karena menggunakan teori-teori yang ada dalam buku tersebut aku ikut saja alurnya. Seperti, membayangkan mengitung sempoa, tanpa memegangnya. Dulu, aku sampai menguasai perkalian. tapi, itulah ilmu, saat tidak dipake yah luntur :( *sekarang dah gak bisa lagi* Nah, aku menceritakan sempoa kepada Kakaku. Dia sih tertarik banget. Tertarik, aku suruh ngajarin anaknya juga ngajarin dia. Sip! maka, mulai berhitunglah aku didepannya. Mengajarkan dan menunjukan, bagaimana menggunakan sempoa. Menunjukan, bahwa nilai manik di atas yang satu biji adalah nilai satuannya lima. Dan, manik-manik di bawah berjumlah empat. Jadi, total keselurahan manik dalam setiap baris adalah sembilan. Tergantung kepada jumlah nilainya, apakah satuan, puluhan, ratusan, atau ribuan. "Paham mbak?!" tanyaku, Kakaku, mengangguk saja. Maka jadilah aku, ke pokok persoalan, kepada contoh. "Mbak, coba 5+1." Aku menyuruhnya menurunkan satu manik di atas dan menaikan satu manik di bawah. "Jadi berapa mbak?" tanyaku lagi. "dua" jawab kakaku polos dan jujur tanpa muka dosa. Tawaku langsung meledak saat itu juga, tak sadar, aku mengucapkan "Goblog kamu mbak, mosok 5+1= 2." Aku masih tertawa. Kakaku juga tergelak hebat, "yah abis, emang ada dua manik. kamu khan nyuruh aku nurunin manik yang di atas dan menikan satu manik yang di bawah, yah jumlahnya dua manik." Bijak kakaku menjawab. Masih berderai tawa, aku menjelaskan lagi. Tentang nilai manik yang ada di atas bahwa ia bernilai lima, dan manik yang di bawah bernilai satu. Jadi, jumlahnya sama dengan enam. Kami tertawa lebar bersama. Membaca cerita mbak Renny, sungguh aku kembali mengingat kenangan itu dan aku, kembali merindukan kakaku :( *semoga dia nggak ngamuk baca cerita ini* :)) =))
gambar sempoa, diambil dari sini itulah jumlah manik-manik sempoa. Nilai satu manik yang di atas adalah 5 dan nilai manik-manik kecil di bawah adalah 4 :)
Beberapa hari lalu, aku membuka personal message di inbox multiply. Ada sebuah pesan dari seorang teman baru, yang isinya membuatku mengernyitkan dahi. Lebih kurang, isinya begini "satu hal buat Ana... ini adalah kehormatan buat saya bila Ana mau memposting ulang *menyebutkan linknya* ... dan merupakan bentuk penghormatan saya kepada Ana karena satu-satunya orang yg saya kasih tahu bahwa blog *menyebut namanya* (sudah mengadd Ana) adalah blog saya juga.. di blog itu saya lebih menekankan postingan pendidikan kalo di *menyebut nama blognya* adalah curahan hati.."
Aku langsung menuju ke sana, melihat-lihat beberapa tulisannya. Kebanyakannya, memang artikel tentang pendidikan yang bagus-bagus. Aku menunda untuk tidak langsung memposting. Selain masih banyak hutang yang belum terbayar, (mengunjungi blog lain) fasilitas internet di rumah juga menyulitkanku. Aktifitas nebeng wifi tetangga sebelah ketika malam hari, tak sepenuhnya bisa diharapkan. Karena, kalau hujan lebat melanda tiba-tiba maka tak akan bisalah aku mengakses internet seperti bisanya :(. Maka, jadilah aku, hari ini hendak mempostingnya. Alhamdulilah, ada internet. Aku langsung menuju inbox multiply, mencari personal message teman tersebut dan mengklik linknya. Tapi, rupanya semua sudah tiada. Sang teman, sepertinya telah menghapus link tersebut. Berulang-ulang, aku mengkliknya tapi tetap nihil hanya menjumpai tulisan, "User does not exist" Ada kesedihan yang melanda tiba-tiba. Sebuah penyesalan, kenapa aku kemarin tidak langsung mempostingnya...??? Ah, sesalku tiada guna :(( Aku tak menghiraukan siapa dia tapi, aku sangat suka sekali analisa-analisa tentang pendidikan yang ditulisnya. Dari semua wacana, artikel dan gambar-gambar yang ditampilkan, dia sepertinya seorang guru. Sayangnya, ia terlalu introvert, untuk menunjukan jati dirinya. Pengunjung blognya pun, bukan sedikit, itu terlihat dari para komentar-komentarnya. Posting yang dia tunjukan, sudah hampir setahun lalu. Aku ingat, hanya beberapa paragraf ia menulis artikel tersebut. Adakah dia marah?, atau dia tidak mau link tersebut dikenali orang...?? Tak ada jawaban. semoga orang berkenaan membaca tulisan ini, dan memberikan klarifikasi. Mohon maaf, yang sebesar-besarnya.
Dalam dunia blogger, konsep penulisan tidak ada peraturan yang saklek dan khusus. Karena kebanyakan blog, adalah milik pribadi dan perorangan bahkan, sebagian besar adalah blog diari online (seperti milik yang nulis, adalah blog acak-kadut :D) Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan untuk mengetahui sedikit demi sedikit ilmu dari para profesional yang katanya, kalau nulis di blog itu, jangan terlalu panjang. Kenapa? yah karena blog itu bukan buku, bukan surat khabar yang membacanya bisa sambil tiduran atau sambil leyeh-leyeh. Apalagi, kalau ditambah dengan inet yang lemot :D bertambahlah kesengsaraan pembaca *blogku berat gak yah loadingnya?* Kata Pak Jonru, Founder Sekolah Menulis Online paling banyak saat kita menulis di blog lebih 10.000 karakter. Tapi, ada juga lho, yang nulis sampai 16.000 karakter, tapi masih dibaca keseluruhannya. Jadi, sekali lagi, aturan itu tidak baku kembali kepada pemilik blog untuk mengemas "Gimana caranya, biar para pembaca nggak lari" saat membaca tulisan yang banyak.
Justify Full

Lho, ko jadi ngomongin itu sih...??? :D iya yah, kok aku ke laut.. :D. Ok deh, back to topick sebenernya, aku pengen membahas tentang artikel opini, seperti janjiku beberapa waktu lalu yang akan membahas dunia kejurnalistikan Maaf, telah membuat menunggu lama*jiah gayamu Naz :D* Kenapa aku mengambil tema ini? karena sebagian besar dari para penulis blogger rupanya menjadi penulis artikel opini. Ini kesimpulanku, setelah aku membaca sedikit-demi sedikit pengertian artikel opini. Artikel opini adalah tulisan, yang selain mengandung fakta-fakta dan data-data yang obyektif, juga sekaligus melakukan analisis, kesimpulan, dan saran-saran yang sifatnya subyektif. Dengan kata lain, artikel opini selalin memuat fakta juga mengandungi opini. Kalau melihat pengertiannya, aku jadi inget para sahabat blogger, Pak Iwan, mbak Elly, mbak Reny, pak Ari, bang Atta, Jeng Sri, Aprilins, Aan, Mas Ivan dan banyak lagi yang namanya tak bisa ku sebutkan. Mereka adalah para penulis artikel opini. Nggak semua tulisannya memang, tapi sebagian besar diantara tulisan-tulisan mereka mengandungi artikel opini seperti yang tersebut di atas. Untuk media surat khabar, artikel opini biasanya dimasukan di rubrik opini, pendapat, atau gagasan. Biasanya di ruang itu berkumpul tulisan-tulisan seperti; tajuk rencana, pojok, surat pembaca kolom, dan sebagainya. Sedangkan dalam majalah, artikel opini sering diberi nama essai. Istilah lain yang digunakan adalah artikel ilmiah populer. Bedanya, artikel opini gaya penulisan dan penyajiannya tidak boleh kaku atau "kering" seperti halnya dalam penulisan karya ilmiah. Dan, dalam penulisan artikel opini, teknik penulisan tidak tunduk pada tata cara tertentu seperti ketika menulis karya ilmiah. Adapun data dalam penulisan artikel opini sangat penting peranannya. Ia adalah wakil dari fakta dalam dunia realitas yang dimasukan ke dalam tulisan opini. Karena ia adalah wakil dari realitas, maka ia harus sedapat mungkin menggambarkan dunia nyata secara tepat. Dari datalah kesimpulan bisa diambil. Maka, dari data pula sebuah penafsiran atas realitas bisa dilakukan. Meskipun data merupakan hal penting dalam penulisan artikel opini, namun data bukanlah segala-galanya. Dalam artian, sebuah artikel opini tak harus kaya data, karena halaman opini sebuah koran atau majalah *kalau kita blog yah? :)* bukanlah galeri pameran data. Data dalam penulisan artikel opini diperolehi melalui dua bagian besar; pertama, data primer, yaitu data yang kita peroleh langsung dari suatu sumber (hasil percakapan atau wawancara); dan kedua, adalah data sekunder, yaitu data yang kita perolehi secara tidak langsung baik dari kepustakaan, data-data statistik, atau kliping-kliping media. Kebanyakan artikel opini yang digunakan adalah data-data sekunder, atau data-data tidak langsung yang sebelumnya sudah tersedia. Sumber data seperti ini umumnya berupa: 1. Catatan-catatan resmi statistik. 2. Jurnal-jurnal ilmiah atau semi ilmiah. 3. Catatan kejadian tertentu yang menjadi isu. 4. Pernyataan tokoh. 5. Kantor berita Internasional. 6. Media komputer (internet). Penulisan artikel opini cenderung menggunakan data sekunder, ini dikarenakan beberapa hal: Pertama, Tema artikel opini cenderung mengulas isu yang sedang populer di masyarakat dan banyak diberitakan. Kedua, Data sekunder umumnya tersedia luas dan mudah diakses sehingga penulis bisa menggunakan data tersebut. Ketiga, data primer umumnya adalah data yang masih mentah, belum diklarifikasi, dan karenanya kerap belum layak untuk dipublikasi. Keempat, alasan praktis, mencari data sekunder jauh lebih murah dan mudah dibanding mencari data primer. Kelima, tulisan opini umumnya berciri reaktif, artinya berupa tanggapan, ulasan, atas kejadian yang sudah atau sedang berlangsung. Dalam penulisannya, selama ini mengenali lima pola. Kelima pola itu, mengutip Slamet Suseno (1980). jadi, untuk sahabat Blogger yang mengetahui ilmu baru lainnya, tolong share lagi yah di sini :) 1. Pola pemecahan topik. 2. Pola masalah dan pemecahannya. 3. Pola kronologi. 4. Pola pendapat. 5. Pola perbandingan. Mungkin, ini dulu yang dapat aku tuliskan, lebih kurangnya, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Yang benar, itu dari Allah, dan keslahan itu dari diri aku sendiri manusia yang lemah. Diambil dari Modul Kepenulisan, Ilna Center, dirubah seperlunya menggunakan bahasa Anaz yang acak kadut :).
