Sabtu malam, ketika Aku membuka-buka e-mail ada sebuah e-mail dari unimig Indonesia. Sewaktu membukanya, ada sebuah prolog dari Pak Ikbal (Presiden UNIMIG (Unoin Migrant), "Dear Mbak Eli, apakah bisa hadir dalam undangan ini, mewakili UNIMIG? karena saya besok pagi ke Medan, kalau bisa hadir bagus sekali untuk menambah wawasan, sekaligus mewakili UNIMIG dan menambah kenalan." Sudah jam sebelas malam lebih. Kebetulan, ahad itu, Aku memang hendak keluar rumah. Meskipun awalnya hendak berkunjung ke rumah teman maka, Aku merubah haluan untuk mengikuti undangan tersebut. Beruntung, ketika aku belum mengabarkan kedatanganku. Aku segera sms Pak Iqbal dan menyetujui untuk pergi. Sekaligus minta petunjuk arah pergi.
Esoknya, aku menuju ke sana, bertempat di Shah's Village Hotel, Petaling Jaya Selangor. Sebetulnya, ketika membaca forward e-maill tersebut Aku sudah ragu karena, semua dari tulisan e-maill itu bertuliskan bahasa Inggris. Jangan-jangan, forum pun berbahasa Inggris. Setelah sampai di sana, kecurigaanku terbukti. Dalam forum seminar itu menggunakan bahasa Inggris. Aku sungguh terkejut. Bermula dari pendaftaran, panitia telah menanayakan kepada ku menggunakan bahasa Inggris. Aku cuek aja berbahasa Melayu, toh orang tersebut faham. Dan aku, berkata kalau wakil dari UNIMIG. Panitia mahfum, kemudian menanyakan keberadaan pak Iqbal.
Aku mengambil tempat duduk terdekat dari pintu masuk. Kebetulan, di situ juga aku melihat wajah-wajah Melayu rasanya aku tak canggung. Setelah melihat dua deretan meja di sebelahku semua yang duduk di antara mereka berwajah India, China juga aku rasa bukan orang Melayu. Setelah perkenalan, baru aku mengetahui mereka berasal dari Filipina dan Mianmar. Terasa malu juga dalam hati, kenapa Pak Iqbal tidak memberikan undangan ini kepada yang lebih bijak, aka, ia memiliki kemampuan berbahasa Inggris? tapi, apapun aku tak menyesalinya. Buatku, ini pengalaman yang sangat berharga. Tema dalam seminar tersebut adalah, "INVITATION FOR THE LAUNCH OF DOMESTIC WORKERS’ CAMPAIGN TOOLKIT & CAPACITY BUILDING" Diskusi ini, sebetulnya menerusi diskusi sebelumnya "ONE PAID DAY OFF CAMPAIGN" yang aku sendiri tidak mengikuti. Dan di forum ini juga, aku bisa membuka mata, betapa rendahnya kualitas pembantu Indonesia di Malaysia.
Pembukaan dimulai, panitia sedikit menyediakan hiburan. Meskipun tidak seberapa suka dengan sajiannya, aku melirik juga empat orang perempuan yang menari dengan sangat sederhana sekali. Kalau melihat facenya, ia berwajah Indonesia asli dan salah seorang di antaranya berwajah India. Aku berbisik kepada orang sebelahku menanyakan kebenarannya. Dan, jawabannya tepat sekali, ia TKW Indonesia yang tersandung masalah sedangkan yang satunya berasal dari India dan sekarang sedang menunggu proses. Sementara, ia tinggal di Tenaganita (Sebuah NGO bergerak di bidang tenaga kerja bermasalah dan penyelenggara seminar).
Acara kembali dilanjutkan dengan sesi perkenalan. Aku memperkenalkan diri dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berterus terang tidak bisa berbicara bahasa Inggris. mereka mahfum. Setelah sampai di hujung meja ke tiga, ketika orang-orang Filipina memperkenalkan dirinya, aku merasa kalau mereka bekerja di sektor rumah tangga. Tiba perkenalan pada empat perempuan penari tadi, mereka bicara tergagap-gagap. Bahkan, untuk berkata "Saya bekerja sebagai pembantu rumah" pun tersendat-sendat. Berbeda, sangat beda dengan orang-orang Filipina tadi. Ah, aku mulai membatin, perbedaan mulai terlihat jelas. Berkali-kali, hati kecil tertanya-tanya. Mengapa hanya kami di forum ini juga mengapa tak ada siapapun yang lebih bijak dari perwakilan kami. Ah, pertanyaan itu kubunuh cepat-cepat. Aku harus mengikuti seminar ini sampai selesai, baik faham ataupun tidak. Itu tekadku.