Indahnya ketika kita mampu berbagi, tentang apa yang kita punya juga bisa bermakna untuk sesamanya. Beberapa hari terakhir, aku aktif membaca beberapa lembar-lembar modul, tentang kejurnalistikan. Dari mulai berita, feature, opini, artikel, kolom, dan resensi buku. Sepertinya, ia sangat bermanfaat sekali. Modul itu, kudapatkan beberapa tahun dulu. Sepertinya, tahun 2003/2004 aku emndapatkannya. Dari sebuah lembaga kepenulisan via surat menyurat. Ketika majikanku ke Jakarta, dan bertemu dengan Kakakku aku berpesan supaya membawanya. Sudah lama sekali aku tak membukanya. Maukah ketika isi-isinya ku tuang saja di sini, sebagai tempat berbagi? Aku yakin, isinya Insya Allah berarti dan bermanfaat.
Ketika mengikuti pelatihan tersebut, aku sudah membayar separuhnya. Tapi, aku tak menyelesaikan sesi belajarku. Maka, jadilah aku murid yang gagal. lagi-lagi, aku ditemukan dengan Om Gagal :( tapi, tak mengapalah. tak ada yang sia-sia dengan ilmu pengetahuan. Bukankah begitu teman...??? (ngeles :D) Jadi, Insya Allah, postingan-postingan berikutnya tentang dunia kejurnalistikan yah...??? :D. Tapi, jangan menganggap aku pandai yah? betul, ini hanya sesi berbagi :). Postingnya biasa yah, nunggu inet tetangga sebelah :)
Senin, 15 Maret 2009 (sebuah instansi kenegaraan)
"Kalau mau menulis, kita harus memikirkan juga, kita ini siapa dan kepada siapa buku kita dipasarkan? Jangan cuma bermimpi, "aku ingin menulis" karena semua tak semudah itu. Ini semua kembali kepada kamu, kalau aku ngomong begini dan kamu patah semangat, itu tidak akan merugikan siapapun. Maaf kalau aku ngomong begini, karena aku nggak mau, kamu datang ke sini kemudian aku mengiyakan saja niat kamu tanpa melihat bagaimana sulitnya makanya, aku berbicara pahitnya dulu. Semua kembali kepada kamu, kamu hendak meneruskan atau tidak, toh tiada siapa yang dirugikan,kamu nggak rugi, orang lain juga nggak rugi."
Rabu, 17 Maret 2009 Sahabat: "Naz, sabtu kemarin ente chat sama Mas Gong yah?" Aku : "Enggak, ah. Emangnya kenapa?" Sahabat: "Sabtu kemarin khan ultah Rumah Dunia, kita ngobrol-ngobrol tentang kepenulisan terus, mas Gong nyebut-nyebut angkatan pertama Rumah Dunia yang nggak pernah menyelesaikan tugas dan sekarang ada di negeri jiran. Itu pasti ente khan?" Aku : "Owh, itu. Aku nggak chat sama mas Gong, cuma sedikit mengomentari statusnya aja."
Jadi teringat ketika sabtu lalu mas Gong memajang photo profile barunya (yang merupakan novel terbaru beliau) dan menulis beberapa kalimat, "Aini, gadis kecil yang menemukan indahnya warna-warni dunia melukis. Ketekunannya berlatih membuatnya memiliki cita-cita menjadi seorang pelukis. Di tengah kondisi keluarga tak mampu, ia beruntung bergabung dengan Rumah Dunia, sebuah pusat belajar yang menyediakan media belajar membaca, menulis, melukis dan berpuisi. Di sanalah bakat dan kemampuan melukis Aini terasah, sehingga ia berkesempatan memamerkan lukisannya di depan para pejabat."
Begitulah, maka aku mengomentarinya. "Saya juga bersyukur mas, bisa bergabung di rumah dunia. meskipun dulu, tak satupun tugas yang saya buat, meskipun dulu tak sehelai kertas pun saya tulis untuk mengamalkan ilmu yang saya dapat tapi, Alhamdulilah saya sekarang bisa merasakan apa untungnya sebuah ilmu. Tidak ada yang sia-sia pada ilmu. ketika dulu mungkin tak berguna tapi, ia kini menjadi bermakna." Sedikit balasan komentar dari mas Gong, "@ Anazkia: Subhanallah... semoga kamu bisa bekerja dengan bermartabat, ya. Menulis bisa menjadikan kita bermartabat dan menjadi seseorang." Begitulah mas Gong, selalu tampil dengan kejujurannya. Tidak menyangka kalau sekilas perbincangannya dibawa ke dalam forum kelas menulis ketika itu. Sejak dulu, mas Gong orang yang selalu blak-blakan. Menegur siapa saja yang datang awal dan terlambat, ketika itu juga, tanpa tedeng aling-aling. Kamis, 18 Maret 2009 "Anaz menang di tempat Joddie." Sebuah sms dari Bang Atta, aku yang sedang sibuk di dapur dan tidak bisa mengakses internet seperti biasanya, sungguh terasa gembira. Alhamdulilah, tidak menyangka kalau tulisanku bakalan lolos. Bersaing dengan 90 peserta lainnya, membuatku pesimis ketika itu. Senangnya, karena tulisan itu akan dibukukan. Dan sorenya, Wina dengan sukacita mengabarkan khabar lainnya, "Selamat yah neng atas kesuksesannya jadi pemenangdi kontes anti korupsi. Semoga akan ada kelanjutan untuk neng Anaz berkarya di masa depan. Amin." Betul kata Wina, semoga ada kelanjutan dari tulisan-tulisanku kelak. Semoga aku tak berbangga dengan hanya mendapat satu karya. Lebih bersyukur, ketika satu tulisanku "Murobiku Seorang Muallaf" Alhamdulilah lolos dalam seleksi nulis bareng bersama-sama dengan teman-teman facebook yang dalam proses menuju penerbita. Alhamdulilah... kadang, terlalu indah untuk membagi hal-hal kebahagiaan. Dan, bukan tidak mungkin, setiap air mata yang mengalir, adalah bukan karena suatu kesedihan. Terimakasih, untuk mas Joddie, Fauzul Izmi, Bang Atta, Wina, juga mbak Ellly dan mbak Ajeng atas award yang diberikan. Maaf kalau lambat memajang. Hampir dua minggu, inet sekarat di rumah. Dan, sampai sekarang tidak boleh digunakan (ko bisa posting dan FBan Naz? "Iya, itu nebeng internet tetangga sebalah :D)
Award dari mbak Ajeng, dalam rangka dua tahun ngeblog. Selamat yah mbak, semoga tulisan2nya semakin emmbawa pencerahan, khususnya kepada aku :)
Award dari mbak Elly, yang ilalang, adalah dalam rangka setahun blognya. Semoga kisah angin selatan dan ilalang akan terus mengikuti lau jalan kehidupanku. Satunya, adalah sebuah permen award, semoga mampu memberikan kemanisan pada semangatku :) makasih yah mbak
Terimakasih juga, untuk tetangga sebelah, yang tidak menggunakan passwod wifinya :D
jangan menganggap ini adalah hasil karyaku. Jangan berfikir, bahwa ini adalah tulisanku. Sumpah! ini bukan tulisanku. Karena aku, tak akan bisa menulis kata sebagus itu. Ini adalah karya seorang teman baru. Ia adalah teman yang datang tanpa diminta, ia rajin membaca tulisan-tulisanku dengan segala komen kurang lebihnya. terimakasih teman... terimakasih juga, karena telah mengizinkanku kembali merepost tulisanmu :)

Pertama kali mengetahui novel ini, ketika aku mengunjungi blognya Ndoro Kakung, di sana beliau sedang mereview novel tersebut. Jujur, aku langsung "jatuh cinta" membaca sinopsinya. Sayangnya, aku nggak bisa langsung beli novel ini :( aku cuma bisa menunggu kesempatan, pulang ke Indonesia, baru baca bukunya :(( wah, lama sekali. Jadi, bersyukur banget sewaktu sodara ibu ke Malaysia, aku buru-buru mengirim novel tersebut kepada salah seorang sahabat. Alhamdulilah, November tahun lalu aku mendapatkan juga buku tersebut (makasih untuk yang sudi membelikannya)
Aku sudah begitu lama menghabiskan novel tersebut tapi, tak sekalipun aku mereviewnya di blog. Hanya sekilas mereview di goodreaders. Kisah tentang sebuah perjalanan seorang anak pesantren, yang awal kepergiannya adalah sebuah keterpaksaan. keterpaksaan dari seorang ibu, yang memaksanya untuk memasuki sebuah pesantren modern. Adalah Alif Fikri, seorang remaja yang baru menamatkan pendidikan Tsanawiyah di sebuah kabupaten Agam, kota Bukittinggi, ia menginginkan melanjutkan sekolahnya di sebuah SMU dan mengejar cita-citanya memasuki ITB (Institut Tekhnologi Bandung) bersama sahabatnya Randai. Dengan modal nilai yang memasuki sepuluh besar di Kabupaten Agam, ia yakin bisa memasuki SMU terbaik di kota Bukittinggi. Sayang sekali, Amaknya (Ibu) melarangnya untuk memasuki sebuah SMU. Dan sang Amak menginginkan anaknya memasuki dunia pesantren. Dengan alasan, beberapa orang tua menyekolahkan anak ke sekolah agama karena tidak punya cukup uang, ditambah dengan lebih banyaknya orang tua yang mengirim anak ke sekolah agama karena nilai anak-anak mereka tidak cukup untuk masuk SMP atau SMA. Dan akibat dari itu semua, madrasah menjadi tempat murid warga kelas dua. Bagaimana mereka akan bisa memimpin umat yang semakin pandai dan kritis? Bagaimana umat islam nanti? Itulah beberapa kalimat-kalimat Amaknya Alif. Meskipun dengan keterpaksaan, akhirnya Alif pergi juga ke pondok Madani di tanah Jawa (cerita ini adalah kisah nyata dari pondok pesantren modern, Gontor di Jawa Timur) Dengan menaiki bis, Alif dan ayahnya berangkat menuju ke pulau Jawa. Perjalan memakan waktu selama tiga hari tiga malam. Dan, di pondok Madani inilah, Alif Fikri dan beberapa sahabat-sahabatnya mulai mengukir mimpi dan cita-cita di bawah sebuah menara. Mungkin itu sekilas tentang cerita novel tersebut, yang belum baca, segitu aja yah bocorannya...??? :D. Jadi, ketika beberapa waktu lalu ada seorang teman facebook yang mengabarkan akan ada bedah bukunya, di UIAM (Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia) aku exited banget, bisa ketemu langsung sama penulisnya. Akhirnya, pergilah aku menuju ke sana. Kemarin prolognya udah khan? :) Bertempat di fakultas ekonomi, dengan membayar retribusi secukup masa akhirnya, aku masuk juga ke ruang yang disediakan. Aku mengambil harga lebih, pas aku tanya ke panitia apa bedanya, katanya bisa ngobrol-ngobrol bareng setelah sesi acara. Hampir jam 2:30 acara baru dimulai. Di awali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an, sambutan-sambutan dari panitia juga beberapa sajian dari panitia. Ada hiburan dari "Suwargo" Suara Gontor, juga sedikit parodi dari mahasiswa PPI (Persatuan pelajar Indonesia) UIA. Lucu juga mlihat parodinya, dengan judul plesetan "Negeri 5 Berbeda" wah, bikin terpingkal-pingkal aja.
Dan, akhirnya acara yang ditunggu-tunggu bermula. Bang Fuadi naik juga ke atas pentas :) sungguh teruja, bukan hanya aku tapi, juga moderatornya. Moderatornya, alumni Gontor bahkan, beliau sampai terharu. Subhanallah.. nggak nyangka banget. Sejak pertama kali masuk ke dewan, aku udah ngerasa sih, kalau yang ikutan acara ini kebanyakan adalah para pelajar yang notabene adalah alumni Gontor. Sebagian besar, sedang menyelesaikan S1, S2, dan S3 dan beberapa lagi, adalah para tenaga ekspatriat (pekerja profesional) keknya, aku doank deh yang keselip ke situ :D Sesi dialog berjalan cukup lancar, dimulai dengan sekilas tampilan dari Bang Fuadi yang menampilkan sedikit tampilan video dari Pondok pesantren modern Gontor, juga beberapa tempat perjalanan beliau. Suasana semakin hidup ketika sesi tanya jawab bermula. Dan, benar saja para penanya sebagian besarnya adalah teman-teman bang Fuadi sendiri yang satu perguruan. Aku nanya juga lho :D, aku berani-beraniin sebenernya. Aku khan nervous n demam panggung. Sebetulnya, aku sudah beberapa kali berinteraksi dengan beliau melalui facebook. Bahkan, aku pernah memintanya mengisi live confrence Klub Buku Online via yahoo messenger kalau hendak membahas bukunya. Bang Fuadi bersedia. Dan, ketika kuutarakan niat ini ke mbak Fanda, mbak Fanda bilang perbaiki dulu sistem KBO kita, baru ngundang penulis :D (Makasih mbak Fanda). Maka, jadilah aku ketika menanyakan soalan memperkenalakn diri sebagai PJ KBO. Dan, rupanya Bang Fuadi juga masih mengingatnya. Wah, seneng masih diinget :D. Bedah buku diselenggarakan oleh PPI-IIUM (Persatuan Pelajar Indonesia-International Islamic University Malaysia), bekerja sama dengan, KBRI,, PCIM (Muhammadiyah) dan disponsori oleh Bank Muamalat Indonesia di Malaysia dan penerbit PTS Lentera Malaysia. Acara berjalan dengan lancar, dan berakhir tepat jam 6 lebih seperempat. Seperti yang dijanjikan, karena aku membeli tiket dengan harga lebih maka selepas acara selesai, kami dikumpulkan di kantin tingkat dua fakultas ekonomi. Sungguh tak menyangka, akhirnya dapet juga tanda tangan bang Fuad :D. Secara, aku lebih menggemari tanda tangan penulis berbanding tanda tangan artis. Ini juga menjadi faktor, kenapa aku tidak memajang foto bersama fahrin Ahmad dan aku lebih suka memajang foto bersama penulis :D (Jiah.. sok idealis aku).
Penampilan Suwargo (suwara Gontor)
Foto bareng isterinya bang Fuadi :) *kok keknya aku gembira banget yaks...??? :D*
Nah, ini foto sama bang Fuadi (banyak yang nyangka aku dah pulang ke Indonesia melihat foto ini padahal, aku masih di Malaysia :(
Nyuri foto barisan panitia :) *para cewekers...*
Dan ini, panitia para cowokers :D
Heran, kali ini aku posting lambat sekali :(
Mungkin dulu aku menganggap, bahwa rizki itu hanya berbentuk materi, uang, mobil mewah atau apalah yang bersifat kebendaan. Mungkin dulu aku tak pernah menganggap, bahwa sahabat yang baik adalah rizki, bahwa orang mengingatkan juga adalah rizki, bahwa kebahagiaan adalah rizki, bahwa nikmat mendengar, melihat atau apapun panca indera juga merupakan rizki. Duh, rupanya, pendek sekali ruang lingkup rizki di mata kecilku. Mungkin dulu aku tak pernah berfikir bahwa rizki terbesar dalam hidup adalah sebuah kesehatan. Dengan rizki kesehatan, aku bisa mencari rizki materi. Ah, rupanya kesehatan adalah rizki termahal menurutku kini.
Kabut pagi belum sepenuhnya tersibak, lampu-lampu penerang malam belum semuanya terpadam. Pun dengan kicau buru-burung gereja, ia belum riuh memenuhi suasana. Baru jam tujuh pagi. Ibu menyuruhku membuka tingkap jendela. Menyibak horden, kemudian menggerakan anak kunci jendela, kubuka tingkap itu seluas-luasnya. Ibu segera menuju tepi jendela, menaikan kedua tangannya dan menggerak-gerakan semampunya. Di tambah dengan satu exercise-exercise kecil. Aku memperhatikan saja gerak-gerik ibu. Suasana sekeliling, kadang lebih menyita perhatianku. Menara kembar petronas yang tinggi menjulang, gedung-gedung tinggi yang berada tak jauh dan berjejer-jejer seolah saling menunjukan tingkat ketinggian, juga satu lagi menara Kuala Lumpur yang menjadi icon negara Malaysia tersebut. Aku merapat, mendekat tepat di sisi pintu jendela setelah ibu menyelesaikan senaman kecilnya. Aku masih memadang ke arah persekitaran. Kadang, dalam keadaan seperti ini, aku bisa menjadi lebih melankolis. Teringat kepada masa lalu juga keberadaanku di sini. Aku berada di tepi jendela, tepatnya di sebuah rumah sakit Kuala Lumpur. Semalaman, aku tidur di sana menemani ibu menggantikan anak-anaknya yang lelah menjaga beberapa waktu lalu. Ibu sudah mulai membaik (Ibu sakit apa sih Naz...??? baca aja di sini) Hanya tinggal menunggu penyembuhan luka saja. Berada di rumah sakit, kadang jenuh juga. Aku hanya mundar-mandir di area kamar saja. Beruntung, ketika mendapatkan kamar yang strategis tepat menghadap bangunan-bangunan kota. Sekurang-kurangnya, ia mengurangi kejenuhan. Meskipun yang aku lihat tak berubah. Meskipun begitu, ada juga yang merubah pandanganku bahwa nikmat sehat, adalah sebuah rizki termahal dalam hidup. Sesekali, aku melihat sebuah kereta dorong yang aku rasa berisi dengan jasad manusia yang telah tiada (kenapa mikir githu Naz) soale, kereta dorong itu ditutupi dari atas sampe bawah terus, sepertinya di dalam itu ada manusia yang membujur dan di belakangnya diiringi beberapa orang :( Selama bolak-balik di dalam kamar, kepalaku memikirkan beberapa hal. Pertama, "Akankah aku bertemu dengan Elpa?" Atau aku memilih menuju Universitas Islam Antar Bangsa (UIA), untuk menghadiri bedah buku Negeri 5 menara. betul-betul pilihan yang berat. Ketika mengatakan kepada ibu hendak menuju LCCT, ibu sepertinya keberatan (jarak rumah sakit menuju bandara LCCT Sepang memang agak jauh). Sejak pagi lagi, Elpa sudah mengirim sms tapi, aku belum membalasnya. Baru setelah beberapa lama dan dia telpon aku tidak mengangkatnya, aku mengiriminya pesan balasan. Bahwa, lagi-lagi aku tak bisa bertemu dengannya. Ada kesedihan yang meresap, tapi aku menyingkirkannya cepat-cepat. Aku yakin, cepat atau lambat kelak aku akan bertemu dengan Elpa juga. Insya Allah... Dengan Elpa, aku tak jadi bertemu. Maka, kesempatan kedua aku memburunya. Setelah menemani ibu makan siang, aku segera menyiapkan diri menuju UIA. Meskipun aku tidak tahu harus menaiki apa dari situ, akhirnya aku nekat juga. Keluar dari rumah sakit, aku mencari taksi menuju stasiun terdekat. Alhamdulilah, saat sedang panas-panasnya berjalan, sebuah taksi muncul di tengah keterikan :D. Maka naiklah aku di situ. Menuju setaisun terdekat, kemudian mencari arah yang tepat untuk sampai ke UIA. Alhamdulilah, dengan segala nikmat sehat yang aku punya, aku sampai juga ke UIA. Dan, akhirnya aku bertemu juga dengan penulis novel Negeri 5 Menara. Semuanya, berkat nikmat sehat yang aku punya. Subhanallah.. bahwa kesehatan adalah rizki terbesar yang aku dapatkan hari ini. Sebuah prolog, tentang keindahan hari ini, tentang melukis hari bersama dengan beberapa penulis juga seorang penerbit yang aku temu hari ini. Beberapa foto, belum sempat terupload :) sebagai barang bukti *USBne rak enek :(*
Feature adalah tulisan hasil reportase (peliputan) mengenai suatu objek atau peristiwa yang bersifat memberikan informasi, mendidik, menghibur, meyakinkan, serta menggugah simpati atau empati pembaca. (LeSPI, 1999-2000). Sisi-sisi kemanusiaan atau human interest merupakan aspek yang paling dominan dalam sebuah produk tulisan feature. Pengertian feature yang demikian sebetulnya tidaklah begitu saklek karena masing-masing penulis memiliki arti tersendiri. Dalam penulisan feature, kehendak, opini atau subyektifitas pandangan penulis sangat mungkin untuk dimasukan, meskipun tidak secara mencolok. Opini itu tersamar dalam pelukisan suasana, penggunaan contoh-contoh, serta penyertaan nara sumber pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya.