Salah seorang perempuan yang menari tadi, duduk di sebelahku. Di sela-sela acara aku menyelipkan kertas kepadanya, bertanya nama, asalnya juga pekerjaannya. Dan siapa dua orang temannya. Yudian Buraen namanya, ia berasal dari NTT dan kedua temannya berasal dari Jawa. Dia juga menunjukan temannya, yang tepat berada di bangku sebelahnya. Ia selalu menangis, konon, keluarganya di Indonesia terkena musibah gempa. Aku bertanya, apa iya dari Padang? Jawabnya iya. Bingung, padahal tadi menyebutnya dari jawa. Tapi, kalau aku lihat sejak tadi orang tersebut selalu berwajah muram, selama menari pun, ia kelihatan sangat terpaksa sekali. dan selama berjalannya diskusi, ia selalu menangis. (Kisah inilah yang akan ku tulis dalam cerita satu lagi)
Sebetulnya, aku banyak tidak memahami materi. Semua materi di sajikan dengan bahasa Inggris. Meskipun, sedikit banyak aku mengetahui hal-hal yang berkaitan. Tentang hak-hak pekerja yang terabaikan khususnya pembantu rumah tangga. Kasus penderaan, tidak di ayar gaji, tidak ada cuti, tidak diperbolehkan berhubungan dengan keluarga dan masih banyak lagi serangkaian langgaran para majikan kepada pekerjanya. Mengikuti dari kasus ke kasus, aku sungguh terenyuh. Betapa banyaknya TKW kita yang terampas haknya? Anehnya ketika pemateri menyajikan ulasannya dan membahas tentang keterkaitan tenaga kerja bermasalah dan kedutaan, banyak sekali yang pihak kedutaan tidak mengetahuinya.
Ini memang bukan kisah baru. Tapi, akankah kasus seperti ini yang selalu muncul untuk TKW Indonesia? khususnya di Malaysia. Selama tidak ada kerja sama yang baik, dari hari ke hari bahkan ke tahun beribu masalah TKW akan seperti ini. Hendaknya, perbaikan di mulai dari kualitas TKW sendiri sebelum di berangkatkan. Juga PR untuk para agent penyalur pekerja di Indonesia.
Sesi demi sesi terlewati. Aku banyak terdiam. Pun tatkala diskusi diadakan untuk menyelesaikan studi kasus yang diajukan. Untuk menyelesaikan sebuah masalah. Dua masalah yang melibatkan tenaga kerja berasal dari Indonesia dan India. Kedua-duanya, datang ke Malaysia melalui agen. Namun, nasib berkata lain ketika sampai di Malaysia mereka terombang-ambing setelah bekerja. mereka teraniaya, haknya terampas, janjinya tidak tertunaikan. Itulah hakikatnya, tidak sedikit yang telah sampai ke Malaysia pekerjaan dan gaji yang dijanjikan tidak sesuai. Berpindah-pindah majikan, majikan tidak berlaku adil, tidak membolehkan keluar, tidak boleh berhubungan dengan dunia lain, menyuruh masak babi kepada pekerja yang beragama Islam, bekerja lebih dari 12 jam, makan sehari sekali, pelechan seksual dan banyak lagi.
Dua kasus terbahas sudah. Masing-masing dari grup membentangkan kajian penyelidikan. Aku, masih tetap terdiam. hanya sebagai penonton. Ah, mirisnya. Andaikan aku mampu berbahasa Inggris. Andaian itu, tetap menari-nari tanpa kupinta. Sementara, aku terbengong-bengong saja menyaksikan grup dari Filipina. Setelah aku selidiki dan amati, mereka, sama sepertiku. Hanya sebagai pekerja rumah. tapi, lihatlah kemampuannya, lihatlah cara berbicaranya. Sangat educated. Berbeda, sangat beda dengan para pekerja dari Indonesia yang sama-sama pekerja rumah tangga.
Tersadar, betapa minimnya kualitas pembantu Indonesia di Malaysia. Memang, dari segala hal, Filipina lebih tinggi kualitasnya berbanding tenaga kerja Indonesia. Lihatlah, berapa gaji standar yang ditetapkan pemerintah Filipina lebih dari RM. 1000, sangat jauh dengan pekerja Indonesia yang hanya mencecah sekitar RM.400-500/bulan. Pun dari segi pendapatan majikan, majikan yang mengambil pekerja dari Filipina harus berpenghasilan lebih dari RM. 5000. Berbeda dengan majikan pekerja Indonesia yang hanya diwajibkan berpenghasilan RM.3000.
Melihat skill dan kemampuan mereka, aku memang kagum dan salut. Tak heran, ketika pemerintah Filipina bisa dengan mudahnya memberikan peraturan dengan tegas kepada kerajaan Malaysia untuk memberikan syarat dan ketentuan kerja juga gaji. Jauh sekali perbedaannya dengan pemerintah Indonesia. Persetujuan perjanjian antara pihak pemerintah Indonesia dan kerajaan Malaysia cenderung merugikan pekerja rumah tangga. Pekerja rumah tangga yang termasuk ke dalam pekerja informal, susah sekali untuk mendapatkan hak-haknya. Terutama, haknya untuk mendapatkan cuti.
Pemerintah Indonesia yang menginginkan gaji pekerja rumah Indonesia dinaikkan menjadi RM.800 mendapat kecaman berbagai pihak di Malaysia. Mereka menganggap, pemerintah Indonesia terlalu berlebihan, sedangkan kualitas pekerja rumah Indonesia sering dipertanyakan. PR kepada pemerintah dan para agen, untuk kembali menaikan kualitas para pekerja rumah tangga sebelum pergi ke negara tempat tujuan. Wallahu'alam...