Ciri-ciri faeture 1. Lengkap
Sebuah feature disebut lengkap bila menyatukan bagian-bagian fakta dari suatu peristiwa, dan memadukan jalan pikiran penulisnya dalam bagian pendahuluan, rincian atau uraian , dan kesimpulan atau penutup (punch).
2. Melawan Kebasian
Feature dapat menjadi alat ampuh melawan kebiasaan berita. berita hanya berumur 24 jam. Dengan feature, sebuah berita dapat dipoles menjadi menarik kembali dan tetap aktual.
3. Non Fiksi
Feature merupakan pengungkapan fakta-fakta yang dirangkai menjadi satu kesatuan dan memebrikan gambaran yang jelas dan utuh kepada pembaca mengenai suatu peristiwa atau suatu objek.
4. Bagian Dari Media Massa
Sebuah feature harus disajikan dalam media massa, baik cetak (surat kabar, majalah dan buletin) maupun elektronik (televisi dan radio, kalau sekarang web dan blog termasuk juga khan...?)
5. Panjang tak Tentu
Belum ada ketentuan mengenai panjang pendeknya sebuah feature, sehingga tulisan feature sangat bervariasi tergantung penulisnya. Panjang pendeknya sebuah feature tergantung pada penting-tidaknya peristiwa, menariknya aspek yang diungkap, dan bagaimana penulis berusaha mewarnai feature sehingga memikat dari awal sampai akhir.
Sifat-sifat Feature 1. Kreatif
Feature membutuhkan kreativitas penulisnya, dalam mencari objek tulisan yang khas, yang kadang-kadang merupakan peristiwa biasa, namun belum pernah atau jarang terungkap.
2. Variatif
Sebuah feature ditulis dengan gaya penulisan yang variatif dengan mampu membangkitkan imajinasi pembacanya. Diksi atau pilihan kata, komposisi atau rangkaian kata-kata, kalimat dan paragrafnya, dari fakta-fakta yang diperoleh ditulis tidak monoton, hidup dan variatif.
3. Subyektif
Feature bersifat subyektif. Yakni sangat tergantung sudut pandang, wawasan, intelektual, ketrampilan, dan karakter penulisnya.
4. Informatif
Feature membantu pembaca dengan memperjelas suatu keadaan untuk merasakan gambaran dari suaru kejadian, atau mempengaruhinya bertindak atau percaya. Nilai informatif feature berbeda dengan berita langsung yang benar-benar menyajikan informasi. Informasi dalam feature lebih mendalam dan lengkap.
Jenis-jenis Feature 1. Feature Sejarah (Historical) 2. Feature Tokoh (Personality Profile) 3. Feature Perjalanan (Travel) 4. Feature keahlian/Tuntunan Ketrampilan (How-to-do-it) 5. Feature Ilmiah/Ilmu pengetahuan Populer (Sciene Report) Dipetik dari catatan-catatan arsip lama dalam lembar-lembar harta karun yang aku punya. Semoga bermanfaat, Insya Allah...
Assalamau'alaikum Sahabat, apa khabar? Cukup banyak cerita di sini, begitu banyak kalimat kutulis di sini. Ada kalanya, aku tulis begitu saja tanpa memikir apa akibatnya dan tanpa berpikir individunya mengetahui atau engga. Dan sekarang, aku baru tahu bahwa ada yang kecewa dengan tulisanku bahwa ternyata ada yang merasa terhujat dengan tulisan-tulisanku. Astagfirullah... Betapa dangkal dan naif aku menulis. Seolah baru tersadar dari pembaringan yang cukup panjang kembali aku memikir-mikirkan apakah aku harus meneruskan menulis atau aku berhenti saja dari dunia blogger...???
Kalau ini ku posting dalam beberapa hari yang lalu atau tepatnya 4 maret mungkin aku akan menulis seperti ini, "Sahabat, mohon maaf karena sesuatu dan lain hal sepertinya aku harus mengundurkan diri dari dunia blogger. Mohon maaf atas segala salah dan khilaf, terimakasih atas persahabatan yang di berikan. Semoga Allah kembali menemukan kita dalam kebaikan." Mungkin, itulah yang akan aku tulis. Biasanya, kalau menulis begitu dengan linangan air mata, dengan rasa duka juga sesak di dada. Alhamdulilah, aku tidak memposting dalam beberapa hari lalu. Alhamdulilah, aku masih memikir-mikirkan hal itu. Ketika ada yang menegur, saat ada yang mengingatkan itu menjadi cambuk pengajaran bahwa menulis itu ada tanggung jawab moral yang harus diemban (meskipun hanya dalam blog yang acak kadut seperti aku) Bahwa menulis itu, janganlah merugikan siapa-siapa. Dan, bahwa teguran itu adalah sebuah pengingat kalau yang menegur menginginkan hal terbaik dari kita (khusunya aku sendiri). Terimakasih aku ucapkan, untuk seseorang yang telah melakukan peneguran. Juga, mohon maaf kuucapkan kalau segala kalimat dan baris ceritaku di sini ada yang menyinggung perasaan.Juga, terimakasih ku ikrarkan kepada sahabat yang mengatakan, "kini aku semakin emosian." dalam menyikap banyak hal. Alhamdulilah bersyukurnya ketika memiliki teman dan sahabat yang masih bisa saling mengingatkan. Mungkin kemarin aku marah, kecewa, sedih atau apalah namanya. Bahkan, sempat berpikir "tutup saja rumah mayaku" Sekali lagi, alhamdulilah tidak aku lakukan. Aku ucap terimakasih dan ku pinta kemaafan. Sudah dulu, aku hendak memposting kisah "Memahami Wanita-wanita" dalam blog lainnya. *Weks, emang loe punya berapa blog Naz...???* Owh, bloggku banyak tapi, sering nggak diurus. termasuk di wordpress juga blogdetik satu lagi, multiply yang postingannya dompleng dari blogspot :). Sayonara, sampe ketemu postingan jadulku lagi esok hari. Insya Allah, beberapa hari ke depan aku sedikit membuat kelainan dengan memposting beberapa kisah copasan. "Kamu dah nggak ada ide Naz...???" Bukan juga. Karena aku berpikir berbagi bersama kadang menimbulkan kebahagiaan juga kadang kesedihan di sudut lainnya. Untuk Klub Buku Online, Insya Allah konfrensi pada tanggal 27 Maret 2010
Pagi belum menua ketika aku bersiap-siap menuju ke bandara. Memakai baju kuning dengan sulam bunga-bunga dipadukan dengan rok hitam dan kerudung senada aku telah selesai menyiapkan diri. Secawan teh manis yang dihidangkan oleh isteri Pak Ulung aku minum cepat-cepat. Pak Ulung sudah mengingatkanku akan segera berangkat. Aku kembali meneliti satu persatu barang bawaan, takut ada yang tertinggal. Setelah memastikan tiada yang tertinggal, aku segera mengangkat travel bag dan melilitkan hand bag di lengan kiri, bersiap untuk berangkat. Isteri pak Ulung mengantar kami sampai di depan rumah kemudian menyalamiku erat. Setelah mengucap terimakasih aku segera beranjak dari rumah pak Ulung menuju terminal bandara Soekarno-Hatta bersama Pak Ulung.
Bandara Soekarno-Hatta, 6 Januari 2006 Matahari mulai menggeliat, sebelum jam 8 pagi aku sudah sampai di bandara Soekarno-Hatta setelah melewati kesesakan kota Jakarta . Inilah untuk pertama kalinya aku menjejakan kaki di sana. Hiruk pikuk sekeliling menarik perhatianku untuk melihat lebih dekat keadaan bandara. Banyak sekali orang berlalu lalang. Pak Ulung hilir mudik ke sana kemari, dialah yang paling sibuk mengurus kelengkapan kepergianku. Aku sesekali disuruhnya duduk. Aku juga bertemu dengan rombongan para TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang hendak berangkat keluar negeri. Mereka datang berombongan tak seperti aku yang hanya seorang diri. Tidak lama setelah itu, pak Ulung datang menghampiri katanya, aku sudah boleh chek in. Aku terburu-buru mengikuti langkah kaki Pak Ulung. Aku diselubungi ketakutan. Ketakutan akan menaiki pesawat dan ketakutan akan segera sampai ke Malaysia. Inilah untuk pertama kalinya aku menaiki pesawat. Sebelum masuk ke ruang chek-in, Pak Ulung mewanti-wanti kepadaku kalau pihak imigrsai menanyakan kemana arah tujuan negaraku, bilang saja hendak ke Malaysia. Dalam hati, "emang aku mau ke sana" Selesai urusan chek-in dan mengurus viskal Pak Ulung mengantarku sampai ke bagian keberangkatan imigrasi. Sebelum memasuki ruang antrian, Pak Ulung menanyakan uang kepadaku. "Kamu ada uang nggak?." "Ada Pak." refleks, aku menjawab cepat. Dan segera mengeluarkan uang Rp. 20.000 yang ada di dalam tas. "Untuk apa Pak...?" Aku segera mengulurkan uang tersebut kepada Pak Ulung. Dan itu adalah uang satu-satunya yang aku punya. "Ah, ini untuk kemudahan kamu." Pak Ulung menjawab sekilas saja dan langsung memasukannya ke dalam passportku. Sementara, di benakku berjuta tanya bergelayut. Dan, terjawablah soalan itu saat Pak Ulung mengulurkan passportku kepada pihak imigrasi. "Mau kemana ni?." Tanya petugas kepada Pak Ulung "Ke Malaysia pak." Pak Ulung menjawab "Bener nih ke Malasysia?." Petugas kembali menanyakan. Aku melihat saja adegan drama dunia tanpa penulis skenario. Dan, ajaib sekali. Petugas tersebut memasukan uang Rp.20.000 tadi ke dalam saku bajunya. Aku diam saja dengan memasang muka sebodoh-bodohnya. "Iya Pak, benar. Masak bohong." Pak Ulung mejawab seperti tidak yakin dan takut-takut. Sesekali matanya menekuri ubin, tidak memandang petugas tersebut. Tanpa menunggu lama, akhirnya petugas selesai melihat dan mengesahkan segala dokumen perjalananku. Mengulurkan passport dan menyilakan aku melewati pintu antrian. Aku pamit kepada Pak Ulung, dengan sedikit nasihat Pak Ulung berpesan untuk aku berhati-hati. Aku mengangguk mengiyakan. Dan tak lupa, sebaris kalimat terimakasih aku lafadzkan. Akhirnya, aku berlalu mencari ruang tunggu menanti pesawatku yang akan membawa ke Malaysia. Bandara Soekarno-Hatta, 22 November 2007 Jam satu siang, aku selamat mendarat di bandara tersebut. Inilah untuk kedua kalinya aku ke sana. Lagi-lagi, setiap kali menginjakan kaki di sana aku diliputi beribu ketakuan. Tapi aku berusaha serileks mungkin. Alhamdulilah, semuanya berjalan lancar. Aku berjalan dengan beberapa rekan yang sama-sama baru pulang dari Malaysia. Rupanya, pintu laluan tenaga kerja dipisahkan. Ketika itu, melewati terminal 3 (sekarang katanya diganti terminal 4) yang di sana tertulis besar-besar sebuah kalimat, "Selamat Datang Pahlawan Devisa" Aku tersenyum miris membacanya. Seorang lelaki berseragam hijau mendekatiku. Bertanya beberapa hal, aku menjawabnya sekilas-sekilas saja. Akhirnya, aku baru tahu bahwa tenaga kerja tidak boleh dijemput oleh pihak keluarganya. Sayangnya, kakaku sudah menunggu di luar sana. Petugas tadi memanggil rekannya dan kini ada lagi seorang lelaki yang bertanya-tanya lagi tentang kepulanganku dan menanyakan siapa yang menjemputku. Aku kesal dengan keadaan saat itu. petugas yang tadi sudah pergi kini, digantikan oleh lelaki yang katanya bilang boleh membantuku keluar dari situ. Kebodohan bermula, rupanya aku sudah memasuki lingkaran para pungli dan kroninya. Dengan alasan ingin menyelamatkan konon mereka akan menolong aku. Aku menjawab ketus pada beberapa kalimatnya, "Mau menyelamatkan atau menghanyutkan mas?." Tanyaku mencibir. terlihat sekali kekesalan diwajah mereka. "Mbak ini cerewet amat sih? kita benar-benar mau menolong." Suara lelaki itu mulai meninggi. Beberapa kali, aku menghubungi Kakaku dari wartel terdekat. Aku menanyakan berapa mereka meminta uang. Kakaku tak memberi tahu. Akhirnya, aku dibawa juga oleh orang tadi keluar menuju terminal 2. Sebelum beredar, seorang petugas berseragam biru menghadang dan lelaki tadi mengeluarkan dompetnya kemudian memberikan beberapa lembar uangnya kepada petugas tadi. Sepertinya, ini sudah lazim berlaku. terbukti, beberapa kali ada beberapa petugas yang ingin mencegatku tapi, dengan kode-kode tertentu lelaki tadi memberi arahan supaya aku dibiarkan saja berjalan. Alhamdulilah, akhirnya aku bertemu juga dengan kakaku. Kemudian, kami dinaikan ke dalam mobil MPV. Masuk ke dalam mobil, kemudian berjalan. Sungguh tak disangka saat aku tahu rupanya mobil tadi hanya mengelilingi bandara saja. Kalau kami mau diantarkan ke tempat tujuan kami harus membayar lagi Rp.250.000. Aku bertanya kepada kakaku, sebanyak mana tadi ia memberikan uang kepada para pungli dan kroninya. Sungguh terkejut, sebesar Rp. 700.000 telah diberikan!!!, dan kini kalau aku hendak ke tujuan harus mengeluarkan lagi uang. Mau tak mau, aku harus tertawa dan bertepuk tangan. "Horeee... aku ditipu" Mendengar gelagatku, sopir tadi kelihatan marah sekali. Akhirnya, aku dan kakaku akur setuju memberikan Rp.250.000 menuju terminal Kalideres. Bandara Sultan Syarif Kassim II Pekanbaru , 29 Desember 2009 Ini kali pertama, aku menginjakan kaki di tanah Sumatera. Setelah ke Bukittinggi, Padang dan kota terakhir adalah Pekanbaru. Aku kembali ke Malaysia dari pekanbaru. Sebelum pulang ke Indonesia, aku menuju Kedutaan Republik Indonesia untuk meminta surat cuti. Rupanya, aku tidak perlu membawanya. Kata petugas kedutaan aku sudah bebas viskal jadi, kedutaan tidak usah memberikan surat cuti. Aku berkali-kali meyakinkan. Takutnya, setelah berada di Indonesia aku justeru menghadapi masalah. Petugas kedutaan mengiyakan. Akhirnya, aku pulang ke Indonesia hanya berbekal surat cuti dari majikanku. Alhamdulilah, semuanya berjalan lancar. Ketika sampai di pintu pelepasan passport, petugas agak bertele-tele memberikan kelulusan kepada passportku. "Mau ke mana nih?." "Malaysia Pak." Aku mengulurkan passport "Sendirian aja?." "Iya Pak, sendirian." "Kenapa sendirian?." Aku diam saja tak memberikan jawaban. "Mana surat cutinya?." Lagi-lagi, aku mengulurkan surat cutiku. "Mau ngasih berapa nih?." Tanyanya perlahan. mendengar kalimat itu, aku sungguh terkejut. Maksudnya apa nih...??? Aku tak langsung merespon pertanyaannya. "Ini surat cuti palsu nih... bukan dari kedutaan." "Palsu bagaimana Pak? Itu surat cuti dari majikanku. Kedutaan tidak lagi memberikan surat cuti karena saya sudah bebas viskal." Aku mulai dirambati cemas dan emosi. Aku tak mempedulikan kata-katanya yang bertanya "Mau ngasih berapa?" Kali ini, aku harus mempertahankan haku tanpa harus mengeluarkan uang. Dalam hati, kalau petugas masih berkeras meminta uang, aku tak segan-segan mengambil fotonya. Kamera pocket sudah siap sedia ada di kantong rok sebelah kiri. Kali-kali aja, temen-temen blogger bertuah mau ada yang memasukannya ke surat kabar (hahaha.. jahat sekali aku yah..?? :D) Petugas tadi masih lambat-lambat memeriksa dokumenku. Sepertinya ia menungguku memberikan beberapa yang dimintanya. Karena aku tak memberi respon akhirnya diberikannya juga passportku. Alhamdulilah, akhirnya aku masuk juga ke ruang tunggu. Aku duduk di ruang tunggu, di sebelahku tak berapa jauh dari situ, seorang perempuan yang sama-sama hendak bekerja menegurku. "Kena berapa tadi Dik?" "Maksudnya Bu?" "Iya. Tadi pas mau masuk dimintai uang berapa?" "Owh, enggak bu. Saya nggak ngasih uang. Emang sih tadi petugasnya minta, mau ngasih berapa tapi, saya nggak ngeladenin." "Tadi saya dimintain juga. Anak saya ngasih Rp. 100.000. Gitu Dik, biasa kalau pulang dikiranya kita banyak uang. Sedikit-sedikit dimintain uang. Udahlah, ibu mah niatin sedekah aja." "Betul bu, kalau mau dipikirkan nanti cuma sakit hati. Niatkan untuk sedekah, biar hati kita lebih lega." Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan salah satu penyumbang faktor devisa negara yang cukup besar. Tapi, sudah menjadi rahasia umum tentang segala pungli (pungutan liar) yang terjadi di bandara. Khususnya, Bandara terbesar Soekarno-Hatta di Jakarta. Banyak yang mengeluhkan tentang keberadaan terminal 3 (sekarang menjadi terminal 4) Kononya, tujuan pemisahan antara tenaga kerja dan penumpang umum lainnya adalah untuk lebih melindungi para TKI yang baru pulang. Tapi, pada kenyataannya tidak demikian justeru, di situ lebih memudahkan modus operandi menipu dengan lebih terorganisir kepada para TKI yang baru pulang lebih berleluasa. Berita menggembirakan ketika membaca sebuah media bahwa pembubaran terminal 4 segera dilaksanakan. Uji coba dilakukan pada awal bulan Februari. Sayangnya, perlakuan itu hanya dikhususkan untuk dua negara saja. Yaitu TKI yang berasal dari Taiwan dan Hongkong. Menurut, Menakertrans Muhaimin Iskandar kedua TKI yang berasal dari dua negara tersebut lebih siap mandiri untuk pulang ke daerah asal mereka. Dan, untuk kedua negara asal TKI (Malaysia dan Timur Tengah) masih dalam pengawasan. Meskipun ia menggembirakan untuk beberapa pihak ia tetaplah merugikan beberapa pihak lain. Terutamanya para TKI yang berasal dari negara Malaysia dan Timur Tengah Dengan alasan TKI yang berasal dari kedua negara tersebut belum mempunya kemandirian untuk pulang ke negara tersebut. Kalau pemerintah memandang demikian, seharusnya harus dicari pada akar permasalahan kelemahan para TKI yang berada di kedua negara tersebut. Apakah kelemahan berasal dari SDM nya (Sumber Daya Manusia) yang dikirimkan kepada negara berkenaan. Pemerintah seharusnya lebih mengoptimalkan kualitas para TKI sebelum dikirimkan ke negara berkenaan. Bukan hanya meminta atau menjalankan pungli di seluruh instansi. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu tidak merubah sendiri. Dan, kelemahan para TKI di Malaysia dan Timur tengah tidak akan berubah selagi sruktur dan peraturannya tidak diperbarui dan kualitas TKI sendiri tidak ditingkatkan. Adalah menjadi PR kepada pemerintah, PJTKI juga para agen penyalur tenaga kerja. Kembalikan dan berikanlah kemerdekaan kepada para TKI yang hendak pulang ke kampunya masing-masing. Jangan sampai, ketika sampai di negara sendiri ia justeru malah menjadi "Ladang" korupsi. Wallahu'alam. Ditulis untuk mengikuti lomba, anti korupsi BlogPost competition
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi wabarakatuh...
Untuk sahabatku, Kutulis surat ini dari hatiku entah kenapa, dengan sedikit tangis yang membuncah. Kusimpan air mata, supaya tak berkata. Tapi, ia mengalir begitu saja. Ah, aku sedih sahabatku ketika menulis larik-larik ini. Haruskah aku marah? Entahlah... Aku rasa itu hakmu. Tapi, bukankah sahabat yang baik adalah saling mengingatkan...??? Kalau aku tak mampu mengingatkanmu, haruskah aku beranjak saja darimu...??? pergi, tak lagi menjadi sahabatmu?
Ah, sudahlah mungkin akunya saja yang bodoh, kolot atau apalah kau sebut. Tak mengapa, tapi kamu adalah sahabat baikku itu dulu dalam benakku. Kini, kau berubah. Karena aku mengenalmu, makanya aku marah. Tapi, untuk apa aku marah? Toh itu urusanmu khan? itu jalanmu dan itu adalah pilihanmu. Kau sudah besar, kau sudah dewasa kau juga tahu mana baik dan mana buruknya. "Jaman dah berubah, dunia dah maju" itu kata sebuah iklan. Betulkah jaman berubah, atau manusia yang merubah? Kadang aku dibelit tanya tanpa simpulan jawab. Sahabat aku kecewa, sangat kecewa sekali padamu. Ku sudahi saja suratku, semoga dengan ini menyudahi reda amarah. Sepertinya, kita tidak bisa menjadi sahabat yang baik yang bisa saling mengingatkan. Mohon maaf atas salah khilafku. Tolong ingatlah serba sedikit tentang orang tuamu. Kalau kebencianmu mulai merebak kepadaku saat membaca surat ini, aku ucapkan beribu terimakasih. Mungkin itu caramu kembali marah denganku. Tak mengapa, aku menerimanya. Wassalamu'alaikum Gambar surat, diambil dari sini
Manusia adalah pedang, Tuhan pemain pedang tersebut, Sedangkan dunia adalah batu pengasah pedang itu, Timur hanya melihat tuhan, Tidak lagi Nampak olehnya dunia yang bagai batu pengasah, Barat telah menembusi batu pengasah tadi tanpa menyedari tuhan yang mengentam pedang itu Buka mata lebar2 kepada tuhan, Itulah agama.
Bait-bait terakhir yang dibacakan pada pentas teater musical "Antara" di Istana Budaya sabtu lalu. Inilah pertama kalinya aku menyaksikan teater dengan skala yang cukup besar. Dulu, saat di Rumah Dunia aku sering menyaksikan teater adik-adik kecil yang lucu. Dalam ruangan yang terbuka dan di bawah pohon-pohon dengan kerindangannya. Cukup exited ketika sudah berada di sana. Ndesoni banget aku :D sekurang-kurangnya azam untuk menjejakan kaki di Istana Budaya terlaksana. Alhamdulilah...
Teater ANTARA diterbitkan dalam rangka memperingati Maulidur Rasul. Teater musical ini menampilkan beberapa artis negara juga penyanyinya. Menceritakan tentang kisah Adam dan Hawa yang diturunkan ke dunia karena perbuatan dosanya. Tak hanya itu, isi dari tema teater tersebut adalah semakin banyaknya penyelewengan-penyelewengan para generasi muda pada adat dan budayanya. Yang secara sadar atau tidak telah terjajah pikirannya oleh pihak-pihak tertentu. Hampir dari setiap adegan pada setiap akhirnya akan diikuti dengan nyanyian yang sudah ditentukan dengan konsepnya.
Ini pas terakhir semua pemain pada ngumpul
Aku pribadi lebih tertarik kepada audio visual yang ditampilkan pada setiap babak. Juga paparan panggung yang membuatku terkagum-kagum (secara, aku wong ndeso jadi ngelihat yang kek githu yah mlongo :D) Karena, dari awal ditampilkan aku sudah seksama memperhatikan satu demi satu paparan yang ditampilkan. Misalnya, ketika mula-mula ditampilkan seorang pria mengantarkan sebuah prolog bahwa ia diciptakan adalah sebagai khalifah di muka bumi (Adam) layar panggung masih ditutup tirai dan lampu dipadamkan. Sementara, hanya ada lampu besar saja yang hanya fokus ke lelaki tersebut. Kemudian, setelah itu layar dibuka dan menampilkan sebuah istana kerajaan iblis. dengan cahaya lampu remang-remang (waktu teater main, kita nggak boleh ambil gambar) Lengkap dengan beberapa pasukan setan-setannya. Dialog dari iblis cukup mengelitik hati, di mana dia bersumpah atas nama Tuhan untuk menganggu keturunan Adam sampai akhir dunia kelak. Mungkin, kita sudah biasa mendengarnya. Setelah sang Iblis marah dan beralih ke adegan lain, kemudian layar ditutup lampu digelapkan dan tampilah sebuah nyanyian. begitulah, berselang seli setiap babak. Lagi-lagi, aku memikirkan cepatnya mereka menggantikan paparan panggung (bahasa yang tepat apa sih..??) Sebetulnya, tidak usah begitu heran ketika menyaksikan persembahan di Isntana Budaya. Karena di situ sudah memasuki standar isnternasional. Tak heran ketika segala sesuatunya hampir lengkap di mataku. Dan, yang lebih salut ketika pada adegan terakhir. Tentang akhir dunia, juga tentang titian sirat. Sebuah jembatan dan dibawahnya gambaran neraka (yang di bawah situ adalah para pemain latar yang menggerak-gerakan kain rentang besar dengan cahaya remang kemerahan.. hihihi.. bener nggak yah pandangan aku?) satu demi satu, manusia-manusi melangkah tak semua sampai ke tujuan. Ada yang baru beberapa langkah ia terjatuh. Ada juga yang sudah setengah jalan ia terjatuh. Memiriskan hati, membayangkan diri nantinya. Meskipun ia bagus pada persembahan dan tema yang diambil tapi, ia masih ada kekurangan menurutku sebagai bukan seniman. Ikhtilat (bercampurnya lelaki dan wanita) pada adegan para pemain latar membuatku berkerut kening. Tapi, dari awal aku memaksakan diri bahwa pemain latar adalah sebagai pelengkap saja. Tanpa mereka, mungkin jadi hambar. Dan, sound systemnya kayaknya terlalu besar yah? telingan sampe sakit. Apalagi, pas lagu Laskar Cinta sewaktu menggebuk drum keras banget.
Nasha Aziz pemain Hawa
Fahrin Ahmad, pemain watak Adam (sssttt itu Nini, aku ada juga foto ama dia tapi, malu-maluin aja kalau di posting :D. Soale jadi kontras hahahaha...)
Dia adalah sahabat nyata yang kutemukan di Rumah Dunia. Dia adalah sahabat setia yang selalu menyemangati untuk berkarya. Dia adalah sahabat setia, yang karenanya aku berada di Malaysia. Dialah Wanja Al Munawar. Aku mengenalinya di Rumah Dunia pada kelas menulis angkatan ke lima. Dia adalah Wanja seorang bonek *bondo nekad* dari Palembang. Dia rela mengambil cuti kuliahnya semata-mata hanya untuk belajar menulis di Rumah Dunia. Jarak Palembang pulau Jawa tak sedikitpun menyurutkan langkahnya. Dialah sahabat nyata yang kini selalu membaca tulisan-tulisan nggak jelasku. Dia juga sering, memberikan komentar-komentar panjang untukku. Aku cukup terkejut, ketika tadi sore ada komentar yang lebih panjang dari biasanya ketika aku menuliskan sedikit tentang Rumah Dunia (pada postingan, membayar hutang). Bahkan, hampir melebihi postingan.
Wanja ALmunawar sama seperti aku..temen2 yang lain di kelas menulis banyak yg udh sukses..hilal jadi wartawan, damar skrg lagi promo band nya ( Suaranya damar keren loh) meskipun dia sudah punya dua buku antologi cerpen bareng2, belum tmn2 yang laennya... sementara aku, halah, satu cerpenku saja belum ada yang dibukukan, meskipun beberapa kali menang lomba cerpen tingkat nasional, tapi karya milik pribadi kan belum..doain ya... aku juga tidak memanfaatkan waktuku dg baik saat di rumah dunia. pdhl untukbisa nyampe di rumah dunia itu adalah sebuah perjuangan besar.akhirnya..cuma kebanyakan nguber dan jalan2. 6 bulan di serang udh keliling banten dan pulau jawa hahahaha...sampe ke baduy pun udah.. sekarang udah punya anak, menulis jadi banyak alasan. kurang waktu lah, mati ide lah, atau malah ga punya semangat menulis lagi. padahal fasilitas laptop dan internet sdh disediakan, sebenarnya tunggu apa lagi ya.. dulu, fasilitas terbatas bisa aja nulis. kalo kamu mau tau waktu aku di serang dulu, aku sampe ngumpulin duit buat nyewa satu komputer sebulan di warnet dekat ciceri hehe..tp dari situlah tulisanku bermuara di majalh2.. kasih aku semangat ya... kamu tulisannya udh oke koq. malah aku yang sekarang terheran2 dan kagum sm kamu. perasaan dulu,kamu nulis cerpen aja masih minta dikoreksi sama aku (Deu,,,gayanya..emang siapa gw hehe*Piiisss*), sekarang tulisan2mu bermakna. itu yang penting. menulis yang memberikan makna, bukan hanya menulis, tapi memberikan pencerahan pd pembaca di setiap tulisan kita itu bagiku wajib.. kamu juga sangat produktif, meskipun hanya di blogger. salutnya, kamu bisa tetap menulis di sela-sela kesibukanmu yang padat. Naz, sebenarnya kamu bisa mengirimkan tulisanmu itu ke media. kalo kamu ga pernah ngirim ke media, kamu mana tau kalo dirimu itu ada bakat menulis,setelah karyamu nongol di media, kamu akan terus bersemangat untuk menulis, menulis dan menulis... ya dah,,,mudah2an kita bisa jadi generasi penerus rumah dunia yang produktif ya,Naz,, Siiip deh! Betul-betul komen yang panjang. Membacanya melecutkan semangatku. Wanja, aku mengenalinya di Rumah Dunia. Ia asli dari Palembang. Dulu sekali, dialah yang menawarkanku kerja di Malaysia. Padanya, kuucap terimakasih. Karena asbabnya, aku sampai di Malaysia juga mengenali sahabat blogger semua dan mau "memaksa diri" untuk menulis. Meskipun, hanya lewat blog. Kesendirianku saat awal-awal di Malaysia begitu menyuntukkan. Dan aku dibuai kerinduan kepada keluarga, sahabat juga Rumah Dunia. Makasih banyak Nja, karena mu aku mengenali karbondioksin, karena mu aku mengetahui JK Rowling. Aku masih inget lho, waktu kamu bilang, "kalu nulis, kayak orang nyuci baju aja. Jangan berhenti, sebelum selesai biar nggak males" Ngomong githu, khan pas kita di jalan Ciloang :). Makasih untuk Wanja Al Munawar. Allahumma amin, atas semangat dan doanya. Insya Allah...
Kata menantu majikanku, wajahku menampangkan wajah lugu wajah yang mudah ditipu. Entah kebenarannya, buatku mungkin kata lugu lebih mengarah kepada wajah "kampungan", "ndesani" "ndesit" atau apalah namanya. Kampungan, dalam kamus besar bahasa Indonesia, a 1 ki berkaitan dengan kebiasaan di kampung; terbelakang (belum modern); kolot; 2 ki tidak tahu sopan santun; tidak terdidik; kurang ajar;. Melihat artinya, sepertinya aku tak seberapa kampungannya. Apapun pandangannya, aku tetaplah aku yang harus pandai mebawa diri di manapun.
Dari kampungan aku menyelak lembar halaman ingatan sosiologi yang dulu aku pelajari ketika kelas 3 Aliyah. Dalam buku sosiologi terbitan Erlangga dalam bab strata sosial, ada 3 bentuk piramidnya (tapi, barusan aku buka wikipedia kok tambah pening yah lihat strata sosial) yaitu, hight class, midlle class dan lower class. mereka dibagi berdasarkan keturunan, kekayaan tinggkat pendidikan juga penghasilan. Meskipun dalam Islam sendiri tak mengenali strata sosial. Karena di dalam Islam, semua makhluk-Nya adalah sama yang membedakan hanya keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Secara teorinya, aku mungkin memasuki strata nomor 3. meskipun, aku sendiri tak pernah mempedulikan itu semua. Jadi, betul kalau ditarik masalah dari awal, lugu, kampungan dan kelas rendah. Right! setuju! Atau mungkin tukang becak, pekerja bangunan dan tenaga-tenaga kerja tanpa ahli juga menduduki strata nomor 3. Sekali lagi, aku tidak membincangkan secara agama tapi, hanya teori semata. Meskipun dari latar belakang yang beda, status yang berbeda tapi hakikatnya kita memiliki tujuan yang terkadang "sama" Tujuan hidup ingin bahagia, ingin mempunyai lebih sedikit harta, ingin menikah dengan orang yang kita cintai (ini masuk konteks gak yah..??? hahahaha...) ingin mobil yang sederhana dan keinginan-keinginan tujuan lainnya. Yang pastinya, meskipun beragam keinginan tapi, masih pada tujuan yang sama yaitu, memperoleh kebahagiaan di dunia. hanya saja apa dan bagaimana meraihnya, itu konteks lain pula. Untuk yang sudah biasa dan dilahirkan dalam "kutukan" keluarga kaya mungkin mereka bisa saja hidup senang lenang tanpa harus banting tulang. Lain dengan orang-orang yang lahir dalam ekonomi kekurangan terkadang, untuk mencari sebutir nasi seharipun, harus bekerja keras membanting tulang. Kayak kuli bangunan yang harus berpana-panasan. Kayak tukang becak yang nggak jauh beda kerja kerasnya sama kuli bangunan. Gak usah dicontohin lagi kali yah...??? :D membicarakan tukang becak, sebenarnya aku mau mengajak sahabat kepada sebuah cerita. cerita tentangku, yang katanya gadis berwajah lugu dan mudah ditipu :D *pengen ngakak kok yah gak pantes* OK, kembali ke cerita. Pada akhir November 2007, aku pulang ke Indonesia. Karena berasal dari dua buah daerah dan aku seorang warga urbanisasi di kota Cilegon maka baru seminggu aku di sana aku harus kembali melakukan perjalan ke pulau jawa. Tepatnya, Jawa Tengah di kota Pemalang) eh, Pemalang emang kota yah? kayaknya belum deh, apalagi kampungku :D. Jarak Cilegon Pemalang, cukup jauh sekitar 12-13 jam kalau naik bis. Sekalian dengan singgah-singgahnya. Maka, hari itu berpetualanglah aku seorang diri dari kota Cilegon menuju tempat kelahiranku , Pemalang. Aku pernah beberapa kali pulang sendiri tapi, nebeng sama tetangga kampung. Jadi, yah nggak sendiri-sendiri amat. Yang susahnya bis dari Cilegon tidak ada yang turun di Pemalang, biasanya langsung ke Wonosobo, Banjarnegara *eh, jadi inget someone :D* atau nggak paling banter aku harus turun di Tegal. Dan, lebih nggak enak lagi bisnya itu selalu adanya sore hari. Intinya aku melakukan perjalanan malam hari seorang diri. Agak takut-takut ketika tengah malam aku diturunkan di depan terminal Tegal. Ingat, di depan bukan di dalam terminal. Sebetulnya, jaraknya nggak begitu jauh untuk masuk ke terminal. kalau berramai-ramai aku selalu jalan. karena seorang diri maka aku beranikan aja untuk menaiki becak. Karena tengah malam, suasana cukup lengang dan sepi. Aku tidak begitu mengenali keadaan di situ. Saat tukang becak menanyakan dan menawarkan "Mbak, ke terminal lama aja yah, di sana bis yang ke Moga cepat dateng?." Mendengar bisanya cepat dateng aku mengiyakan saja cadangannya. Aku menanyakan juga, seberapa jauh jarak dari sini ke sana. Katanya, dekat saja. Dari Tegal, aku harus menaiki bis lagi menuju Moga, kemudian baru dari Moga aku menaiki angkutan kecil ke kampungku. Maka jadilah, plesir di malam hari dengan menaiki becak dengan jarak antara terminal baru dan terminal lama. Jam satu dinihari. Ada takut yang timbul sedikit khawatir mulai muncul. beruntung, tukang becak itu baik kita mengobrol banyak hal. Aku juga kerap menanyakan, "taksih tebih pak?" (masih jauh pak?). Katanya, "Sebentar lagi mbak di sana." Sungguh sosok seorang ayah yang hebat tengah malam di saat anak dan isterinya tertidur lelap ia masih mencari rizki. Akhirnya, sampailah aku di tepi jalan. Gambaran terminal yang diucapkan oleh tukang becak layu sudah. Ini bukan terminal, ini hanya tepian jalan raya besar. Aku protes, aku kesal aku juga marah. "Pak, kok di sini? Katanya mau dianterin ke terminal?." Masih menggunakan aksen jawa halus. "yah, ini khan terminal lama mbak." menjawab, menggunakan bahasa Tegal "Bapak punya anak perempuan nggak? Khan saya takut di sini, tengah malam lagi?!." Suaraku mulai meninggi. Bukannya apa, aku sebetulnya dikecam rasa takut. Sebetulnya, di situ tidaklah sepi tapi, meskipun sesekali masih ada orang yang lalu lalang tapi, aku dicengkam ketakutan juga. "Iya mbak, lagian saya nemenin di sini sampai mbak dapet bis." Aku masih kesal. Aku diam saja, membiarkan sang tukang becak duduk di atas becaknya. Dan aku duduk di bawah entah pohon apa. Masih tengah malam, bis yang aku tunggu tak juga datang. Aku, lagi-lagi protes dengana bapak tua tadi. Sebetulnya, antara tega dan nggak tega tapi, melihat situasi aku benar-bear kalut. Makanya jadi marah-marah melulu. "Kalau bapak turunkan saya tadi di terminal, khan saya bisa minum atau makan di sana." Kataku mulai egois. Mementingkan diri sendiri. Lama kelamaan, sepertinya tukang becak merasa tidak enak. Dan aku akhirnya kembali meminta diantarkan ke terminal Tegal. "Pak, kalau tadi nggak ke sini khan bapak nggak cape." Kataku setelah kembali melaju di tengah malam buta menuju terminal Tegal baru. "Yah, nggak apa-apa mbak. Toh saya sudah biasa menarik becak dari Tegal ke Pemalang." Mendengarnya, hatiku gerimis. Tegal-Pemalang bukan jarak yang dekat kalau ditempuh dengan sebuah becak. Betapa hebatnya lelaki ini. Lagi-lagi hanya untuk memenuhi suap demi suap nasi anak dan isteri. Akhirnya, kami sampai juga di terminal Tegal baru. ketika aku menanyakan berapa banyak yang harus aku bayar, ternyata uang kecil di tasku tak cukup. Kalau tidak salah, aku hanya memiliki uang Rp.30.000 (30 atau 20 aku lupa)karena kurang, aku menukarkan kepada pedagang kopi. Aku mengulurkan uang itu, kubarengi dengan ucapan maaf. Tukang becak menerimanya, sama-sama juga meminta maaf dan berlalu di depanku. Ada kemirisan melihatnya, ada tangisan saat mengingatnya. Lelaki itu, bertelanjang kaki, lelaki itu memakai topi dengan baju pendek dan celana pendeknya ia mengarungi tengah malam buta dengan menarik becak untuk sesuap nasi. Langkahnya meninggalkan jejak kaki telanjangnya. Aku dibuai duka melihat jejak itu, aku melihat sengsara pada sisa langkah lelaki itu. Duka wajah bangsaku juga duka wajahku sebagai anak bangsa. Rasa tak pantas, ketika aku tadi harus berbicara tinggi padanya. Sebuah pengajaran kecil berharga bahwa sedikit apapun yang kita punya seharusnya harus disyukuri. Dan sebesar apaun cobaan-Nya sudah sepantasnya kita bersikap sabar. Aku yakin, niat tukang becak tadi adalah mencari rizki dengan usahanya. Tapi, dengan caranya yang menghalalkan segala cara, membuatku bertanya "inikah korupsi kecil, dari warga kecil?" Alangkah indahnya ketika tiada kesenjangan sosial dari masyarakat kita. Alangkah indahnya, ketika zakat yang kaya mampu menyentuh para fakir miskin dan lainnya. hanya inspirasi untukku kembali menuliskan kisah ini sebagai bahan mengikuti kontes blog, cerita inspirasi anti korupsi. Tidak semestinya berwajah lugu itu menampilkan keluguan. Tak semestinya kampungan itu terbelakang, kolot dan tidak berpendidikan. Kalau ada tukang becak tadi, mungkin ada yang lebih besar-besar lagi. Tentunya, dengan skala yang lebih besar. Dan yang besar tadi, apa tidak lebih kolot, terbelakang dan tidak berpendidikan ketika mungkin, mereka "merampas" hak tukang becak tadi?. Juga keseimbangan antara mencari untuk dunia juga akhirat. Wallahu'alam Sungguh betapa besar manfaat ilmu, iman dan amal. Ya Allah, ampuni kami hamba yang lemah ini :( Kamus bahasa dari sini
Dewasa itu, adalah sebuah pilihan dan tua adalah sebuah kepastian. Terkadang sadar tidak sadar, aku menganggap dewasa adalah sebuah kepastian. Seperti ketika aku kecil dulu, aku beranggapan bahwa ketika berumur 19 tahun adalah sangat menyenangkan. Tapi, rupanya kenyataannya tetap sama. Aku merasa aku masihlah aku yang dulu yang berharap berumur 19 tahun ketika itu. Nyatanya, aku justeru harus memilih bersikap dewasa atau kekanak-kanakan pada umur yang sudah dewasa...??? Sebuah pilihan yang harus dipastikan.
Akan halnya pilihan hidup saat kita dihadapkan pada dua dunia, maya dan nyata. Sepertinya, aku begitu disibukkan dengan maya sehingga seolah melupakan nyataku. bahwa aku, masih memiliki seorang teman, aku juga masih memiliki seorang sahabat yang mungkin, ketika itu ia membutuhkanku yang pasti ia ingin aku mendengar keluh kesahnya. Ah, terasa bersalah menghantui diri. Kemarin, saat bertemu dengan seorang sahabat aku betul-betul merasa bersalah. hampir setahun, aku tak berkunjung ke rumahnya. Ketika beberapa hari lalu dia sms hendak pulang, aku baru tersadar lama sekali aku tak mengunjunginya. Banyak perubahan dalam dirinya, ada cerita kesedihan pada setiap luahannya. Sahabat, maafkan aku. Sebetulnya, aku juga akhir-akhir ini nggak bisa keluar ketika akhir pekan. Rutinitas kerja di rumah juga, yang menghanyutkan aku lebih menjalin ukhuwah melalui sahabat-sahabat maya. Pelajaran berharga, adalah ketika aku mampu mengambil hikmahnya. Semoga ke depannya, aku lebih berhati-hati lagi menjaga ukhuwah dunia nyata. Tak juga itu, aku juga harus menjaga silaturrahmi dunia maya. Seperti, ketika ada tag dan award sebagai bentuk kepedulian kadang aku lalai untuk segera mengerjakan dan memajangnya. Biar nggak semakin merasa bersalah, aku teringat ada tag dari sahabat hendriawanz yang suruh menyebutkan 7 hal tentangku. Agak bingung juga, kayaknya, aku dah sering cerita tentangku di blog. Semoga ini bukan cerita-cerita basi :D. 1. Mulai bekerja dari kecil Sejak umur 13 tahun aku sudah mulai bekerja. Serabutan sih. Kayak misalnya, nguli di sawah :D, bantuin tetangga manen kopi, cengkih atau cabai, terus abis itu, ke Tangerang jadi PRT. Gajiku pertama kerja waktu di Tangerng Rp. 60.000. Itu tahun 95an. terus, kalau nguli di sawah seingatku dari jam 8-12an gajinya Rp.700. nah, kalau bantuin manen yah terkadang ikut berapa banyak yang kita dapet. Kalau bantuin nenek, jarang dikasih duit :D 2. pernah mencuri uang ibu Sejak kecil, aku tinggal bersama nenek, sedangkan kedua orangtuaku merantau. Aku jarang banget bareng-bareng sama ibu. Sewaktu ibuku ada di rumah, aku tak ingat berapa umurku ketika itu. yang aku ingat, aku mengambil uang ibuku Rp.50 dari dompetnya. Pas ibuku nanya, aku ngeles nggak ngambil :D. Setelah dah besar baru aku ngaku. Dan ibuku, sudah melupakan kejadian itu. 3. Katanya, pernah mau mati Waktu tahun 2007 lalu aku pulang, aku main ke rumah teman SDku. Dan, ketika bertemu dengan bapaknya, ia tak mengenaliku lagi :( berulang-ulang ibu temanku memberi tahu bahwa, aku adalah Ana teman anaknya. tapi, tetep tak mengingat juga. Lama kelamaan, baru mengingatnya dengan kalimat, "Oooo.... Ana yang dulu mau mati yah...???* Jiah... segitunya :( Dulu aku pernah sakit kulit pas kelas 3 SD. Aku nggak inget jelas, yang aku ingat waktu bangun tidur pagi-pagi di rumah dah banyak orang berkunjung :(. Aku juga sempat berbulan bulan nggak sekolah. beruntung, ketika SD otakku lumayan cair meskipun ketika besar justeru membeku :(( jadi, Alhamdulilah naik kelas 4. Sering main di kali Waktu kecil, aku sering dan seneng banget main di kali. Menyusuri sungai, mencari ikan, berburu udang meskipun jarang mendapatkannya. :)) 5. Sering dapet hadiah dari radio Ini pas udah di Cilegon, aku sering mengikuti kuis di radio TOP FM Cilegon (promosi neh :D). ketika itu masih sekolah. Aku mantengin terus acara-acara radio. Kalau ada kuisnya, senyap-senyap aku menelpon dari rumah kakaku. Waktu kelas 3 Aliyah, aku serumah dengan kakak. Bukan hanya sekali tapi, sering. Pernah, sekali ke sana mendapat 2 tiket gratis nonton dewa (aku kasihin ke tetangga) t-shirt, topi, asbak dan beberapa souvenir lain. Kuis yang aku ikutin biasanya ada hubungannya ama musik. Yang paling seneng, ketika aku mendapat tabungan dari BUKOPIN sebesar Rp. 100.000. 6. Sering bolos sekolah Aku dulu sering bolos sekolah, hanya untuk mengikuti beberapa latiha kepenulisan dan kejurnalistikan. Dulu, aku begitu berambisi dengan dunia tulis menulis. 7. Angkatan pertama kelas menulis Rumah Dunia Percaya atau enggak, kebiasaanku sering bolos sekolah akhirnya menemukanku dengan mas Gol A Gong. Pertama kali bertemu dengannya, ketika di MAN 2 Serang mengadakan diklat teater dan sastera. Aku mendapat gratis novelnya (Pada-Mu Aku Bersimpuh) karena menjadi penanya yang baik tentunya :D. Dari situ kemudian beberapa kali ditemukan lagi pada acara-acara lainnya. yang lebih seru, saat aku bolos sekolah mengikuti seminar. pembicaranya, mas Gol A gong, Asma Nadia dan Biru laut. Dari situ, keakraban demi keakraban terjalin. Dan aku mulai menganal Rumah Dunia. Dulu, namanya bukan Rumah Dunia tapi, Pustakaloka Rumah Dunia. Sayangnya, dalam setiap event kepenulisan atau ketika aku mengikuti kelas kepenulisan tak satupun, tugas-tugas yang aku kerjakan. Otomatis, aku tak punya sedikitpun tulisan. Seolah menjadi hal yang sia-sia semua kepergianku. Tapi, aku yakin tidak ada yang tidak bermanfaat dengan ilmu. Mungkin, dulu aku tak pernah menggunakannya tapi sekarang, Insya Allah aku menggunakannya. Meskipun, tak seperti teman-teman seangkatan kelas menulis denganku. Sebagian besar dari mereka sudah menulis buku. Yang hebatnya, angkatan kelas menulis pertama Rumah Dunia adalah termasuk dari orang-orang biasa saja (dari ekonomi rendah) tapi, kini mereka sukses menjadi "orang" Ibnu, telah menyelesaikan masternya di Leiden Belanda. Aad, telah menyelesaikan S1nya di UGM. Endang Rukmana, S1 UI (belum selesai kayaknya). Teh Najwa sudah menjadi ibu rumah tangga :). Kang Qizing, wartawan Radar Banten. Kang Firman (dari dulu emang dah jadi penulis) sekarang Dosen di Untirta dan presiden Rumah Dunia.(dah ganti jabatan dink, barusan ke FBnya mas Gong) Muhzen den, aku nggak tahu khabarnya. Mahdi, juga gak tahu khabarnya tapi, dia bener-bener nggak menulis. Mutmainah, Krisna dan aku sepertinya betul-betul menghilang dari Rumah Dunia. Jadi, untuk beberapa sahabat dan teman yang mau belajar menulis denganku (emang ada Naz...??? ada :D) jangan belajar denganku tapi, pelajarilah pengalamn menulisku. Bahwa menulis itu, bukan sebanyak mana kita belajar tapi, sebanyak mana kita mengamalkan ilmu kepenulisan yang kita dapatkan :). Wallahu'alam. Btw, sekalian mbayar utang majang award dari Abi Sabila dan Dik Shasa.
Award dari Abi Sabila
Yang banyak-banayk ini semua award dari Shasa anaknya mbak Reni Judhanto. Yang kecil-kecil dah bisa ngeblog Pasti, ketularan Mamanya ;)
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Teman-teman

Sering Dibaca

  • Diary Blogger Indonesia
  • RM. 100 Dari Denaihati
  • Minyak Gamat Bukan Hanya untuk Obat Luka
  • Beli Sprei Bisa Umroh?
  • Daftar Peserta Lomba

Harta Karun

  • ►  2022 (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (8)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2020 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2019 (41)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2016 (63)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2015 (137)
    • ►  Desember (25)
    • ►  November (20)
    • ►  Oktober (34)
    • ►  September (19)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (6)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2014 (52)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2013 (40)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2012 (74)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (14)
  • ►  2011 (87)
    • ►  Desember (10)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (18)
    • ►  September (13)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ▼  2010 (141)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (17)
    • ►  April (20)
    • ▼  Maret (17)
      • Sementara Waktu
      • Belajar Sempoa
      • Siapa Dia...???
      • Artikel Opini
      • Berbagi, Semoga Berarti
      • Untuk Apa menulis?
      • Cinta Terpendam
      • Negeri 5 Menara
      • Rizki Terbesar
      • Feature
      • Memikir-mikirkan
      • Tatkala TKI, Menjadi "Ladang" Korupsi
      • Surat Pendek
      • "ANTARA" di Istana Budaya
      • Wanja Al Munawar
      • Ketika Korupsi dijadikan Inspirasi
      • Membayar Hutang
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2009 (124)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (17)
    • ►  Juni (14)
    • ►  Mei (16)
    • ►  April (20)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2008 (105)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (16)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2007 (30)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  September (12)
    • ►  Agustus (2)

Kategori

Ads Blogger Hibah Buku Celoteh Cerpen Featured GayaTravel KBO komunitas Murai Perjalanan Piknik Buku Pojok Anaz Reportase resep reveiw Semestarian Serial Sosok Teman TKW TripGratisan Volunteer

Catatan Anazkia By OddThemes | Turatea.com